Nezar termenung dengan segelas teh hangat di meja samping tubuhnya. Ia mengusap perutnya, ini adalah hari ketiga ia tidak masuk sekolah sejak ia tak sadarkan diri di cafe. Ia benar-benar muak dengan dirinya sendiri, mentalnya terlalu lemah jika harus menyangkut Elora. Bukan hanya karena cinta, namun juga karena rasa bersalah. Ia hampir melupakan makan bahkan tidur.
"Kak..." Panggil Qila seraya duduk di samping kanan Kakaknya yang duduk di sofa ruang keluarga.
Nezar merangkul adik satu-satunya itu. "Kenapa?"
"Ini, Kak Alanna kirim voice note." Qila pun memutar voice not tersebut.
🔊 "Zar, kamu nyakitin aku demi dia... Dan sekarang kamu malah sakit, harusnya kamu berjuang dapetin dia, bukan malah mau meninggal.🔊
Nezar terkekeh pelan mendengarnya.
🔊Kamu harus sembuh, keburu Elora diambil orang lain. Ayo, semangat! Cepet sembuh yah, dude!🔊
Qila mengangguk setuju.
"Aku gak suka Kakak sakit terus, Kakak jadi keseringan sakit... Kak Elora itu butuh dibujuk, bukan dipikirin doang." Ucap Qila.
Nezar mengangguk-anggukan kepalanya paham.
"Iya, maaf karena Kakak udah bikin kamu, Mom and Dad khawatir... Tapi, enggak lagi, Kakak akan cari kebahagiaan Kakak. Walau mungkin Elora gak akan jadi milik Kakak, setidaknya dia mau maafin Kakak dengan sepenuh hati sampai Kakak gak akan liat sorot kekecewaan dimatanya..."
"Yang penting bagi aku sebagai adik kamu yang baik itu cuma kebahagiaan Kakak, apapun dan siapapun alasannya." Qila memeluk tubuh Nezar dengan erat.
Nezar mengusap punggung Qila dengan lembut. "Thank you..." Ucapnya.
***
Saat ini Nezar sedang mengendarai mobilnya menuju kediaman Elora yang lama, yang kini ditempati Ibu dan Kakak keduanya, Ibunya Elora yang memberitahu bahwa Elora sudah pulang. Nezar membawa sebuah boneka kelinci berwarna pink.
Sesampainya ia, Nezar langsung saja mengetuk pintu.
Tok... Tok... Tok...
"Siapa..." Elora terdiam melihat siapa yang datang mengunjunginya.
Nezar tersenyum. "Ini, buat kamu."
Elora hanya diam dengan ekspresi wajah datar. "Ada perlu apa? Mamah lagi gak di rumah."
"El! Siapa tamunya?" Sahut seseorang dari dalam rumah.
Nezar mengernyitkan dahinya. "Ada cowok di rumah?" Tanya Nezar.
Elora mengangguk. "Iya,"
"Itu bukan suara Kakak kamu, siapa?"
"Dia-- heh, kamu ngapain masuk!" Ujar Elora setengah berteriak saat Nezar menerobos masuk ke dalam rumahnya.
Nezar menghentikan langkahnya ketika melihat Jevan sedang duduk dengan santainya di ruang tamu kediaman gadisnya itu.
Kemudian ia ikut duduk, ia simpan boneka yang dibawanya di atas meja. Ia menatap Jevan yang juga menatapnya penuh tanya.
"Kamu mau ngapain sih?" Kesal Elora pada yang kini duduk bergabung dengan keduanya.
Nezar melirik Elora bergantian dengan Jevan. "Kalian cuma berdua?"
"Iya." Jawab Jevan.
Nezar menatap Elora. "Aku akan di sini, sampe dia pulang."
Elora menggelengkan kepalanya tak setuju. "Gak bisa."
"Aku akan tetep di sini." Tekan Nezar.
Jevan yang berada di sana tak tinggal diam. "Pergi sebelum gue yang narik lo keluar."
Nezar tersenyum miring.
"Gue gak takut." Sahut Nezar.
"Lo cuma mantan dan denger, gue gak suka masa lalu cewek gue ganggu masa depannya."
Nezar terdiam. Ia langsung melirik Elora.
"Cewek lo?"
Jevan tersenyum dengan bangga. "Kenapa?"
Elora hanya diam menatap keduanya bergantian.
"Gue gak percaya." Ucap Nezar. "Hati Elora masih milik gue. Dan Elora bukan tipe cewek yang tega jadiin cowok lain sebagai pelampiasan doang." Sambungnya.
Elora langsung menundukkan wajahnya. Nezar benar-benar mengenali dirinya.
"Lo udah nyakitin dia. Lo udah ngehancurin perasaan dia. Lo harusnya punya rasa malu. Berhenti gangguin dia." Ucap Jevan.
Ia menunjuk ke arah dirinya sendiri. "Gue akan nyembuhin luka di hatinya, seberapapun lamanya."
Nezar menunjuk ke arah dadanya dan, "gue satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas lukanya. Cuma gue." Tekan Nezar.
"Stop, please stop it!" Geram Elora yang sudah muak dengan perdebatan keduanya.
Elora menatap keduanya bergantian.
"Nezar," panggilnya. "Pulang, kamu cuma mau ngasih itu kan? Jadi, silahkan pulang."
"Tapi dia?"
Elora mengangkat sebelah alisnya. "Aku gak ada masalah sama Jevan, he can stay."
Nezar terdiam, kemudian mengangguk lemah. "Can ia stay at here? Anggap aja aku gak ada di sini, aku cuma mastiin kalian berdua."
Elora menggelengkan kepalanya dengan tegas. Kemudian meraih lengan Nezar dan membawanya keluar.
Di luar sana Nezar malah diam dengan menahan pergelangan tangan gadisnya itu.
"Akan lebih baik aku kehilangan diri aku sendiri, dibanding harus kehilangan kamu." Ucap Nezar dengan tatapan yang membuat Elora larut ke dalamnya.
Nezar mengerjapkan matanya agar tidak berkaca-kaca. Kemudian menunduk lemah.
"Aku belum siap liat kamu sama pria lain."
Elora menarik lengannya dan menatap Nezar yang tertunduk. "Itu hak kamu, tapi bukan kewajiban aku buat wujudin itu."
Nezar mengangkat wajahnya dan, "aku gak akan berhenti, yaang." Ucapnya.
"Aku gak akan minta kamu berhenti. Aku suka liat kamu buang-buang waktu untuk aku yang mungkin akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan dia."
Nezar tersenyum penuh arti. "Mungkin Jevan biasa dekat kamu, tapi hati kamu masih milik aku. Itu udah cukup buat aku jadiin alasan untuk berjuang."
Nezar melirik jam ditangannya. "Aku pulang, see you." Ia pun berlalu masuk ke dalam mobil.
Elora masih terdiam, matanya mulai berkaca-kaca. Kemudian ia kembali masuk ke dalam rumah, menemui Jevan yang tersenyum ke arahnya.
Semoga suka. Vomment gaes...
KAMU SEDANG MEMBACA
My Jealousy Boyfriend
Short StoryCemburuan? Awalnya biasa saja. Namun semakin hari, dia semakin manjadi saja. _______________________ "Aku bukan badut bodoh yang bisa kamu bohongin." Potong Elora yang berhasil membuat Nezar terdiam dengan tangan yang mengepal kuat. Nezar menatap El...