3️⃣4️⃣

4.4K 405 15
                                    

Nezar mengusap kepala Elora dengan lembut. Ia tak tega melihat Elora sedih karena memikirkan keadaan keluarganya yang bahkan tidak memikirkan pendapat mereka saat memutuskan untuk berpisah. Itu tidak adil.

"Mau makan roti isi coklat?"

Elora menggelengkan kepalanya. "Gak mau. Males ngunyah."

"Mau aku kunyahin?" Canda Nezar.

"Ish jorok!" Sahut Elora.

Nezar tertawa pelan seraya melirik jam di tangannya. Hari sudah semakin petang, ia harus segera pulang. Dirinya janji akan malam bersama di rumah.

"Aku pulang yah, nanti aku minta Kak Agam buat naik ke kamar kamu." Ucap Nezar.

Elora menahan tangannya dan menggelengkan kepala pelan.

"Di sini dulu, sampe makan malam aja... Abis itu kamu boleh pulang," ucap Elora berusaha menahan kepergian Nezar.

Nezar mengangguk paham.

"Kenapa? Kalau ini semua karena Papah kamu, kamu tenang aja, Om Amjar udah pulang." Ucap Nezar.

Elora pun melepaskan genggamannya dari tangan Nezar. "Okay..."

Ceklek.

Agam muncul dari balik pintu dan menghampiri keduanya. Nezar yang kini berdiri di hadapan Elora dibuat mengernyit heran melihat ekspresi wajah Agam yang terlihat kesal.

"Mau sampai kapan kamu bergantung sama orang lain?" Tanya Agam.

Elora menundukkan kepalanya takut. Dan Nezar hanya diam menatap adik-kakak itu bergantian.

"Jawab. MAU SAMPAI KAPAN KAMU KAYAK GINI!!" Bentak Agam pada Elora yang semakin tidak berani menatap ke arahnya.

"Lo kenapa, Kak?" Tanya Nezar bingung.

Agam tidak menghiraukan itu. "El, kamu itu udah 17 tahun. Masalah keluarga kayak gini gak perlu kamu pikirin terlalu dalam. Kamu pikirin diri kamu sendiri, jangan memikirkan mereka yang gak pernah mikirin kamu."

"Mau seberapapun umur aku, mereka tetap orang tua aku. Aku tetap anak mereka. Wajar aku sakit hati atas perpisahannya. Mereka menikah karena cinta, terus kenapa harus berakhir karena orang ketiga..." Lirih Elora.

"Mikir dong El, karena pada akhirnya gak ada orang yang bisa benar-benar kita percaya selain diri kita sendiri. Itu kesalahan Mamah, Mamah terlalu percaya sampai akhirnya Papah main gila di luar sana dengan seenaknya." Ujar Agam.

Elora masih diam mendengarkan.

"Kalau kamu gak mutusin untuk pilih Mamah, dan gak mau tinggal sama Papah. Kakak bisa bawa kamu. Kakak sanggup ngasih kamu makan, Kakak sanggup biayain kamu. Asal kamu gak kayak gini terus, sedih terus."

Elora mengangkat pandangannya dan menatap Agam dengan mata sembab. "Kak, Nasihat Nezar aja gak masuk padahal dia ngomongnya secara baik-baik. Apalagi ini. Lagian aku gak sedih terus kok. Tanya Nezar, aku sering kok ketawa, Papahnya aja yang tiba-tiba dateng."

Elora memukul kepalanya sendiri dan kembali menangis. "Aku bahkan gak ngerti cara kerja otak aku sendiri. Kenapa dia suka mikirin hal yang bikin hati aku sedih, sakit hati..."

"Karena--"

"Ssst... Stop, udah... Elora butuh waktu. Bagaimanapun yang berpisah itu orang tuanya, orang yang sejak dirinya lahir selalu merawatnya." Ucap Nezar menahan kalimat Agam.

Agam membuang nafas kasar. "Lo urus pacar cengeng lo ini." Katanya seraya berlalu keluar meninggalkan Nezar dan Elora kembali berdua.

"Udah, Kakak kamu cuma lagi kesel aja. Dia sayang sama kamu, dia gak mau kamu terus-terusan sedih karena hal ini." Ucap Nezar.

Elora mengangguk pelan, ia paham akan hal itu. Ia hanya kesal pada dirinya sendiri yang masih belum bisa menerima keadaan bahwa keluarganya tidak lagi utuh.

"Mau ikut ke rumah aku?" Tawar Nezar. "Kamu bisa main sama Qila di sana."

Elora menggelengkan kepalanya. "Makasih, tapi aku di sini aja. Aku mau bantu Mamah masak buat makan malam nanti."

"Good girl. Semangat yah belajarnya, lain kali masakin aku, jangan Jevan."

Elora berdiri dari duduknya. "Siap, bos!" Ujarnya.

Nezar meraih tubuh Elora ke dalam pelukannya. "Ini gak akan lama, nanti juga kamu terbiasa. Cari kegiatan, jangan kasih kesempatan otak kecil kamu itu untuk berpikir yang enggak-enggak. Okay?"

"Ish, otak aku gak kecil yah. Ngeselin banget," kata Elora seraya mengakhiri pelukan keduanya.

"Aku pulang yah, daaah..." Pamit Nezar.

Elora mengangguk pelan. "Kalau udah sampe, kabarin yah."

"Iya sayang," sahut Nezar yang kemudian menghilang dibalik pintu.

Selepas Nezar pergi, Elora kembali terlihat murung. Ia pun kembali naik ke atas tempat tidur dan meraih laptopnya. Elora memutuskan untuk menonton drama korea yang tidak bisa ia tamatkan sekaligus karena ulah Nezar yang menelponnya tengah malam hanya untuk memarahinya.

Lalu ia teringat akan ponselnya. Elora beringsut turun untuk meraih tasnya yang Nezar simpan di atas meja belajar saat mengantarnya ke kamar.

"Hn? Jevan, missed call sampe 10 kali."

Karena takut Jevan akan membahas hal penting. Elora pun menelpon balik pria baik yang gagal mendapatkan hatinya.

"Halo, Jevan! Kamu nelpon aku? Ada apa, ya?"

"Model itu El, gimana? Jadi kan?"

"Oh itu, iya jadi kok. Aku terima tawarannya."

"Serius?"

"Iyaaa... Jadwal pemotretan akunya kapan?"

"Emh, lusa. Bisa gak?"

"Aku sih bisa, tapi gak tahu Nezar.

Tiba-tiba saja hening diseberang sana.

"N-Nezar?"

"Iya, dia bilang mau nemenin aku. Kalau gak ditemenin, gak boleh berangkat."

"Ck. El, aku udah lama diem aja. Tapi dengerin aku, lakuin apapun yang kamu mau. Cinta itu gak jadi alasan seseorang untuk membatasi kegiatan kamu. Biasin ambil keputusan sendiri." Jevan pun menutup sambungan telponnya.

Elora terdiam. Kemudian mengedikan bahu. "Gak ngerti aja Nezar kayak gimana. Tapi ada benernya juga sih, au ah! Lanjut nonton lagi aja."

Sedangkan di sisi lain. Jevan tampak meremas ponselnya kesal.

"Lagi-lagi Nezar. Ck. Gue bener-bener gak ada kesempatan. Percuma gue nunggu dia dari SMP. Arrghh... Patah hati sebelum memiliki, lucu." Gumamnya tersenyum miris.

"Fokus kerja. Ayo fokus!" Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Lalu tiba-tiba saja sebuah nomor tak dikenal mengiriminya pesan.

From: 082602113***

El cuma mau bantu kerjaan lo doang. Jangan berharap lebih.

Jevan tersenyum hambar.

"Pasti si kunyuk Nezar." Gumamnya.

Lebih pendek dari sebelumnya yah? Mehehe... Mianhae...

Kuy vote dan komen dulu...

My Jealousy BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang