4️⃣0️⃣ Always Here

1.6K 64 1
                                    


Dua bulan telah berlalu dan Nezar belum juga sadarkan diri. Alat-alat medis masih terpasang untuk membantu lelaki itu bertahan. Selama itu pula Ayah, Ibu, Adik juga Elora bergantian menjaga Nezar di rumah sakit dengan perasaan cemas yang tiada akhir.

Hari ini, Elora datang bersama Jevan yang sudah lama ingin membesuk tapi pekerjaannya di luar kota membuat pria itu bahkan tidak bisa memastikan keadaan gadis yang sempat menjadi incarannya. Kini, Jevan sudah menyerah, ia bahkan gagal padahal sudah mendapat bantuan Dhirga yang merupakan sepupu Elora.

"El, ruangannya masih jauh?" Tanya Jevan.

Elora menggeleng, "Enggak, itu di depan, yang ada Qila, Mommy sama Daddy-- mereka... kenapa mereka nangis?"

Elora melirik Jevan yang tentu saja tidak tahu apa-apa.

"El, tenang..." Jevan hendak meraih tangan Elora, tapi gadis itu keburu berlari menghampiri keluarga dari sang kekasih. "Arrgh, El tunggu!" Ujarnya turut berlari.

Sesampainya Elora di depan ruang rawat Nezar, ia langsung saja menghampiri Ibu sang kekasih yang sedang menangis dalam pelukan suami dan Qila terlihat berdiri di ambang pintu, menatap Nezar yang masih terbaring di atas ranjang.

"Tante, ada apa?" Tanya Elora sembari melirik Dokter yang selama ini merawat Nezar.

Ibu Nezar, Lena, dia menarik nafas dalam-dalam dan berusaha untuk tenang. "El..." Ucapnya, "Kata Dok-- ash... I can't even say it..."

Dokter mengangguk paham, ia pun merangkul Elora dan membawanya masuk ke dalam ruang rawat Nezar.

Melihat sahabatnya digiring masuk, Jevan pun ikut menyusul untuk sekedar menemani dan melihat keadaan Nezar sesuai dengan tujuannya diawal.

"El, sudah 2 bulan dan Nezar tidak memberikan perubahan. Saya menyarankan keluarga pasien untuk merelakannya." Ucap sang Dokter.

Deg.

Seketika dada Elora terasa sesak, seakan dihantam benda keras. Ia mengerjapkan mata dan menatap Dokter tersebut dengan kebingungan.

"Ma- maksudnya? Merelakannya pergi, pergi kemana?" Tanya Elora, ia menolak untuk mengerti.

Jevan yang sedang berdiri di samping kanan ranjang Nezar pun langsung terkesiap mendengar apa yang Dokter ucapkan.

"Kami hanya menyarankan, karena pasien sama sekali tidak--"

"No. Dokter, kenapa Dokter mudah sekali menyarankan hal itu?" Elora menggeleng keras.

Gadis malang itu berjalan, menghampiri Nezar. Diraihnya tangan lemah yang dulu selalu menggenggam tangannya dengan begitu erat, tangan yang selalu menghapus air mata dan duka, tangan itu pula yang senantiasa meraihnya bahkan saat Elora berada dalam keadaan terendah.

"Nezar sudah bertahan dengan baik selama dua bulan terakhir ini, sepertinya... merelakannya pergi adalah keputusan yang baik." Ucap Harry, sang Ayah yang kini menyesali banyak hal atas putranya.

Elora menoleh pada Harry, "Om, tapi Nezar--"

"El, ini mungkin berat, dia putra kami, kami yang paling merasa kehilangan. Tapi, ini adalah keputusan terbaik, entah seperti apa rasanya terbaring dengan berbagai macam alat. Dia bernafas karena alat bantu itu." Ucap Lena yang secara tidak langsung telah menyetujui saran untuk merelakan Nezar pergi.

Elora kembali pada Nezar, dan seketika air matanya mengalir tanpa bisa dihentikan.

"Kalian gak butuh persetujuan aku, kan? Aku tidak memiliki suara untuk memberikan penolakan..." Lirih Elora. "Bi- biarkan aku memeluknya, aku akan merindukan bunyi jantungnya walaupun lemah... Just give me a time," pintanya.

My Jealousy BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang