19

158K 5.6K 93
                                        

Update lagi deh biar cepet selesai hehehe...





        Luna baru pulang ke rumah pukul 9 malam. Keadaan Luna sepertinya tidak baik-baik saja, wajahnya terlihat begitu sembab seperti habis menangis. Pandangannya juga kosong dengan mata yang memerah.

Langkah kaki seseorang terdengar oleh Luna yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Dari mana saja kamu?"tanya Dirga dengan wajah datarnya.

Sebetulnya di dalam lubuk hatinya yang paling dalam Dirga merasa begitu cemas dengan kondisi Luna  apalagi Dirga melihat bercak darah di pakaian Luna, apa iya Luna juga terluka. Tapi tadi Dirga mendapatkan kabar dari teman Luna yang bernama Vita, katanya Luna tidak luka sedikitpun tapi kenapa Luna menangis apa ada sesuatu yang ia tidak ketahui.

Luna memilih tidak menjawab pertanyaan Dirga dan berjalan lagi melewati Dirga, Luna sedang lelah sekarang bukan lelah fisik tapi batinnya.

"Daddy tanya Luna!"

Suara dingin milik Dirga menghentikan langkah Luna. Dirga berjalan mendekati Luna yang sudah berada di ujung tangga bawah.

"Aku ingin istirahat dad, aku sangat lelah,"ucap Luna dengan wajah menahan tangisnya.

Dirga akhirnya mengangguk mengijinkan, lebih baik dia bertanya nanti saja saat keadaan Luna sudah lebih baik.

Luna melanjutkan jalannya menuju kamar.

"Aku perlu telepon sahabat Luna yang tadi bersamanya, sebenarnya ada masalah apa ini,"gumam Dirga lalu menghubungi nomor Vita.

.
.
.

Pukul 11 malam Luna termenung di dalam kamarnya sambil menyusui Leon dengan posisi miring, air matanya sesekali mengalir membasahi pelipisnya dan terkadang sampai jatuh membasahi wajah adiknya.

Pikirannya sedang begitu kalut saat ini, dia teringat peristiwa di rumah sakit. Hatinya merasa sakit dan ada penyesalan juga, apa yang di lakukanya di rumah sakit sepertinya sudah keterlaluan dan melewati batasnya. Luna juga tidak percaya ia bisa melakukan sesuatu yang jahat dan tidak sopan seperti itu.

Flashback.

"Maksud ibu apa? Ibu menganggap saya anak ibu?"tanya Luna.

Soraya terdiam kemudian menatap suaminya.

"Pah mamah boleh mengatakan kebenarannya sekarang?"tanya Soraya.

Herman yang masih berbaring di atas rnjang pasien menganggukkan kepalanya pelan, semoga saja Luna bisa menerima alasan mereka dengan bijak.

"Luna duduk di sofa sebentar ya."pinta Soraya.

"Ibu juga tau nama saya?"tanya Luna yang begitu kaget. Ada apa ini sebenarnya?

"Ibu akan ceritakan semuanya, kita duduk dulu di sofa."

Luna memilih menurutinya kemudian berjalan bersama Soraya menuju sofa.

Soraya lalu menatap Vita."kamu juga duduk nak, nanti capek berdiri terus."

Vita mengangguk dan duduk di sofa bersama mereka.

"Luna perkenalkan nama ibu adalah Soraya. Kamu sebenarnya–"Soraya menjeda ucapannya ia sedang mencoba menguatkan batin, ia takut anaknya ini marah kepadanya. Soraya teringat kata-kata dokter yang memeriksa perkembangan psikologis nya, kata dokter ia harus lebih mengontrol diri dan harus tetap berpikir positif.

" Kamu itu anak ibu nak,"lanjut Soraya.

Luna tersenyum merasa lucu dengan perkataan ibu-ibu di depannya ini, apakah ibu ini sedang bercanda. Tapi sepertinya ini waktu yang tidak tepat jika untuk bercandaan.

Menjadi ibu susu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang