Bestfriend - Takata Mashiho

1.2K 214 1
                                    

Hello, lama tak jumpa.

Gimana puasanya lancar??

Lancar kan? Sipp bagus. Mau Mashi masakin buat sahur besok??

Hehehh, Mashi sengaja datengnya malem. Nemenin malem Minggu kamu, aww.

Wkwkwkkk. Sorry gaes, flow-nya masih sedikit sibuk, baru bisa nganter Mashi ketemu kalian hari ini.

-----


"Mashi, Aku masuk ya." Gue berteriak membuka pintu gerbang bercat putih itu. Halaman hijau dengan pot-pot bunga tersusun rapi itu menjadi pemandangan apik di depan rumah.

Gue menapaki undakan ke teras, di teras ada dua kursi yang dipisahkan meja bundar kecil. Dengan tanaman rambat menghias di tembok yang membatasi dengan rumah gue di sebelah.

"Mashi." Gue berteriak lagi manggil yang punya rumah.
"Shihoo!" Gue mengetuk pintu kaca.

"MASUK RA. GAK DIKUNCI." Balas Mashi juga berteriak.

Mendengar itu gue langsung nyelonong masuk. Melewati ruang tamu yang bersih dan amat rapi. Ruang tengah juga sama rapihnya.

Meski bertetangga dekat, rumah ini hangat bahkan untuk gue sendiri yang notaben nya cuman tetangga. Beda sama rumah gue.

"Mashi masak apa?" Tanya gue langsung begitu memasuki area luas dimana bersatunya dapur dan ruang makan, ada kamar mandi di pojok ruangan dan juga tempat mesin cuci.

Mashi yang sedang sibuk di depan kompor menengok, mendapati gue yang udah duduk rapi di meja makan memperhatikannya. Dia tertawa pelan dengan kepala menggeleng heran. Padahal ini sudah menjadi kebiasaan gue tiap hari. Numpang makan siang di rumahnya.

"Mau masak capcai, Ara suka kan?"
Gue mengangguk antusias, "apapun yang Mashi masak." Balas gue cepat.

Dia mengangguk paham, terlihat amat menggemaskan.

"Tante udah keluar kota lagi?" Tanyanya, membalikkan badan ke wastafel mencuci sayuran yang baru saja selesai ia potong-potong.

Gue menghela napas, mengangguk kecil. "Mm. Semalem mama ke bandara di Anter pak Andi mau ke Pontianak."

Mashi mengangguk. Sudah hafal dengan keadaan gue yang selalu sendirian di rumah besar yang berada tepat di sebelah rumahnya. "Om masih di Kobe?"

Gue menghela napas sekali lagi. "Papa udah di Istanbul, lusa mau ke Dubai. Terus Minggu depan harus ke Berlin."

"Ara bantuin mashi masak dong. Mashi mau bikin jus dulu." Katanya membuat gue mendelik. Seumur-umur gue belum pernah main di depan kompor.

"Tapi mashi, Ara kan-"

"Ara mau jos tomat atau alpukat?" Potongnya sudah membuka kulkas.
Gue menghela napas, melangkah ragu ke arah kompor. "Jus tomat." Kata gue saat melewati mashiho di depan kulkas.

"Araa aduk ya masakannya Mashi." Katanya begitu gue udah di depan kompor. Gue dengan ragu meraih spatula, mulai menggerakannya mengaduk sayuran di wajan.

"Oh ya. Mashi belum nyicipin. Ara coba dong, ntar kalo kurang asin tambahin lagi garamnya ya." Perintahnya, gue menoleh menatap mashi yang berkutik dengan blendernya.

"Mashi." Gue melirih.

"Shiho." Panggil gue lagi.

TAPI DIA GAK DENGER GEGARA BLENDER SYALAN ITU.

Gue akhirnya mengalah, mencoba menyicipi masakan di atas wajan.
"AW!" pekik gue kaget. Panas banget.

"Ara kenapa?!" Panik mashi, langsung menarik tangan gue buat di cuci di wastafel.

"Mau nyicip."

Dia menghela napas panjang, masih telaten mengusap jari telunjuk dan ibu jari gue yang mulai memerah.
"Kan ada sendok, kenapa pake tangan?" Tanyanya lembut.

Gue meringis, baru tersadar hal itu.

"Duduk dulu," katanya mendorong gue pelan kembali ke meja makan.
Mashi mematikan kompor, lalu pergi ke ruang tengah. Mengambil kotak P3K.

Dia menghampiri gue. Mengambil duduk di kursi sebelah, menariknya supaya menghadap ke gue, menyamping.

"Mana yang sakit?" Gue menunjukan tangan kanan gue. Dia meraihnya lembut, mengambil obat gel dari dalam kotak dan mengoleskannya ke jari gue. "Nah, udah." Katanya begitu selesai.

Dia mendongak, jadi membalas tatapan mata gue yang sejak tadi memperhatikannya. Gue mengerjap, segera mengalihkan muka.

"Mashi masakannya." Kata gue, dia tersadar. Segera berbalik dan melanjutkan masakannya yang sudah matang.

"Eum. Jus nya tolong tuangin ke gelas, Ra." Kata dia menunjuk jus tomat yang masih ada di blender.

Setelah selesai dengan sayur capcai dan jus tomat. Gue dan mashi duduk berhadapan di meja makan dengan enam kursi itu.

Mashi merunduk, sibuk dengan hp nya.

Gue memainkan gelas jus tomat yang tinggal separuh - bisa gue tuang lagi nanti - sambil sesekali mencuri pandang ke arah Mashi, udah nggak sabar mau makan.

Mashi menghela napas panjang sembari meletakkan hpnya.
"Kenapa?"

Dia mengangkat satu alisnya sebelum mengerjapkan mata. Dia menarik kedua ujung bibir, membentuk senyum. "Miyasa pulang telat. Kita makan berdua aja."

"Tumben." Komentar gue mengingat tabiat adik perempuan mashiho itu tipe adik yang selalu menempel pada sang kakak.

"Mau kerkom." Balasnya pendek, segera membalikkan piring di depannya. Gue mengikuti, menunggu Mashi menuangkan nasi ke piringnya, mengantri.

Makan siang yang biasanya bertiga, hari ini cuman berdua. Biasanya diselingi canda tawa gue dan dua bersaudara itu, jadi diem canggung.

Ya paham si, mashi kayaknya rada kecewa, dia udah masakin makanan kesukaan adiknya walaupun sederhana tapi adiknya bahkan gak pulang buat makan siang dulu sama dia. Mood nya pasti memburuk.

"Mashi, makasih makan siangnya." Gue berucap dengan manis. Dia tersenyum, mengangguk dua kali. "Sama-sama."

Senyum itu jelas hanya sebuah lengkung tanpa makna.

"Ehm, mau ngajak Kotetsu jalan-jalan nggak?" Tanya gue menunjuk anjing kecil di kandangnya.

Mashi menengok ke arah yang gue tunjuk, senyumnya mengembang begitu saja mendapati anjing kecil itu menggonggong pelan.

"Kotetsu ayo jalan-jalan sama Mommy!" Girangnya sudah berlari ke arah kandang.

Wait.

Mommy? Me??

-flow

Treasure ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang