Fantasy - Park Jeongwoo

631 115 6
                                    

Hallo, i'm back.

Hahaha. Lama banget ya?

Maaf ya, dan buat yang kemarin bantuin aku, makasih banget🖤

Aku harap kalian suka.

______

Fantasy - Park Jeongwoo

Di hadapan gue jeongwoo berdiri dengan ransel yang ada di punggungnya. Gue meneguk ludah, jadi mengusap wajah yang sudah sembab. Lupa kalau malam ini gue ada janji dengan jeongwoo untuk mengerjakan tugas kelompok di rumah gue. Dan sialnya, papa pulang dari luar kota saat mama baru balik dari Singapura, pergi  sama temen-temen arisannya buat shopping.

"Lo kapan sampe?" Tanya gue serak.

Jeongwoo berdehem, "belum lama."

"Apapun yang Lo denger, please. Lupain." Ujar gue. Dan jeongwoo tak bereaksi banyak. Masih terlihat jelas wajah syok nya.

"Gue gak denger apapun. Lo bisa berpikir begitu. Lo bisa nganggep gue gak tau apapun.. tapi nanti." Ujarnya dengan lengan yang kini merengkuh tubuh gue erat. Bahkan gue gak menyadari kapan dia mengikis jarak yang tadinya lebih dari satu meter itu.

"Gue akan lupain semuanya kalo gue udah pastiin Lo baik." Bisiknya. "Luapin semuanya, jangan dipendem sendirian."

Mendengar itu hati gue berdesir, dan entah bagaimana gue justru kembali terisak dalam pelukannya. Jeongwoo tak bicara banyak, sesekali menepuk punggung gue menenangkan.

Mungkin lebih dari lima belas menit kita dalam posisi itu di halaman rumah gue.

"Thanks, Woo." Ujar gue lirih, jeongwoo melepas rengkuhannya, kini merunduk menatap wajah gue. Dia tersenyum, menyubit hidung gue. "Jaket gue basah." Katanya mengerling jahil.

Gue memajukan bibir, manyun. Dengan kesal memukul lengan jeongwoo membuat cowok itu tertawa pelan. "Ikut gue yuk?"

"Kemana?"

"Ada." Jawabnya mengulurkan tangan dengan telapak tangan terbuka. Gue menerima uluran itu hingga jeongwoo kini menggenggam tangan gue erat dan kembali menarik gue dalam pelukannya. Tangannya melingkari pinggang gue.

Dan dalam sekian detik.

Gue nggak lagi menapakkan kaki.

Untuk pertama kalinya. Dan entah ini cuman halusinasi gue aja... Jeongwoo membawa gue terbang dengan sayap besar di punggungnya.

"Woo?" Gumam gue. Jeongwoo tersenyum, kini tak lagi membawa gue semakin ke atas karena kita sudah mendarat. Di tepian tebing.

"Lo nggak takut ketinggian kan?" Tanyanya dengan bodoh.

"Lo mau ngajak gue bunuh diri?"

Dia tertawa. Mengacak rambut gue. "Gue bahkan gak bisa ngelihat Lo luka."

Gue melangkah ke tepian tebing, duduk mengayunkan kaki di bibir tebing itu. Jeongwoo mengikuti, kini duduk merapat tak memberi jarak. "Lo kalo jatoh dari sini udah gak di bumi lagi bego, ati-ati." Ujarnya kesal.

"Hmm, gakpapa. Capek juga di bumi." Ujar gue iseng. Jeongwoo menatap gue horor. "Berat banget beban Lo?"

Gue menggeleng, mengangguk tak yakin.

"Papa sibuk nyari duit. Mama sibuk ngabisin duit. Sekalinya ketemu sibuk saling nyalahin."

Kita terdiam. Jeongwoo tak membalas apapun dan gue sibuk dengan pikiran gue.

Apa mungkin jatoh di sini akan lebih baik daripada gue harus di rumah?

Mata gue menatap jauh, dari atas sini langit keliatan lebih cerah tanpa polusi. Bintang-bintang terlihat jelas dengan bulan yang bersembunyi kecil di balik awan-awan tipis. Juga pemandangan kota yang apik. Lampu-lampu rumah dan gedung-gedung. Apalagi tempat ini sunyi. Hanya suara binatang malam. Jangkrik dan serangga lainnya. Burung hantu, juga gue rasa ada air terjun dekat sini.

"Gue punya satu kesempatan buat bantu wujudin keinginan Lo." Ujar jeongwoo memecah hening.

Gue menoleh, mendapati kini jeongwoo menatap gue dalam dari samping. Tatapan mata kami bertemu, membuat gue sadar. Jeongwoo bukan manusia kayak gue. Entah apa itu.

Jeongwoo menjetikkan jarinya di hadapan kami. Seperti layar yang menayangkan keadaan rumah beberapa tahun lalu. Saat masa kecil gue, di mana keadaan rumah masih bisa gue sebut dengan rumah.

Kemudian, tayangan itu berganti. Menunjukan kesalahan papa dan mama yang keduanya sama-sama lakukan. Papa dengan sekretarisnya, dan mama dengan seorang pengusaha di Batam.

"Woo?" Gue gak bisa berkata-kata lagi, kenyataan itu terlalu mengejutkan buat gue. Meski gue harusnya gak heran.

"Atau mau intip masa depan Lo?" Katanya siap mengganti tayangan.

Gue menggeleng. "Gak. Gue nggak mau."

Jeongwoo tersenyum, "Lo bisa perbaiki sesuatu di masa lalu dengan pergi ke sana."

Gue mengalihkan wajah, kembali menatap pemandangan kota. "Bukannya gak ada yang bisa gue perbaiki?"
"Mereka sama-sama salah."

"Lalu?"

"Udah sifat mereka begitu, Woo." Ujar gue parau. "Kalaupun ada kesalahan yang harusnya diperbaiki, gue akan memilih untuk enggak lahir ke dunia ini." Ujar gue yakin, "dengan itu gue gak perlu ngalamin apa yang sekarang gue lalui."

Gue berdiri. Membuat jeongwoo mendongak menatap gue.

Dan gue baru sadar, dari ketinggian ini. Angin terlalu kencang buat gue yang cuman pakai kaos lengan pendek.

"Gue rasa.. lebih baik Lo liat gue luka." Kata gue.





Gue tersenyum saat melihat samar jeongwoo merentangkan sayapnya. Menyusul gue yang menjatuhkan diri.


"Woo. Makasih. Dan maaf."

__________

Kalo rame, Junghwan sore nanti aku anter ke kalian.


-flow

Treasure ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang