Fantasy - Yoon Jaehyuk

852 130 9
                                    

Hallo!!!

Gimana kabarnya? Sehat kan?

Cantiknya Jaehyuk semangat ya. Apapun itu, you can do it. Semuanya akan berlalu, pasang badan, kuatin bahunya lagi. Kita bisaa😊

Sorry ya Flow baru balik, seminggu ini abis drop😌

Ini aku sempetin nulis karena aku udah lama nggak nulis. Kangen banget..

Btw, bantu koreksi barang kali ada typo. Aku gak sempet baca ulang. Tadi sore abis nulis aku lanjut nugas lagi soalnya😂

_______

Fantasy - Yoon Jaehyuk

"Jae. Ini serius orang yang dicari Zera ada di dalem sana?" Tanya gue pada sosok tak kasat mata yang menamai dirinya Jae.

"Iya, di dalem semua." Ujarnya frustasi. "keamanan bangunan ini ketat banget. Gila." Gumamnya berlanjut, masih asik bolak balik layaknya setrika.

"Maksudnya?" Tanya gue bingung.

Di depan gue, dua manusia lagi lebih bingung natapin gue ngomong sendirian.

"Lo ngomong sama siapa, Mi?" Tanya Zera - si cewek kota yang entah bagaimana ceritanya bisa masuk ke dalam hutan ini dan bertemu gue serta Danu yang sedang mencari kayu bakar.

"Dia bisa ngomong sama setan, Ra. Udah biarin aja." Jawab Danu dengan entengnya.

Gue melotot mengancam, tapi seperti biasa Danu tak peduli banyak dan kembali pada posisinya mengawasi orang-orang yang berlalu lalang masuk ke dalam bangunan besar yang ada di tengah hutan ini.

Kami bertiga bersembunyi di balik pohon Pinus besar, mengawasi sebuah bangunan mencurigakan yang anehnya warga desa pun gue rasa gak ada yang tau. Karena yaa, gue dan Danu pun baru tau keberadaan bangunan besar itu.

Ada banyak orang yang berlalu lalang masuk ke dalam bangunan itu, mereka mengenakan jas putih panjang selutut, layaknya orang-orang pinter. Pasti. Pasti mereka orang-orang pinter yang buat bangunan ini.

Tapi tujuan mereka apa buat bangunan besar di tengah hutan? Yang bahkan akses jalan pun ke sini gak ada. Listrik apa lagi. Cuman tanpa itu pun, mereka udah punya listrik sendiri. Buktinya gedung itu terang benderang penuh lampu di setiap sudutnya.

"Mi dengerin gue." Panggil Jae membuat gue urung melemparkan biji Pinus ke muka Danu karena gue manggil tapi dia gak denger juga.

"Mi. Bilangin Zera. Jangan hidupin ponsel, hand talk, atau apapun gedget yang dia punya. Karena di sini, sinyal bakal ke deteksi. Dan itu akan buat kalian dalam bahaya." Jelas Jae yang sama sekali gak gue ngerti.

Sebagai anak desa yang jauh dari kota. Gue gak paham sama teknologi sekarang. "Udah bilang aja." Desaknya membuat gue memutar bola mata malas.

"Ra, jangan hidupin teknologi Lo apapun itu."

"Why?" Tanyanya tak terima. "Kenapa?" Ulangnya sadar bahwa gue gak paham sama apa yang dia ucapkan.

"Kata Jae. Gedung itu ada alat yang bisa ngelacak sinyal. Gak paham gue. Intinya itu akan bikin kita dalam bahaya."

Zera mengangguk meski kurang paham juga.

"Jin Lo keren juga sekarang ngerti teknologi." Komen Danu sama sekali tak bermutu.

"Gue bakal cari jalan masuknya biar kalian bisa nyelametin mereka. Kalian mending kembali ke desa sebelum gelap." Ujar jae mengingatkan bahwa hari akan segera berakhir.

Matahari sudah turun di ufuk barat, dan burung-burung pun sudah kembali ke sarangnya masing-masing. Serta suara binatang sore yang mulai bersahutan.

"Dan, Ra. Udah gelap. Kita harus pulang. Kalau enggak warga bakal nyari kita ke sini." Gue mengajak keduanya. Yang diangguki Zera dengan mudah.

"Hmm. Kita bisa balik lagi ke sini besok. Gue juga perlu hidupin ponsel buat hubungin temen gue. Gue rasa kita perlu bantuannya." Ujar Zera setuju, kini memperbaiki kacamata minusnya.

"Hati-hati, jangan sampai papasan sama mereka." Pesan Jae yang gue angguki lagi.

"Lo hati-hati. Besok pagi kita kesini." Ujar gue yang untuk pertama kalinya gue mengkhawatirkan hantu yang berinteraksi sama gue. Dia mengangguk yakin.

"Ayo." Ajak Danu.

_____

Paginya, selepas subuh. Gue dikejutkan dengan adanya Jae di jendela kamar. Gue membuka jendela kamar gue dengan kasar, membuat udara dingin langsung menyerbu masuk. Zera yang masih bergumul dengan selimutnya menarik rapat selimut itu, makin meringkuk kedinginan.

"Lo kenapa kesini?"

Jae masuk ke kamar. "Mia. Ini gawat." Ujarnya membuat gue seketika menegang takut. "Gue gak ketemu jalan masuk yang aman. Ada kamera pengawas di setiap lorong." Jelasnya menggambarkan suasana di dalam gedung besar itu.

"Itu tandanya, kita gak bisa nerobos masuk?" Tanya gue, Jae mengangguk yakin.

"Gak ada manusia yang akan lolos masuk ke sana tanpa pengawasan. Kecuali listriknya mati. Tapi itu pun percuma karena mereka pakai banyak sumber listrik."

"Gimana Je?! Pelan-pelan gue gak paham." Gue berujar tegas. Membuat sosok tampan itu mencoba mengatur napasnya yang sudah sangat memburu. "Tenang dulu. Jelasin pelan-pelan biar gue paham."

"Keamanan di sana sangat bergantung sama listrik. Cara satu-satunya buat masuk dengan aman adalah dengan matiin listriknya." Ujarnya kini lebih pelan sambil menatap mata gue.

"Itu gampang, kita cuman perlu nyari meteran listriknya."

Jae menggeram kesal. "Gak segampang itu." Ujarnya kesal. "Ini bukan kaya rumah yang listriknya bisa diatur pake meteran listrik."

"Astaga otak gue gak nyampe." Nasib, gini amat jadi anak kampung. Kenapa kalah sama setan ganteng.

"Listrik di sana kan bukan dari PLN." Gue mengangguk saat Jae kembali mencoba untuk memberi pemahaman sama gue. "Di sana pake sumber listrik sendiri."

"Mereka manfaatin air terjun di belakang gedung, panas matahari di atap gedung sama panas bumi di bawah gedung."

Gue mengumpat mendengar itu. Serakah banget.

"Nanti gue bicarain sama Zera mungkin aja dia tau apa yang bisa kita lakuin." Ujar gue pasrah, menatapi gadis cantik yang masih terlelap dalam mimpinya. Dia baru bisa tertidur jam 2 malam setelah mencari informasi di internet tentang pesawat hilang itu. Lebih tepatnya informasi tentang penumpang pesawat itu.

"Keadaan mereka gimana?"

"Mereka baik-baik aja. Penculik itu gak akan menyakiti mereka karena tujuan mereka nyulik karena butuh kepintaran mereka untuk menciptakan apa yang para penculik itu inginkan."

Okee.

"Energi gue mau abis. Gue harus balik ke tuan gue." Ujarnya, gue seketika menegak, kepala gue menengok. Menatapi sosok Jae yang makin transparan.

"Gue harap informasi ini bisa bantu kalian. Gue tunggu kalian nyelametin mereka."

"Gue tau kalian bisa."

"Je?" Panggil gue saat sosok Jae benar-benar akan lenyap dari pandangan gue.

"Kita bakal ketemu lagi, Mia. Tolong selamatkan tuanku dan teman-temannya." Ujarnya untuk terakhir kali, dan kini Jae benar-benar lenyap.

Gue menangis tersedu.

Bagaimana kalau gue dan yang lain gak bisa menyelamatkan orang-orang di dalam sana?

Bagaimana jika gue gak bisa bertemu lagi sama Jae?

Bagaimana bisa gue sayang sama sosok yang jelas beda dunia sama gue?

"Jae. Gue janji gue bakal menyelamatkan tuan Lo. Gue janji gue bakal ketemu lagi sama lo."

______

Paham nggak sama ceritanya?

Paham lha yaa.

Kalo enggak ya kapan-kapan aku jelasin,mungkin.

See you😘

Bentar lagi Yedam yeayy😻

Treasure ImagineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang