Adhika mengerutkan dahinya ketika melihat sebuah surat yang diletakkan di atas meja kerjanya. Sedangkan Winata tampak menatap Adhika dengan senyuman yang lebar, ia sangat bersemangat untuk menyampaikan ini pada Adhika sambil membawakan bekal untuk Adhika hari ini.
"Test beasiswa ke German?" Tanya Adhika menanyakan, ia hanya tak ingin salah lihat atas apa yang ia baca.
Winata mengangguk semangat. "Iya, aku dapet email dari Pritama Group, udah lama sih aku daftar ada mungkin lima atau empat bulan lalu. Aku emang mau ngelanjutin sekolah ke German, negara yang pengen banget aku kunjungin." Tutur Winata tampak bersemangat.
Adhika seketika mengubah wajahnya menjadi datar. "Kenapa kamu gak pernah cerita sebelumnya sama aku soal sekolah ini?" Tanya Adhika terdengar dingin.
Winata seketika melunturkan senyumannya, hatinya merasa tidak enak seketika. "Emm... Ma-Maaf, Adhika. Maaf aku belum pernah cerita. Ngelanjutin kuliah di German itu impianku, dan aku rasa kesempatan gak akan dateng dua kali kalau aku gak coba."
"Tapi kenapa harus German? Gimana sama hubungan kita? Bahkan kita baru aja masuk delapan bulan pacaran. Kita butuh banyak waktu bersama, Winata." Tutur Adhika terdengar kesal, sekaligus kecewa.
Winata sedikit menundukkan kepalanya. "Maaf, Dhika. Seperti yang aku bilang, German adalah negara yang paling aku kunjungin. Dulu aku sama kakak aku bercita-cita untuk sekolah bareng di luar negeri. Walaupun pada akhirnya kami gak bersama, setidaknya aku pengen mewujudkan keinginan kami yang tertunda itu." Cerita Winata dengan suara lemahnya.
Adhika menatap dengan tatapan sendunya. Sejenak ia menghela napas, tangannya pun ia taruh tepat di depan Winata. "Bawa suratnya dan keluar dari ruanganku."
Seketika Winata menaikkan kepalanya. "Adhika?"
"Tolong keluar, aku butuh waktu sendiri." Kata Adhika dengan ekspresi datarnya.
Winata merasakan seperti ada ribuan panah yang menghujam jantungnya. Dengan berat hati ia pun mengambil surat tersebut. Ia pun beranjak dari kursi dan melangkah kearah pintu ruangan Adhika. Sejenak ia melirik kearah Adhika yang kini mengalihkan pandangannya kearah lain, prianya bahkan tak ingin menatap kearahnya. Winata menghela napas, ia pun keluar dari ruangannya.
Winata menatap surat yang ia pegang, sebuah surat yang dia cetak dari email-nya pagi ini. Winata sangat senang karna setelah ia mendaftar dari link yang didapatkan dari Erlina dirinya tidak menyangka akan lulus persyaratan test beasiswa ke German. Ini salahnya, seharusnya ia menceritakan soal rencananya sekolah di German pada Adhika. Ia lupa akan hal itu karna dirinya sendiri merencanakan hal ini sebelum ia bersama Adhika, ya walaupun ia sudah menjadi pacar-pacarannya Adhika, tetap saja ini rencana yang sudah Winata pikirkan matang-matang.
Bahkan berpikir memiliki hubungan yang sangat serius bersama dengan Adhika dulu tak pernah terpikirkan oleh Winata. Tetapi melihat ekspresi Adhika tadi, ia tau bahwa pria itu sangat serius dengannya. Ia merasa bersalah.
"Udah gue duga dia bakal marah." Sahut Erlina disampingnya sambil meneguk minuman kaleng rasa leci ditangannya setelah mendengar cerita Winata.
Winata menghela napas. "Dan gue gak berekspektasi kalau dia semarah itu. Lebih ke kecewa mungkin."
"Lo harus jelasin ke dia, Nat. Karna lo gak pernah tau apa yang dia pengen dari lo. Adhika gak pernah kayak gitu sebelumnya, maksudnya walaupun dulu dia sama Laura dia jauh lebih serius setelah sama lo. Berharap lo gak pergi, itu yang gue liat. Bahkan dia gak gitu ke Laura, dia terlalu ngebebasin Laura. Itu yang mungkin gue liat setelah kerja beberapa tahun sama Pak Adhikong." Tutur Erlina sambil melirik kearah Winata.
Adhika serius dengannya? Menjalani hubungan delapan bulan bersama dengan Adhika kini adalah sesuatu yang sangat baru. Berpikir untuk serius adalah hal yang luar biasa karna umur hubungan mereka masih seumur jagung. Winata menghela napas panjang untuk kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutukan Cinta - #KutukanSeries1
Romance#Kutukanseries : Kutukan Cinta #1 ❤️❤️❤️❤️❤️ Sial seribu sial bagi Winata, cewek 24 tahun yang lagi-lagi diputuskan sepihak dengan kekasih yang entah sudah keberapa. Mau menangis, ia bahkan tidak tau apa yang harus ditangiskan, mungkin tepatnya nasi...