BAB 21

828 55 12
                                    

Aku masih di rumah sakit dan berniat akan menginap disini untuk menemani kak Arion malam ini.

Aku melihat jam di ponselku. Sekarang udah jam 8 malam. Kak Ansel lagi cari makan, sedangkan kak Arion masih tidur dan belum bangun sama sekali sejak perawat memberinya obat tadi siang.

Aku sempat khawatir dan akhirnya aku tanyakan sama perawat yang baru aja masuk ke kamar kak Arion untuk mengecek infusnya.

Kata perawat, kondisi kak Arion cukup baik. Kak Arion belum juga bangun karena itu efek dari obat penenang yang diminum kak Arion tadi siang. Katanya saat pemeriksaan tadi, diketahui kalau kak Arion selama beberapa minggu ini mengalami kesulitan untuk tidur dan sering merasakan kecemasan yang berlebih. Terus katanya akhir-akhir ini kak Arion juga kesulitan mengendalikan emosinya.

Kata perawat, menurut gejala yang kak Arion alami, kak Arion ada kemungkinan mengalami depresi. Dan baru besok kak Arion dijadwalkan akan bertemu psikiater untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat depresi yang kak Arion derita.

Fisik kak Arion sendiri sebenarnya sudah sangat kelelahan, tetapi otaknya menyuruh sebaliknya. Akhirnya dokter memberikan obat penenang untuk membantunya beristirahat.

Apa lagi ini? Aku kaget banget dengernya. Kenapa juga kak Ansel tadi nggak ceritain tentang ini ke aku?

Kenapa jadi seperti ini?

-----

"Eeeengh!"

Aku yang lagi duduk disofa, langsung mendekat begitu mendengar suara kak Arion mengerang.

Kak Arion membuka matanya perlahan. Dia diem aja sambil natap aku.

Aku yang ditatap seperti itu menjadi gugup dan salah tingkah.

"Kakak haus? Mau minum? Masih sakit perutnya?" Tanyaku mencoba memecah suasana.

"Ngapain kamu disini?" Tanyanya dengan suara parau.

"Umm... Freya.... mau.... nemenin kakak disini."

"Nggak perlu! Kamu pulang aja!" Ucapnya, lalu kak Arion kembali memejamkan matanya.

Aku berusaha nggak menangis kali ini. Tapi nggak bisa. Perasaan bersalah mendadak muncul saat melihat kondisi kak Arion yang seperti ini.

"Maafin Freya!" Ucapku dengan suara bergetar sambil menunduk.

Tiba-tiba, kak Arion mencengkeram pergelangan tangan aku, lalu menarik tanganku ke arahnya dengan sekali sentakan. Jadinya badan atas aku menimpa badan kak Arion.

"Akh!" Pekikku.

Kak Arion sempat mengernyit kesakitan karena sepertinya badanku mengenai perutnya. Tapi saat aku mau bangun, dia malah nahan pinggang aku.

"Kakak...." Belum sempat aku protes, kak Arion sudah menyelaku.

"Aku melepas kamu, karena itu adalah keinginan kamu Freya."
"Seharusnya kamu nggak usah perduliin aku lagi!"
"Seharusnya kamu nggak perlu nunjukin ke aku kalau kamu merasa bersalah dengan apa yang udah terjadi sama aku."
"Seharusnya kamu nggak perlu minta maaf untuk ini semua!"
"Seharusnya kamu bahagia saat ini karena kita udah putus sesuai seperti kemauan kamu!"

Aku menatap wajah kak Arion. Air mata aku semakin deras menetes. Apalagi denger kak Arion ngomong kayak gini. Hati aku jadi sedih banget.

"Aku terpaksa menyetujui kita putus, karena kamu bilang kamu nggak bahagia sama hubungan ini Freya. Terus kenapa sekarang kamu malah terlihat sebaliknya?" Tanyanya lirih. Sorot mata kak Arion juga tampak ada kesedihan disana.

"Dan kalau kamu tau, aku mati-matian menahan keinginanku untuk ketemu sama kamu, berusaha menjauh dari kamu selama ini karena aku kira dengan begitu kamu akan lebih bahagia."
"Tapi apa kenyataannya? Kamu malah menangis tiap malam."

My Arion (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang