10. Sudden Decision

1.2K 109 6
                                    

Artemis tertawa tak nyaman, rasanya aneh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Artemis tertawa tak nyaman, rasanya aneh. "Kenapa kau mengatakannya padaku? Aku—"

"Kau penyihir." Ara mengangkat bahu. Yang Ara inginkan di sini sudah terpenuhi. Dia sudah tahu ujung benang merahnya. Lalu, untuk apa tetap tinggal jika ada Artemis yang mungkin bisa membawanya pergi?

Artemis menghela nafas perlahan. "Aku memang penyihir. Tapi, membawa manusia keluar gerbang di saat gerbangnya menguat itu mustahil. Tubuhmu akan hancur."

"Aku bisa masuk dengan mudah, mustahil tidak bisa keluar. Pasti ada jalan." Masih saja gadis itu bersikeras untuk keluar dari dunia hitam. Semua ini hanyalah fantasi semata. Dia berharap esok hari akan terbangun di lantai penjara yang dingin. Mungkin lebih baik.

"Tidak." Artemis menggeleng. Dahinya mengerut dangkal. Sedang berpikir solusi yang pantas untuk Ara. Maksudnya, dia tahu bagaimana perasaan gadis itu yang merasa asing di sini. Namun, Artemis pun tahu bagaimana Sean putus asa menunggu matenya datang. "Waktu itu gerbang dimensi melemah karena—" Artemis mengigit bibir. "Intinya karena ulahku. Namun, sekarang gerbang dimensi jauh lebih kuat dari sebelumnya."

"Jika itu karena ulahmu, tentu saja kau bisa melakukannya lagi," kata Ara. Kepalanya meneleng ke samping, memperhatikan Artemis dengan curiga.

Artemis menghela nafas. Mendengar pertanyaan itu, dia jadi teringat peristiwa beberapa bulan lalu yang hampir membawa kehancuran pada dunianya. "Tidak bisa." Dia menggeleng tegas.

"Kau tidak mau membantuku?" Ara menaikkan salah satu alisnya. Dalam setiap gerakan tubuh, gadis itu berniat menekan Artemis. Dia tidak akan menyerah untuk pergi dari sini.

Dengan tatapan malas, Artemis mendekati Ara. Dia duduk di samping gadis itu sembari memperhatikan luka-luka di wajah yang didapatnya. "Beberapa bulan yang lalu, aku hampir menghancurkan bumi, karena itu gerbangnya melemah. Lalu kau memintaku melakukannya lagi? Kau tahu apa yang kukorbankan untuk memulihkannya kembali?" tanyanya dengan netra menajam. Ara merasa terintimidasi. Dia memalingkan wajah dengan nafas kasar.

"Lalu bagaimana perasaanmu ketika kau yang tidak tahu apa-apa tiba-tiba diseret masuk ke dunia antah berantah dan diumpankan pada monster-monster gila?" Ara memutar bola matanya.

"Tidak ada yang mengumpankanmu." Artemis menaikkan bahu. "Jika kau ingin protes, proteslah pada Dewi Bulan. Aku hanya mengikuti perintahnya."

Ara menoleh cepat. "Maksudmu Lunar? Atau Dewi Artemis?"

"Mereka sama." Artemis mengangguk. "Tapi, makhluk biasa dunia hitam mustahil bisa memasuki kediaman pada dewa. Kecuali mereka mengundang kita."

"Kau hanya ingin mengatakan bahwa mustahil untukku keluar dari sini kan?"

"Aku sudah mengatakannya," tutur Artemis polos. Dia berdiri kembali, menghadap Ara yang diam menunduk. Gadis itu tengah memperhatikan jari kelingkingnya yang sudah tidak terlihat benangnya. Memang ide yang bodoh untuk mencari tahu ujung dari benang merahnya sendiri.

This Cruel Alpha [3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang