64 - The Conjunction

380 34 10
                                    

Kuda coklat datang dengan Arxein yang menungganginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kuda coklat datang dengan Arxein yang menungganginya. Dia tidak memakai baju zirah seakan memang tidak ingin berperang. Tetapi di pinggangnya, ada sebilah pedang, terlihat mengkilap walaupun cahaya matahari mulai menghilang. Lebih dekat, Ares bisa melihat apa yang dia bawa selain pedang.

Ara.

Sebenarnya, bahkan sampai detik ini pun Ares tidak mengerti bagaimana Likaon menafsirkan bahwa dialah yang akan mengangkat kutukan di Aveloan. Serta, bagaimana dia mengartikan bahwa, Ara menjadi tumpuannya? Secercah rasa ingin lari menghampiri Ara dan membawanya pergi. Tidak bisa Ares lakukan. Gadis itu sepertinya masih pingsan ketika Arxein turun dari kudanya. Ini sebuah kesempatan bagus untuk menyerang, mengingat Likaon masih fokus terhadap mangsanya.

Pedang Likaon berjarak sekitar sepuluh meter dari Likaon berdiri. Jika ingin ke sana, Ares tentu harus melewati Likaon. Dan mustahil tidak terluka. Dia harus mengambil risiko. Ares menggeram kecil, dia berlari menubruk Likaon dengan keras. Lycan itu memang tidak menyerang, dia hanya menabraknya, membuat Likaon kembali terjatuh di atas genangan darah.

Fuck off!”

Ares mencekik Likaon dengan kedua tangannya yang tajam. Giginya yang begitu besar meringis, liurnya bahkan sampai menetes membasahi dada Likaon. Kakek tua itu mendelik, merasakan tenggorokannya terbakar. Cengkramannya terlalu kuat, bahkan hampir mengoyak leher itu menjadi serabutan. Darah mencurah dari nadi Likaon. Jari-jemari Ares sudah begitu masuk dan mengoyaknya. Kakek tua itu tidak akan mampu lagi mengucapkan mantra.

Jleb!!

Sebuah pedang menancap di bahu kiri Ares. Seketika kegiatannya mencekik pun terhenti. Dia berbalik, sembari melepaskan pedang yang menancap itu. Bukan sesuatu yang menyakitkan karena hanya pedang biasa. Tapi, tentu saja mengganggu kegiatannya. Dia menatap Arxein garang, lelaki itu lah yang melemparkan pedangnya.

“Jika kau membunuhnya, dia akan mati.” Arxein dalam keadaan sadarnya, dia memegangi Ara dengan satu tangan—di leher seperti akan mencekiknya. Gadis itu belum sadar total. Namun, Ara berdiri di depan Arxein, dengan matanya yang sayu seperti hendak mengenali situasi di sekitarnya.

Kaki Ara terasa begitu lemas. Dia dipaksa berdiri ketika bahkan tubuhnya masih dalam keadaan off. Dari tempatnya berdiri, samar-samar Ara melihat warna-warni aneh yang belum pernah ia lihat langsung. Senja yang menggelap, genangan darah terkacar dimana-mana. Bukan hanya itu, potongan tubuh manusia terlihat acak-acakan di sekitarnya.

Seketika Ara sadar. Dia sedang dicekik. Gadis itu terkesiap dengan gerakan seperti terkejut. Arxein tau, Ara sudah mulai sadar.

“Diam jika kau ingin hidup,” bisik Ein tepat di telinganya. Nafas Ara menjadi tidak beraturan. Ia melihat betapa mengerikannya medan ini. Di kejauhan, dia mengenali sosok Lycan yang tengah berdiri menatapnya. Jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi tidak sedekat itu untuk saling menggapai.

This Cruel Alpha [3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang