4. Kejadian kantin

44K 6.5K 261
                                    

Vote dan commentnya jangan dilupa ya :*

Bel pertanda istirahat menggema di seluruh ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel pertanda istirahat menggema di seluruh ruangan. Guru-guru yang mengajar sontak menghentikan pelajaran dan membiarkan murid-muridnya beraktivitas bebas di waktu ini. Sebagian orang di kelas pergi ke kantin, sedangkan Liora masih sibuk membaca materi guna mengisi kekosongan otaknya. Tetapi Devia dan Sherin selalu merecokinya dan meminta pergi ke kantin bersama.

“Ayolah Ra. Gue laper nih.” ujar Sherin sambil menggosok perutnya.

“Abis makan lo bisa lanjut belajar kok. Ya, ya?” Devia menggoyang-goyangkan lengan Liora, membujuknya dengan tidak sabar.

Liora menghela napas. “Oke. Jom ke kantin!”

Fasilitas di kantin sangat baik. Setiap meja bisa menampung hingga enam orang. Kondisinya bersih dan juga nyaman. Tapi saat ini Liora tidak memiliki napsu makan, jadi dia memutuskan memesan es teh.

“Liora...”

Gadis itu sontak menoleh dan mendapati wajah yang agak familier. Berusaha mengingatnya, akhirnya dia tahu siapa. Ini Zia, pacar Rezi. “Apa?”

Zia yang sedang membawa mangkuk berisi bakso menggigit bibirnya, terlihat gugup. Dia berjalan mendekati Liora lalu berkata, “Aku tau kamu gak sengaja waktu itu. Aku bakal bujuk Rezi biar gak marah lagi sama kamu.”

Alis Liora terangkat. “Maksud lo apa?”

Semua orang yang berada di kantin perlahan memusatkan perhatian pada kedua orang itu. Beberapa diantaranya berdecak kagum melihat wajah Liora, sebab selama ini gadis itu selalu terlihat dengan make up tebal. Walaupun indah, tetapi tidak bisa ditandingi dengan wajah polosnya sekarang.

Mata Zia nampak panik. “I-itu... kamu sahabat baiknya Rezi, aku gak mau kalian jadi musuhan karena aku.”

“Gue gak ngerti maksud lo.” Kening Liora mengerut. Dia maju selangka, berdiri beberapa cm di hadapan Zia. “Lo pasti tau gue hilang ingatan. Maksud lo apa ngomong kek gini?”

“A-aku cuma mau lurusin masalah aja.” cicit Zia takut dengan kepala tertunduk.

Liora bersedekap dada. “Denger. Gue gak bisa inget apapun sekarang. Gue gak bisa tau siapa yang salah dan siapa yang bener. Jadi bisa gak lo jangan ngungkit hal yang gak gue ketahui?”

“Oke... maaf— AH!” Zia terpekik pelan begitu tubuhnya tersenggol seseorang dari belakang, menyebabkan kuah baksonya terciprat ke lengan Liora.

“Shhh...” Liora sontak meringis merasakan panas yang membasahi pakaian dan lengannya.

“RARA!” Devia dan Sherin yang baru saja selesai mengambil makanannya berlari mendekat ketika melihat kejadian itu.

Devia melihat lengan kiri Liora yang mulai memerah dan tidak tahan mencaci, “Ogeb! Lo apain sahabat gua?”

“A-aku gak se—”

“Pasti lo sengaja buat Rara gini! Maksud lo apa deketin Rara? Mau cari masalah lagi?” Sherin menggertakkan gigi dan menatap tajam Zia yang sekarang menunduk.

“Zia,” Rezi yang baru memasuki kantin dan melihat kekacauan ini mendekat. Dia merangkul pundak kekasihnya dengan lembut.

“Ada apa? Kamu ditindas mereka lagi?” kata laki-laki itu sambil memberi pandangan memperingati pada ketiga gadis di hadapannya.

Devia dan Sherin tidak tahan menahan sumpah serapah. Sherin maju menutupi Liora untuk melindungi lalu mendorong pundak Zia menggunakan jari telunjuk. “Lo gak mau jelasin ke pacar tersayang lo ini?”

Zia menatap Rezi dengan mata memerah. “Gak gitu Zi, aku gak sengaja numpahin kuah. Liora... maaf...”

Sherin menepis tangan Zia yang terulur. “Uler,”

Rezi memelototi Sherin. “Gak usah lebay. Zia udah bilang gak disengaja.”

Devia yang mengurus Liora di belakang tidak bisa menahan komentar, “Tangan Rara melepuh karena dia dan lo masih belain? Anjim banget.”

Liora mengernyit menatap ekspresi Rezi yang kusut, masih mendukung Zia dengan lembut. Dia menghela dalam hati lalu menarik Sherin dan Devia. “Anterin gue ke UKS.”

“Oke, oke. Kita gak perlu abisin waktu sama sampah macam mereka.”

Kedua gadis itu menjaga Liora di setiap sisinya. Sebelum pergi, mereka tidak lupa memelototi pasangan tersebut.

Ketika sampai di UKS, Sherin dan Devia memaksa Liora untuk beristirahat di sana dan melarangnya memasuki kelas. Setelah menulis nama Liora di daftar pengunjung, Devia tidak bisa menahan cibiran.

“Dia kira dia bisa berkuasa di sekolah ini? Gua heran kenapa para cowok suka cewek modelan kek dia.”

Setelah membantu Liora membilas lengannya yang terkena kuah panas, Sherin mengambil salep dari laci. Ngomong-ngomong Sherin salah satu anggota PMR. “Rezi sih gue biasa aja. Masalahnya gimana bisa dewa es juga kepicut sama Zia?”

Liora yang sedaritadi terdiam mengerjap bingung. “Dewa es? Siapa?”

Sambil mengoles salep di lengan Liora, Sherin menjawab, “Archeron.”

“Oooo...” Tidak ada ketertarikan lebih jadi Liora memilih diam.

Setelah memastikan Liora lebih baik, Sherin dan Devia kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi. Sayang sekali mereka tidak jadi makan karena masalah ini. Penjaga UKS mempersilakan Liora untuk bebas melakukan apapun. Jadi Liora pertama memerhatikan UKS dengan lekat.

UKS sangat bersih dan harum. Di dekat pintu terdapat meja untuk penjaga UKS, di sisi kiri ruangan dipenuhi meja yang menyimpan peralatan dan barang-barang medis dan di sisi kanan terdapat lima kasur kecil yang setiap kasur dibatasi tirai putih.

Sebenarnya Liora ingin memilih ranjang paling pojok, tapi di sana terlihat sudah ditempati jadi dia memilih ranjang berikutnya. Berbaring dan menutupi kakinya menggunakan selimut, Liora mendesah. Kehidupannya saat ini sedikit lebih berat dibanding masa-masa SMP-nya kemarin.

Suasana UKS yang sangat sepi membuat telinga Liora lebih peka. Mendengar suara pertarungan game, Liora sedikit penasaran dan mencari tahu sumbernya. Mendapati suara tersebut berasal dari ranjang terakhir yakni tepat berada di sampingnya, ragu-ragu dia menyingkap tirai dan mengintip.

Jantung Liora seketika terasa berhenti berdetak. Tunggu, tunggu... apakah salah satu dewa sedang gabut dan memilih beristirahat di sampingnya?

TBC

ARCHERON ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang