“Gimana dong She, telepon Tante Veni gak nih?”
“Ihh, gue takut. Anaknya beberapa bulan lalu baru masuk rumah sakit eh sekarang malah masuk lagi.”
“Ya terus gimana anjir. Kalo Rara gak bangun sampe besok kita meninggoy karena buat anak orang jadi pingsan.”
Di dalam bangsal tersebut, Devia dan Sherin saling beradu argumen. Sudah dua jam Liora pingsan dan mereka sedang menunggu sahabat mereka tersebut bangun.
Devia mengigit kuku jari jempolnya dengan gelisah. Lalu dengan tegas membuat keputusan. “Kalo Rara gak bangun dalam satu jam, kita mesti kabarin Tante Veni.”
“Kata dokter tadi Rara kenapa?” tanya Sherin sembari mengotak-atik ponsel Liora.
“Katanya nunggu Rara bangun baru diperiksa secara rinci. Ish, lagian lo sih pake acara kejar-kejaran. Jadinya gini kan.” Tuduh Devia kesal.
Sherin melotot mendengarnya. “Sadar diri, Neng. Lo yang kejar Rara duluan.”
“Lah, masa?” Devia menggaruk kepalanya sambil mengingat-ngingat.
Sherin mendengus. “Yee goblok.”
“Babi, biasa aja dong.” sewot Devia.
“Babi haram, anjing.”
“Anjing juga haram, nyet.”
“Lo mau absen nama hewan, kuda nil?”
“Berisik. Lo gak liat Rara lagi— MAMA MIA!” Devia terlonjak kaget saat berbalik dan mendapati mata Liora sedang terbuka lebar menatap langit-langit ruangan.
“Itu kenapa mata Liora melek anjir?!”
Sherin menabok pundak Devia gemas. “Rara udah bangun, bego!”
Devia mengerjap-ngerjap “Eh iya juga.” Dia segera mendekat dengan panik. “Raraaaa....”
“Sini gue bantu bangun, Ra.” Sherin membantu Liora untuk duduk bersandar pada headboard.
“Shhhh...” Liora menunduk sambil memegang kepalanya membuat kedua sahabatnya semakin panik.
“RaRa, lo kenapa?!” pekik Devia kelabakan.
“Bentar, gue panggil dokter!” Dengan segera Sherin keluar dari bangsal.
Kening Liora mengerut. “Kok gua mual ya.” katanya dengan suara lemah.
“Lah, Ra? Gak mungkin lo ham—” Devia langsung berhenti berkata begitu mendapat lirikan Liora dan beralih menjadi batuk. “Uhuk. Mungkin karena tadi lo lari terlalu lama.”
Beberapa menit kemudian dokter datang dan memeriksa Liora.
“Bagaimana perasaan kamu?”
“Pusing sama mual, dok.” jawab Liora langsung.
Setelah pemeriksaan fisik, Dokter tersebut berkata, “Karena benturan, kamu menjadi geger otak ringan. Saya akan meresepkan obat, jangan lupa diminum ya.”
Setelah beberapa saat dokter bersama perawat keluar dan meninggalkan ketiga gadis itu.
“Serius nih Rara geger otak?”
Sherin memutar bola matanya. “Plis, Dev. Jangan bikin gue emosi karena pertanyaan lo.”
“Apa sih, She. Gue gak ngomong sama lo tau!”
Liora sedaritadi diam menatap kedua sahabatnya yang selalu ribut dengan senyuman. Namun senyuman itu jatuh di mata Sherin dan Devia menjadi sedikit mengerikan.
Devia dan Sherin secara tidak sadar menggosok tangan mereka karena bulu badan yang tiba-tiba berdiri.
Dengan sedikit ragu Devia memanggil, “Ra?”
Senyum Liora masih menggantung di bibirnya. “Kok gue ngerasa kangen banget sama kalian, ya?”
Mata Devia dan Sherin melebar mendengar itu.
Sherin menggenggam tangan Liora cemas. “Ra, lo kok ngomong gitu?”
“Jangan ngomong aneh-aneh, Ra. Gue jadi takut nih.” timpal Devia panik.
Tawa Liora menggelegar. “Lebay, ah. Masa gue bilang kangen aja kalian jadi gini.”
“Bukan kebiasaan lo tau. Lo biasanya kan suka ngumpat.” cetus Sherin sambil memanyunkan bibirnya.
“Dih, pitnah!” bantah Liora langsung.
Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan seorang laki-laki tanpa ekspresi masuk. Tatapan Liora tertuju padanya dengan lekat. Sedangkan Devia dan Sherin saling memandang.
“Kenapa Archeron di sini?” kata Devia tanpa suara ke Sherin.
Sherin langsung cengengesan. “Gue yang panggil buat jaga-jaga tadi.”
Tanpa basa basi Devia langsung mengacungkan jari jempolnya. Setelah beberapa saat berkomunikasi tanpa suara, akhirnya mereka selesai membuat keputusan bersama.
Devia berdeham pelan. “Ra, gue baru inget ternyata gue sama Sherin ada acara dadakan.”
“Loh, terus?”
“Lo sama Archeron dulu. Kalo ada apa-apa call gue atau Devia, oke?” Kata Sherin sambil membuat gerakan telepon menggunakan tangannya.
Melihat Liora hendak mengatakan sesuatu lagi, dengan kompak Devia dan Sherin mengecup masing-masing pipi Liora.
“Bye-bye Rara!” Setelah itu keduanya langsung cabut dari TKP.
Liora tercengang mendapati kelakuan kedua sahabatnya dan langsung mengelap pipi-pipinya dengan cemberut. “Iyu!”
Tetapi teringat Archeron di depannya, ekspresi Liora seketika berubah. Dia menatap laki-laki yang mendekat itu lalu merentangkan tangannya sambil memanggil lembut, “Ar....”
Sudut bibir Archeron tanpa sadar melengkung. Dia berjalan semakin dekat dan membiarkan Liora memeluk pinggangnya sambil menyandarkan kepalanya di perutnya.
Setengah jam yang lalu dia tiba-tiba mendapat chat dari Liora namun sebenarnya bukan dari Liora melainkan dari Sherin yang mengatakan bahwa Liora sedang dirawat di rumah sakit dan bagaimana rinciannya.
Dalam perjalanan ke rumah sakit ini, hatinya menegang, takut terjadi apa-apa dengan Liora dan kondisinya lebih parah daripada apa yang diceritakan Sherin di chat. Namun melihat tingkah manjanya ini, hatinya perlahan melunak.
Archeron memundurkan Liora dan mengangkat dagu gadis itu agar mendongak ke atas. Tangannya yang lain menyingkap rambut Liora yang menutupi kain kasa di keningnya.
“Sakit banget?”
Liora mengangguk-ngangguk dengan bibir manyun. “Kayaknya benjol besar deh. Kepala gue sampe pusing banget.” katanya dan kembali mengubur kepalanya ke pelukan Archeron.
Archeron memeluk pundak Liora dan mengusulkan ide, “Besok izin, jangan masuk sekolah.”
Mendengar itu, Liora berpikir sejenak. Setelah bangun tadi, perasaannya campur aduk. Dia ingat semuanya, memorinya yang hilang beberapa bulan lalu telah kembali. Namun semua itu membuat benaknya terasa berat dan ingin berkeluh kesah untuk mentransfer semua yang ada di hatinya.
Tetapi setelah melihat Archeron, keluhan dan rasa sedihnya berkurang banyak. Yang dia butuhkan saat ini hanya pelukan hangat Archeron untuk menekan kegelisahan dalam hatinya. Dan benar saja. Hal ini sangat efektif.
Liora merenggangkan pelukannya. Karena Archeron masih berdiri, dia harus mendongakkan kepala untuk menatapnya.
“Nggak. Besok UAS hari terakhir dan ada yang perlu gue beresin.”
Ya, masalah itu harus diselesaikan meski hasilnya pasti tidak sesuai dengan keinginannya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHERON ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] Shaquilla Lioraca Naraya mengalami amnesia retrograde yang menyebabkannya melupakan 2 tahun belakangan. Dia tidak mengerti mengapa sahabatnya Rezi membencinya, mengapa nilainya anjlok di bangku SMA, dan mengapa dia sebe...