18. Enemy

42.5K 6.5K 280
                                    

Liora menepuk wajahnya lalu menatap cermin di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Liora menepuk wajahnya lalu menatap cermin di hadapannya. Wajahnya basah dengan kantung mata hitam samar di bawah mata. Dia sangat mengantuk saat pelajaran tadi sehingga memutuskan meminta izin ke toilet untuk membasuh wajah.

Saat ini toilet sangat sepi. Wajar karena proses belajar mengajar masih berlangsung. Melirik jam tangannya, masih tersisa satu jam lagi sebelum pulang.

Gadis itu bersandar sementara di wastafel, memikirkan jawaban Archeron tadi membuat jantungnya sedikit berdebar lebih cepat.

Liora tahu dia begitu impulsif karena menembak seorang laki-laki terlebih dahulu. Tapi dia tidak bisa membiarkan Archeron menjadi milik Zia juga. Tidak akan bisa!

Pintu kamar mandi terbuka. Tiga gadis masuk dengan santai. Melihat Liora, mata mereka melebar.

“Yo! Gimana kabar lo, Ra?” Salah satu diantara mereka mendekati Liora.

Liora mengernyit, memerhatikan seragam mereka yang mini dan tidak sesuai dengan peraturan sekolah membuatnya mengambil kesimpulan bahwa mereka pasti bad girl.

“Baik. Lo pada... siapa?” tanya Liora sedikit ragu. Apakah dia mengenal mereka sebelumnya?

Wajah ketiga gadis itu melongo beberapa saat sebelum terbahak.

Gadis yang memakai sweater oversize berdiri di samping Liora sambil mengeluarkan make upnya dan merias wajah. “Astaga, gue hampir lupa berita lo amnesia. Kenalan lagi deh. Gue Risca, di hadapan lo Tania, dan yang dideket pintu namanya Prisila.”

Tania mendekat dan merangkul pundak Liora. “Gimana rasanya lupa ingatan?”

“Biasa aja sih.” Liora mengedikkan pundak. Karena tindakan mereka yang sangat alami mendekatinya, mungkin benar mereka adalah temannya.

Prisila yang sedari masuk menyandarkan punggung di dinding mengamati Liora lekat. “Ada hubungan apa lo sama Archeron?”

Liora menoleh dan mendapati tatapan Prisila tidak begitu menyenangkan. Dia menelan salivanya dan berpikir apakah gadis itu juga menyukai Archeron?

“Temen... sih.” Liora mencicit dikata terakhir akibat lirikan tajam Prisila.

Risca terkekeh. “Karena amnesia, lo keknya lupa satu hal.” Dia melirik Liora dengan senyuman miring. “Kami bertiga fans Archeron garis keras.”

Liora menggigit bibir bawahnya tanpa sadar. Sudah dia duga, pasti mereka fans Archeron! Apa yang ingin mereka lakukan padanya sekarang? Bully?

Prisila menegakkan punggungnya dan mendekat kemudian berdiri tepat di hadapan Liora. Dia mengelus rambut Liora dengan lambat, membuat jantung gadis itu berdegup kencang.

Mendekati wajahnya ke telinga Liora, Prisila berbisik, “Lo tau? Gua sukaaaaaaa banget sama Archeron.”

Sontak Liora merinding. Tubuhnya kaku dan tidak berani bergerak seinci pun. “G-gue—”

“Pfttt,” Prisila menahan tawa dan menjauhkan dirinya dari Liora. Dia menepuk pundak gadis itu dengan lembut. “Lo jadi beda banget sama yang sebelumnya.”

Tania tertawa pelan. “Tapi lebih badas Liora yang dulu sih. Bisa diajak nakal bareng. Iya, gak?”

Risca bersedekap dengan senyuman. “Dengan lo seperti ini, gimana kita bisa bully Zia bareng?”

Bully Zia? Mata Liora melebar. Jadi benar dia dulu membully Zia?

Prisila menggeleng prihatin. “Sayang banget lo lupa. Tau alasan kenapa kita bersekutu bully Zia?”

“Karena Rezi dan Archeron?”

Jentikkan jari menggema di kamar mandi diikuti seruan. “Nah, pinter. Emang sih, dasar cewek rakus perhatian dan kurang belaian. Gak cukup Rezi, Archeron pun diembat.”

Melihat Liora terdiam, Tania menepuk punggungnya. “Kita gak bakal ngekang Archeron cuma karena suka dia. Selama Archeron terima lo, kita mah enjoy. Cuma gue kurang suka aja sama cewek yang sok polos kayak Zia.”

“Beneran?” tanya Liora kaget. Dia awalnya mengira akan diapa-apain karena bersama idola mereka. Tapi mendekat kata-kata positif itu, mau tidak mau ketegangannya menjadi sirna.

“Heh, seneng banget ya lo.” Cibir Risca.

Tania memicingkan mata melihat bayang-bayang di samping pintu. Dia mendekat kemudian berseru mengejek, “Oh well, ternyata ada yang nguping, guys.”

Zia mematung. Dia tadinya hendak masuk ke toilet, tapi siapa sangka dia malah mendengar ketiga fans Archeron yang sering mencari masalah dengannya menghadang Liora di dalam.

Dia membayangkan bagaimana akhir Liora di tangan ketiganya. Namun apa yang dia bayangkan ternyata tidak terjadi. Sebaliknya, ketiga gadis yang rata-rata disegani oleh siswi SMA Angkasa malah mendukung Liora.

Liora mengerutkan kening. Begitu dia melangkah keluar, dia melihat Zia yang menundukkan kepala sehingga dia tidak bisa melihat ekspresinya.

“Kalo gitu gue duluan. Masih ada kelas. Nice to meet you guys.” pamit Liora dan berjalan pergi tanpa melirik Zia lagi.

Risca yang baru selesai merapikan alat make upnya mendekati Zia dengan senyuman miring. “Cie yang gak jadi teman satu-satunya Archeron. Gak berasa istimewa lagi, kan?” ujarnya yang disambung tawaan Prisila dan Tania.

Begitu ketiganya pergi, dengan sengaja mereka menabrak pundak Zia kasar membuat gadis itu terhuyung-huyung. Saat tidak ada lagi yang berada di sana, tangan Zia mengepal. Dia menggigit bibirnya dengan batin bersungut-sungut. Kenapa mereka begitu tidak adil?

***

“Den Archeron, ini rekaman CCTV dan laporan mengenai kejadian kemarin.”

Begitu Archeron memasuki mobil setelah pulang sekolah, Paman Yan dengan cepat memberikan apa yang diminta laki-laki itu kemarin.

Archeron menghidupkan laptop, memutar video CCTV yang menampilkan gerbang rumah, halaman dan garasi. Dia membaca laporan hasil pemeriksaan mobil, dan mendapati bahwa rem telah dirusak secara sengaja oleh benda tajam.

Dia terus memutar video CCTV dan memerhatikan pria yang menggunakan seragam tukang kebun di rumah kakeknya dengan mata dingin.

Archeron menyandarkan punggungnya ke belakang sambil mengusap bibir bawahnya. Matanya masih tertuju pada video. “Bagaimana pelakunya?”

Paman Yan menghapus keringat yang mengucur di keningnya. Dia sangat kaget begitu menerima hasil investigasi. “Dia kabur dan masih dalam pencarian.”

Archeron menarik dasinya turun. Dia memalingkan wajah menatap luar jendela dengan ekspresi dingin. Sebenarnya dia sudah beberapa kali hampir mengalami kecelakaan, namun kali ini yang paling ekstrim.

Semua hasil investigasi atas kecelakaan yang disengaja tidak membuahkan hasil apa-apa sehingga kakeknya tidak menindaklanjuti. Jelas yang berada di belakang semua ini begitu hati-hati dalam melakukan tindakannya.

Dengan lembut Archeron menutup laptop dengan sudut bibir terangkat penuh sarkasme. Entah siapa musuh dari keluarga Dirgantara, mereka pasti tidak akan main secara halus untuk waktu yang lama.

TBC

ARCHERON ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang