“Zia?”
Gadis yang tengah berbicara bahagia dengan kakek Michio mendongak. Liora dapat melihat keterkejutan juga di mata Zia ketika kedua mata mereka bersitatap.
“Liora? Kenapa kamu bisa di sini?” tanya Zia yang masih tidak bisa menahan keterkejutannya.
Kening Liora mengerut samar. Apa maksud dari kata-kata Zia? Memangnya dia tidak bisa berada di sini?
“Gue diundang Kakek.” balas Liora sambil mendekat.
“Oh, ternyata kalian saling mengenal.” Kakek Michio mengangguk puas. Matanya menatap penuh tanda tanya. “Rara, di mana Archeron?”
Liora duduk di sisi lain meja, sedangkan Zia duduk di samping Kakek Michio. “Katanya mau ke kamar.”
“Anak itu....” Kakek Michio menghela napas dan menggeleng. Dia menatap Liora penuh simpati. “Kata pelayan, Archeron membawamu ke lantai tiga dan menghabiskan waktu di sana untuk membaca?”
Dengan cepat Liora mengangguk setuju. Dia segera mengeluh, “Archeron kutu buku! Sepanjang waktu dia baca mulu, Kek. Untung aku orangnya sabar jadi gak papa.”
Untuk dewa tampannya, Liora bisa memberikan kesabaran yang lebih besar.
“Archeron emang suka membaca dan saat membaca, dia gak suka diganggu.” Zia ikut menimpali.
Liora kembali merasa aneh. Zia ini kenapa sih? Seolah dia tahu segalanya tentang Archeron.
Kakek Michio tertawa. Tepat saat itu juga Archeron mendekat. Senyum Zia pun mengembang melihat sosoknya. “Ar,”
Heh? Ar? Panggilan yang sangat dekat. Pikir Liora dan tidak mampu menahan cemberut dalam ekspresinya.
Liora belum tahu sejauh mana hubungan antara Archeron dan Zia. Tapi saat ini Liora tidak suka melihat pendekatan Zia. Premisnya, dia cemburu!
Zia baru saja ingin mengatakan sesuatu, namun melihat Archeron menarik kursi di samping Liora dan duduk di sana, ekspresinya sedikit berubah.
“Karena semua sudah di sini, ayo makan.” Kakek Michio memecah keheningan.
Zia pulih dan menoleh menatap Kakek Michio. Dia mulai membantu Kakek Michio dengan ucapan manis yang ditanggapi dengan lembut oleh Kakek Michio.
Sedangkan Archeron dan Liora di sisi lain sangat hening. Gadis itu dengan tenang mengambil lauk pauk dan memakannya. Sampai di ayam suwir, matanya berbinar.
“Ini enak banget.” gumamnya lalu menatap Archeron.
Archeron juga menoleh. “Kalo begitu makan lebih banyak.”
Liora mengangguk senang. Melirik piring Archeron, dia berpikir sejenak sebelum menyendok ayam suwir dan menaruhnya di piring Archeron. “Lo juga, makan lebih banyak.”
Suasana langsung hening. Kakek Michio dan Zia yang tadinya berbincang langsung terhenti dan menatap keduanya. Sedangkan Archeron masih acuh tak acuh seperti biasa.
“Emm... kenapa?” Liora bertanya kikuk melihat tatapan abnormal Zia dan Kakek Michio.
“Liora,” Zia melirik Liora dengan ekspresi kaku. “Archeron gak suka orang lain naruh makanan di piringnya.”
Liora juga ikut menatap Archeron. Mendengar Zia mengatakan Archeron tidak suka saja dia sudah menduga segalanya.
Sontak dia menggigit bibir bawahnya dan berpikir, kenapa dia melakukan begitu banyak masalah?
Archeron tidak suka disentuh, namun dia malah menyentuhnya. Sekarang laki-laki itu tidak suka orang lain menyentuh apa yang dia makan, tapi dia malah mengambilkan makanan untuknya.
Archeron tidak akan menjadi ilfeel dengan dirinya, kan?
Melihat Archeron memegang sendok, Liora segera beraksi. “Jangan dimakan! Ganti piring aja.”
“Gak papa.”
Zia nampak tertekan melihat wajah acuh tak acuh Archeron. Dia sangat tahu bahwa Archeronmembenci hal ini. “Ar, kamu gak harus maksain diri. Aku bawain piring baru, oke?”
Tanpa meliriknya Archeron berujar dingin, “Gak usah.” Lalu mulai memakan makanannya.
Kakek Michio yang daritadi memerhatikan akhirnya memecah suasana canggung. “Ayo kembali makan.”
***
Liora berdiri di luar bersama Archeron. Sepanjang makan malam tadi dia merasa bersalah. Dia tidak tahu kenapa Archeron memiliki masalah psikologis seperti mysophobia, tapi jelas dia telah melewati batasan-batasannya.
“Archeron,” panggil Zia yang baru keluar dari rumah dengan ragu-ragu. “Kamu mau anterin Liora, kan? Boleh gak aku numpang?”
Liora memilin-milin jemarinya. Dia lebih baik diam.
“Den Archeron, mobil sudah siap.” Kata Paman Yan.
“Hm.” Archeron melirik Liora yang masih berdiam diri. “Ayo.”
“Ar....” Zia menatap laki-laki itu dengan memelas, nampak menyedihkan.
“Paman Yan, tolong atur sopir buat dia.” Tanpa basa-basi Archeron berujar dan menarik Liora menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari sana.
Pandangan Zia jatuh pada genggaman Archeron di pergelangan tangan Liora. Dia menggigir bibir bawahnya, lalu berbalik dan mengikuti Paman Yan.
Ketika berada di depan mobil, Liora menarik tangannya. “Archeron, lo... gak marah?” cicit Liora sambil menatap wajahnya yang tanpa ekspresi.
Archeron berbalik menatapnya. “Marah kenapa?”
“Gua berbuat seenaknya padahal lo gak suka.”
Tanpa sadar Archeron mengelus telapak tangannya menggunakan jemarinya samar. Bahkan setelah melepaskannya pun masih ada sensasi hangat di sana. “Gak papa.”
“Lo yakin?”
“Hm.” Archeron membuka pintu dan mengedikkan dagu ke mobil. “Masuk.”
Liora menghela napas lega. Karena Archeron tidak marah, bukankah itu berarti dia tidak membencinya? Menemukan opini ini membuat dia sedikit bersemangat.
Baru saja hendak masuk, Liora berhenti. Keningnya berkerut samar. “Bisa gak kita tunggu di luar dulu?”
“Kenapa?”
Ragu-ragu sejenak, dia akhirnya berkata. “Gue kurang nyaman sama mobil jenis ini.”
Archeron menatapnya intens membuat Liora mencengkram rok sekolahnya dengan gugup.
Di sisi lain, Kakek Michio yang duduk di ruang keluarga menatap pria tua di hadapannya. Pria tua itu adalah Paman Yan, sopir pribadi Archeron.
“Katamu Archeron tidak menolak dekat dengan gadis itu?” Mata Kakek Michio menyipit.
Paman Yan mengangguk. “Ya, Tuan.”
Kakek Michio menutup mata lalu mengibaskan tangan. “Pergilah, jangan membuat dua anak itu menunggu.”
“Baik, Tuan.”
Mendengar langkah menjauh, Kakek Michio yang masih memejamkan mata bersenandung pelan dengan bibir terangkat, jelas dalam suasana hati yang baik.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHERON ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] Shaquilla Lioraca Naraya mengalami amnesia retrograde yang menyebabkannya melupakan 2 tahun belakangan. Dia tidak mengerti mengapa sahabatnya Rezi membencinya, mengapa nilainya anjlok di bangku SMA, dan mengapa dia sebe...