“Untung gue pinter sembunyi!”
Alis Archeron sedikit terangkat. Sembunyi? Dari siapa?
Helaan pelan keluar dari mulut Liora. “Lagian kenapa Archeron di sini? Eh tapi daritadi gue gak ketemu dia. Apa jangan-jangan tuh cewek-cewek pada halusinasi ketemu Archeron?”
Archeron memasukkan tangan ke saku celana linennya. Sudut bibirnya semakin terangkat mendengar celoteh gadis itu pada dirinya sendiri.
“Tapi jam berapa sih pulangnya? Dingin tau di sini!” seru Liora tidak bisa menahan kesal.
Dia tidak merasa ganjil berbicara sendiri. Menurut kata akun-akun psikologi di sosial media yang beredar, berbicara sendiri berarti seseorang tersebut memiliki IQ yang tinggi!
Entah benar atau salah, Liora tidak peduli. Lagipula dia merasa lega bisa menyuarakan apa yang ada di benaknya.
Tiba-tiba merasakan hangat yang menyelimuti serta aroma musk samar, Liora segera menoleh dan mendapati sosok tampan tepat di belakangnya dengan jarak yang amat dekat.
“A-ar...” Kata-kata Liora terputus dan tidak mampu melanjutkan lagi. Matanya yang besar berbinar penuh keterkejutan.
“Pakai. Di sini dingin.” Kata Archeron yang masih merapikan jas hitam besar yang kini menyelimuti setengah tubuh Liora.
Beberapa saat ngeblank, Liora segera tersadar. Dia dengan kaku dan bingung berkata, “G-gue... ah Kak Davin nyari gue.”
Liora berlari dengan kikuk. Saat hendak melewati pintu, gadis itu berbalik lagi dengan malu dan mengembalikan jas Archeron.
“Makasih.” cicitnya pelan dan kembali pergi.
Menyaksikan seluruh tindakan Liora yang penuh kebingungan, bibir Archeron tidak bisa menahan senyuman tipis lagi.
Jadi, bersembunyi darinya, huh?
***
“RARA! WOI, RARA!”
Liora tersentak kaget. Dia mengalihkan perhatiannya dari buku dan menatap ke depan dengan terkejut. “Ape?”
“Lo kenapa sih loyo banget hari ini?” Sherin duduk menghadap ke belakang untuk menatap Liora. “Gue tau ini hari Senin dan semua orang gak suka sama nih hari. Tapi gak ada tuh yang kayak kehilangan nyawa macam elo.”
Devia yang duduk di kursi seberang Liora sambil memoles kulit wajahnya menggunakan bedak ikut menimbrung. “Masalah sama si bajingan lagi? Mau Sherin bantuin lo nyeleseinnya?”
Mata Sherin menyala dan segera menanggapi sambil mematah-matahkan jemarinya dengan seringaian kejam di bibir. “Mau apanya yang patah? Tangan, kaki, atau anunya?”
“Anunya?” Otak lola Liora belum bisa mengerti. “Anunya Rezi apa?”
“Ya anu! Si burung yang terkekang dan gak bisa terbang.”
Melihat ekspresi kebingungan Liora, Devia menowel sahabatnya tersebut. “Itunya, Ra. You know what I mean, lah.”
Sayangnya Liora masih tidak mengerti. “Apa sih?! Ngomong yang jelas dong, gue bingung.”
Tawa Devia dan Sherin pecah.
“Bhahahahaha, polos banget kamu nak!” Sherin mencubit pipi Liora cukup kencang hingga gadis itu memekik.
Sedangkan Devia menepuk punggung Liora penuh perhatian. “Kayaknya lo perlu banyak belajar. Kuy baca wattpad! Banyak ilmu yang bisa dipetik.”
Sherin menendang kaki Devi dari bawah. “Wah, pantes lo kaya akan pengetahuan. Ternyata belajar dari sono!”
Devia mengangguk bangga. Dia mendekatkan diri dan merendahkan suara. “Banyak informasi dan pengetahuan. Btw gue baru dapet cerita bagus banget anjir, cowoknya dominan bat bikin gemes.”
Sherin tercengang, sedangkan Liora menatap kedua sahabatnya tidak mengerti. Maklum, otaknya masih berupa seorang anak SMP karena amnesia.
“GILA DEVIA!” Sherin memekik marah. Dia merogoh sakunya dan meletakkan ponselnya di atas meja. “Diem-diem ye lo punya cerita baru! Bagi, gak mau tau!”
Segera Devia mengeluarkan ponselnya. “Gue share link aja.”
Liora yang daritadi terdiam mulai bersuara. “Kirim ke gue juga dong.”
“Gak.” kata Devia dan Sherin serempak dan tegas membuat Liora seketika kicep ditempat.
Setelah mengirimnya, Devia menyimpan kembali ponselnya sambil tersenyum puas. Ah, indahnya berbagi.
“Eh iya Ra, tadi ada yang nyariin lo.” Tiba-tiba Devia berkata.
“Nyariin gua buat apaan?”
“Katanya lo pergi ke perpus waktu istirahat kedua nanti buat temuin cucu kakek siapa gitu gue lupa.”
“Oh iya bener, cucunya Kakek! Untung lo ingetin!”
Setelah bel istirahat menggema, Liora segera keluar kelas dan menuju perpustakaan. Dia tidak sabar bertemu cucu Kakek Michio. Cewek atau cowok? Kalau cewek, Liora akan menjadikannya teman. Dan jika itu cowok... mari kita pertimbangkan untuk menjadi gebetan.
Memasuki perpustakaan luas yang beraroma buku, suasana yang adem dan hening, Liora segera menulis nama di daftar pengunjung dan mulai mengitari lorong di antara rak buku.
Ada beberapa orang yang berada di perpustakaan. Dengan luasnya tempat ini, Liora belum bertemu cucu kakek Michio. Apa lagi dia tidak tahu wajahnya!
Akhirnya Liora hanya bisa berkeliling perpustakaan berharap seseorang yang memiliki identitas sebagai cucu kakek Michio datang menghampiri dirinya.
Ketika melewati lorong pojok, tanpa sadar Liora menoleh dan mendapati sesosok laki-laki.
Dia bersandar pada dinding sambil memegang sebuah buku dengan kepala menunduk membacanya, sinar mentari masuk dari jendela yang tak jauh darinya menyinari sosok rupawannya. Dia begitu menakjubkan hingga Liora tidak sanggup mengalihkan mata darinya.
Archeron mendongak, menatap gadis yang berjarak lima meter di depannya sedang tercengang dengan mulut terbuka. Dia kemudian menutup bukunya dan berjalan mendekat.
Liora yang tersadar pun langsung mengubah ekspresi. Dia menggerakkan kaki siap pergi, namun siapa sangka sebuah tangan langsung terulur di depannya dan bersandar pada rak untuk menghalangi jalannya.
“Mau pergi?”
Gadis itu melirik Archeron dengan cengiran kaku. Dia berusaha menurunkan tangan Archeron yang ada di depan wajahnya. “Iya. Ada seseorang yang gue cari.”
Archeron menarik tangannya turun. “Nyari cucu Kakek Michio?”
Liora sepenuhnya menatap laki-laki itu dan mengangguk semangat. “Hooh. Lo tau orangnya di mana?” Tersadar sesuatu, Liora memicingkan mata. “Dari mana lo tau?”
“Gue.”
“Lo kenapa?”
Archeron masih menatap mata Liora lekat. “Gue cucu Kakek.”
“Cucu kakek Michio? Lo?” Liora kehabisan akal lalu tertawa kemudian. Dia menepuk pundak Archeron ringan beberapa kali. “Jangan becanda.”
Laki-laki itu melirik tangan Liora yang berada di pundaknya. Mengikuti tatapan Archeron, Liora membelalakkan mata ngeri dan segera menarik tangannya kembali.
Astaga, dia lupa laki-laki ini tidak suka disentuh!
“Pulang sekolah tunggu gue di kelas lo.” Archeron langsung membalikkan badan dan pergi meninggalkan Liora.
Melihat Archeron tidak main-main, Liora mencuatkan bibir sambil berbisik, “Dingin banget tapi tetep ae gue suka!”
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHERON ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] Shaquilla Lioraca Naraya mengalami amnesia retrograde yang menyebabkannya melupakan 2 tahun belakangan. Dia tidak mengerti mengapa sahabatnya Rezi membencinya, mengapa nilainya anjlok di bangku SMA, dan mengapa dia sebe...