Dengan suhu rendah malam ini, meski mengenakan hoodie Sherin, Liora masih sedikit kedinginan. Apa lagi ditambah tatapan Archeron.
Liora tidak tahu apakah Archeron merasa aneh dengan ucapannya yang tiba-tiba. Namun tetap saja dia tidak bisa mengabaikan hatinya yang tiba-tiba gelisah. Dia juga tidak tahu kenapa tiba-tiba seperti ini. Melirik Archeron, Liora mempertimbangkan apakah dia harus jujur mengenai hal ini.
Archeron menyudahi tatapannya begitu tahu gadis itu tidak nyaman lalu melepaskan jaketnya. Saat ini gadis itu masih mengenakan seragam sekolah. Dengan udara malam yang dingin, dia bisa masuk angin.
Sambil memasangkan jaketnya pada tubuh Liora, Archeron bertanya dengan suara rendah, “Masih gak nyaman?”
Aroma musk memasuki indra penciuman gadis itu. Otaknya yang kacau memikirkan kejadian aneh ini berangsur-ansur menjadi tenang.
Sambil menggenggam pinggiran jaket, Liora menatap Archeron dengan antisipasi. “Archeron, kalo gue bilang ada yang gak beres sama mobil itu, lo percaya gak?”
“Hm?”
Memejamkan mata, Liora menghela napas dalam hati. Ketika membuka matanya lagi, ada senyum tipis yang terukir di bibirnya. “Gua gak suka mobil itu. Boleh ganti yang lain?”
Alis Archeron terangkat. “Kenapa?”
“Gua... gak suka. Perasaan gua gak enak waktu mau masuk ke sana.” cicit Liora gugup.
Archeron tidak berkata apa-apa. Melihat sebuah mobil melaju hendak keluar, dia segera menghentikannya.
“Den Archeron?” tanya sopir keluarga kaget. Dia segera keluar dari mobil dan berdiri di hadapan Archeron dengan gugup. Jarang bagi Archeron untuk menghentikannya seperti ini.
“Ke mana?”
“Mall, Den. Tuan menyuruh beli beberapa barang.”
Archeron tidak bertanya lebih. Dia melemparkan kunci dan menadahkan tangan. “Berikan kuncimu. Tukar mobil.”
Sopir itu membelalakkan mata terkejut. Dia melirik mobil yang terparkir tidak jauh dan segera memberitahu, “Tapi Den, mobil saya gak sebaik mobil milik Den Archeron.”
Menghadapi tatapan datar Archeron, sopir itu merinding dan segera memberikan kuncinya. “Terima kasih. Kalau begitu saya pergi terlebih dulu, Den.”
Archeron tidak menanggapi. Sebaliknya, dia melirik Liora yang masih terdiam. “Kali ini lo gak masalah?”
Liora menatap laki-laki itu sejemang, berjalan mendekati mobil dan masuk ke kursi penumpang. Tidak merasa hal seperti sebelumnya, dia menoleh ke Archeron yang masih berada di luar.
“Gak papa. Pake mobil ini aja.” katanya dengan suasana hati yang bagus.
Ketika Paman Yan datang, Archeron langsung memberikan kunci kepadanya dan duduk di samping Liora.
Paman Yan jelas kebingungan. “Den Archeron, mobil ini—”
“Berangkat sekarang.”
Meski bingung, Paman Yan tetap duduk di kursi pengemudi dan melajukan mobil pergi dari tanah keluarga Dirgantara. Mobil ini memang bagus, tapi tidak senyaman mobil yang disiapkan untuk Archeron. Dia heran kenapa mobil tiba-tiba berubah bahkan mobil yang telah dipilih pun sudah menghilang entah ke mana.
Liora meremas telapak tangannya. Dia melirik jam di pergelangan tangannya dan menyandarkan punggung pada kursi. Hari ini dia sedikit lelah karena terlalu banyak berpikir.
Ketika sampai di rumah, Liora menatap bangunan bertingkat dua dibalik pagar kemudian menoleh ke Archeron. “Oke, makasih tumpangannya.”
“Apa?!”
Liora yang ingin membuka pintu terhenti. Di depan, Paman Yan sedang menerima telepon dari seseorang dan reaksinya yang heboh membuat dirinya penasaran.
“Terima kasih, terima kasih. Saya akan ke sana nanti.” Setelah itu Paman Yan menutup telepon. Ekspresinya sedikit panik sewaktu berbalik untuk menatap Archeron. “Den Archeron, ada sesuatu terjadi.”
“Ada apa?”
“Itu... Farhan, sopir pribadi Tuan mengalami kecelakaan karena rem mobil blong.”
Kecelakaan? Archeron sedikit terkejut. Sontak dia menatap Liora yang linglung.
“Archeron, jangan bilang sopir itu....” Ketika mata keduanya bertemu, Liora tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
Jika tadi mereka yang menaiki mobil itu, bukankah mereka yang akan mengalami kecelakaan?
Archeron mengalihkan pandangannya ke Paman Yan. “Bukankah mobil keluarga Dirgantara selalu diperiksa?”
Paman Yan berkeringat dingin. Ternyata dia juga sepemikiran dengan dua remaja di kursi belakang. Jika mereka menaiki mobil tersebut, kemungkinan besar mereka-lah yang berada di rumah sakit sekarang.
“Mobil itu baru diperiksa pagi tadi dan tidak ada masalah. Den... maaf.”
“Periksa masalah ini dengan teliti.” Mata Archeron berubah dingin. Jika kerusakan ini disengaja, berarti sosok di belakang masalah ingin mengambil hidupnya.
Liora merasa atmoster seketika turun sejak Paman Yan memberitahu kecelakaan itu. Melihat ekspresi Archeron yang semakin dingin, Liora ragu-ragu untuk berbicara. Tanpa diduga, laki-laki itu tiba-tiba menoleh ke arahnya.
“Udah jam setengah sepuluh. Lo pulang dulu. Masalah ini—”
“Gua bakal lupain. Tenang aja.” potong gadis itu langsung. “Kalo gitu gue keluar sekarang. Paman Yan, Archeron, hati-hati di jalan.”
Melihat punggung Liora menghilang di balik pagar, Archeron kembali menghadap ke depan. Jemarinya menggosok telapak tangannya pelan dengan ekspresi menjadi lebih dingin.
“Den Archeron, ini...”
“Perketat keamanan rumah Kakek dan setiap ingin menggunakan mobil, periksa mesinnya lebih detail. Kecelakaan karena rem blong ini yang terakhir.”
Paman Yan semakin berkeringat dingin. Semua orang yang bekerja di keluarga Dirgantara tahu karakter tuan-tuan mereka. Mereka yang bekerja di keluarga Dirgantara adalah orang yang terpilih dan dilatih khusus bahkan sopir dan pembantu sekalipun.
Tentu saja ini tidak mengherankan sebab keluarga Dirgantara memiliki triliunan properti dan jelas memiliki banyak musuh alami juga yang menantikan kejayaan mereka turun.
“Kau mengerti?”
Mata Paman Yan secara tidak terduga bertemu dengan mata Archeron begitu dia melirik spion. Dengan gugup dia mengalihkan pandangan dan berujar, “Ya, Den.”
Alis Archeron terangkat dengan sudut bibir terangkat, tersenyum datar. Sepertinya ada yang tidak bisa diam melihat keluarganya baik-baik saja.
“Kembali ke apartemenku.”
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ARCHERON ✓
Teen Fiction[SUDAH TERBIT | PART LENGKAP] Shaquilla Lioraca Naraya mengalami amnesia retrograde yang menyebabkannya melupakan 2 tahun belakangan. Dia tidak mengerti mengapa sahabatnya Rezi membencinya, mengapa nilainya anjlok di bangku SMA, dan mengapa dia sebe...