BAB X

101 14 4
                                    

"Ada banyak hal yang kita tidak ketahui di dunia ini
Tapi yakinlah semuanya adalah rencana Allah yang terbaik untuk kita"

(Nana)

♡♡♡



Seorang pemuda duduk bersantai di sebuah kursi berbahan kayu jati, ukir-ukiran bunga dan dedaunan di pahat dengan apik, menambah ketajaman kecantikannya.

Sang Pemuda menghadap lurus di mana Sang Baskara berada, menikmati indahnya ciptaan Sang Kuasa yang perlahan tenggelam dalam kegelapan malam. Mengubur berjuta cerita dan kenangan.

Sang Candra samar-samar mulai menampakkan wajah cantiknya, siap menggantikan Sang Pujaan yang mulai lelah dan terlelap dalam tidurnya.

Langit jingga begitu mempesona, mengingatkannya pada seseorang dengan senyum manisnya.  Merekah bak bunga mekar ketika tertawa, senyum tipis yang indah bagaikan bulan sabit di malam hari. Aduhai sungguh indah Engkau menciptakan segala sesuatu, wahai Rabb.

Dalam hati sang pemuda bertanya, sedang apa sekarang? Akankah dia juga melakukan hal yang sama sepertinya? Apakah dia mengingatnya? Ah, sudahlah. Memikirkan suatu bayangan hanya akan membuatmu lelah.

Suara bedug masjid perlahan tapi pasti mulai bersahutan. Mengalihkan perhatian sang pemuda dari indahnya langit jingga di ufuk barat. Buku bersampul coklat kayu di pangkuannya perlahan diletakkannya di atas meja kecil di samping tempat duduknya.
Tergantikan secangkir kopi dan sebiji kurma.

Bibir tipisnya bergerak mengucapkan kalimat doa sebelum mengunyah sebiji kurma manis itu. Tak henti-hentinya kalimat syukur terucap dari bibirnya. "Nikmat Allah manalagi yang kau dustakan."

Drrttt! Drrttt!

Suara getar dari benda canggih persegi panjang di saku baju kokonya mengalihkan atensinya. Dilihatnya benda itu, senyum menawan terbit di bibirnya tatkala melihat nama yang tertera di dalamnya. Tanpa menunggu lama jemarinya menggeser tombol berwarna hijau itu untuk mendengar suara seseorang yang sangat dirindukannya.

"Assalamualaikum, Umi."

"Waalaikumsalam, Bibil. Gimana kabar salihnya Umi, hm?" Suara lembut kas wanita berumur mulai terdengar. Suara yang begitu pemuda itu rindukan melebihi apapun.

"Alhamdulillah, baik Umi. Gimana kabar Umi? Umi sehat kan?"

"Alhamdulillah Sehat, Nak. Umi selalu sehat jika anak-anak Umi bahagia dan sehat-sehat semua."

"Hhhh ... Umi bisa aja. Justru kami yang bahagia kalau Umi sehat."

"Bibil, adik kamu gimana? Betah?"

"Sepertinya betah Umi. Adik sudah punya teman yang sepertinya cocok dengannya. Setiap hari selalu bersama, sudah seperti perangko dan surat. Hhhh ...."

"Alhamdulillah ... Umi senang mendengarnya. Lalu bagaimana dengan kabarnya?"

"Baik juga Umi. Dia sepertinya total melupakan Bibil. Tapi mata indahnya selalu berbinar-binar seperti penasaran setiap kali melihat Bibil, Umi." Sang pemuda mengerti akan maksud sang ibu meskipun tidak disebutkan dengan jelas siapa orang yang dimaksud.

"Bersabarlah, Nak. Jika memang dia milikmu suatu saat pasti akan berjalan kearahmu dengan sendirinya tanpa kamu minta."

"Iya, Umi. Terima kasih."

"Sama-sama, Nak. Jaga kesehatan jangan lupa baca salawat yang banyak. Dan juga jangan kasih tahu Adik kalau Umi habis telepon ya!"

"Insyaallah, Umi."

Sempena 30 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang