BAB XXX

95 9 15
                                    

"Banyak keajaiban yang terjadi namun banyak juga yang tidak kita sadari"

(Nana)



♡♡♡



"Gimana?" tanya seorang pengemudi mobil yang menjemput Fira dari kafe.

"Insyaallah sukses! Bismillah aja!" jawab Fira yakin setelah masuk ke dalam mobil dan membenarkan duduknya dengan nyaman.

"Makasih banyak, Dek," ucapnya lagi sembari mengusap kepala Fira yang tertutup hijabnya.

"Sama-sama, Mas. Jangan khawatir yang penting Mas yakin, kan?" tanya Fira mengulas senyum.

"Hmmm. Insyaallah, Mas yakin!" jawabnya dengan yakin kemudian melajukan mobilnya.

"Kok kayak ada yang kelupaan, ya? Tapi apaan?" batin Fira ketika mobil sudah berjalan.

Nana yang masih di dalam kafe memperhatikan mobil yang di masuki Fira. Nana berharap bisa melihat orang yang menjemputnya, tetapi nihil karena kaca mobil itu berwarna hitam dan tertutup.

"Ck. Fira benar-benar posesif banget sama suaminya. Bahkan aku pengen liat wajahnya aja gak boleh, sampai-sampai kaca mobilnya gak diturunin. Dasar anak itu!" gerutu Nana kemudian menghabiskan kuenya yang masih setengah.

"Hah ... alhamdulillah kenyang. Langsung pulang aja deh. Buat persiapin agenda puasa mumpung free tugas kuliah," ucap Nana kemudian beranjak dari duduknya menuju kasir untuk membayar pesanannya dan Fira yang ditinggal begitu saja.

***

Sampai di rumah Nana mengutarakan niatnya untuk mengisi Ramadan tahun ini dengan mengajari anak-anak di sekitar rumahnya. Menanggapi keinginan putrinya yang mulia itu, ayah Nana sangat bahagia, bahkan saking bahagianya ayah Nana sampai meneteskan air mata dan berkali-kali mengucap syukur.

Dengan semangat ayah Nana mengantar Nana ke rumah Pak RT untuk meminta izin memulai kegiatan tersebut keesokannya. Pak RT menanggapinya dengan antusias dan mendukung penuh keinginan Nana.

Nana melakukan persiapan-persiapan untuk progamnya itu dengan mengumpulkan beberapa warga sekitar rumahnya. Dan menghimbau agar yang memiliki anak kecil atau yang ingin belajar mengaji mengikuti progam Nana di rumahnya. Para warga juga menanggapinya dengan antusias dan positif, Nana senang karena bisa menyalurkan sedikit ilmunya pada orang lain.

Setelah mengurus berbagai keperluan yang digunakan untuk mengaji, kini tiba saatnya bulan Ramadan. Kegiatan mengaji dimulai dihari pertama puasa. Metode yang Nana gunakan tidak jauh berbeda dengan dirinya saat pertama kali belajar mengaji di pesantren dulu. Yaitu dengan membagi dua waktu. Pagi setelah salat Subuh digunakan untuk belajar mengaji kemudian sore bakda Asar untuk hafalan.

Hari-hari bulan Ramadan Nana lalui dengan kesibukan mengaji dan kuliah, juga membantu ayahnya untuk menyiapkan warung baksonya. Meski Nana sudah sukses dengan menjadi atlet, namun ayahnya tetap mengajarkannya agar hidup sederhana. Banyak penghasilan Nana yang disumbangkan ke anak yatim atau donasi ke pesantren, selebihnya Nana tabung untuk kebutuhan di masa depan.

Di puasa ke-15, Fira mengunjungi Nana. Ayah Nana sangat terkejut dan juga senang dengan kunjungan Fira yang tiba-tiba itu.

"Bagaimana kabar Ayah?" tanya Fira pada ayah Nana.

"Alhamdulillah baik, Nduk. Sudah berapa bulan kandunganmu, mengapa tidak mengundang Ayah dan Nana saat pernikahanmu, hm?"

"Maaf Ayah, pernikahan Fira hanya dilangsungkan secara sederhana saja tanpa mengundang banyak orang. Karena pernikahan kami di langsungkan di pesantren, hanya di hadiri oleh Mas Althaf, Umi dan keluarga Kyai Hasan saja."

Sempena 30 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang