"Seperti daun yang tak pernah menyalahkan angin yang selalu menggugurkan daunnya
Begitu pula denganku yang tidak akan pernah menyalahkan takdir dalam hidupku"(Faris)
♡♡♡
Semilir angin pagi begitu menyejukkan hati, sang mentari mulai menampakkan diri, membangkitkan jiwa terlelap para insani.
Kilau embun bak mutiara yang diterpa sang surya, dedaunan bergesekan saling menyapa, kicau merdu burung-burung ikut serta menyapa sang angin pagi. Semua ciptaan, berzikir memanjadkan syukur berkah pagi Sang Illahi.
Bunga kamboja yang cantik jelita bak peri bunga menari indah di atas pusara seseorang yang terlelap menghadap Sang Pemilik Jagad. Hanya kenangan yang tertinggal, raga sudah tak lagi bersama.
Lantunan demi lantunan kalam Illahi terucap dari bibir seorang pria yang tak lagi muda. Jejak ketampanan masih melekat di wajahnya.
Setiap kali rindu menyapa, langkah kaki selalu membawanya ketempat Sang Belahan Jiwa.
"Apa kabar, Bunda?" sapanya tersenyum hangat.
"Putri kita sudah tumbuh dewasa, sudah mewujudkan cita-cita kita-" Tangan kokohnya mengusap nisan putih bertuliskan nama seseorang yang sangat dikasihinya.
"Mudah bergaul dan tumbuh menjadi wanita tangguh dan cantik sepertimu, sifat manjanya mengingatkanku padamu. Tetapi tidak sembarang orang bisa melihat tingkah manjanya itu, hanya orang-orang tertentu saja," lanjutnya.
"Bunda tahu? Beberapa waktu lalu Ayah bertemu dengan seseorang yang begitu mirip dengan orang itu. Tetapi dengan tubuh yang lebih gagah dan wajah tampan yang rupawan. Mungkinkah orang itu adalah anak yang kau selamatkan dulu? Hingga rela berpisah dengan cinta dan buah hatimu?" Orang itu terkekeh pelan, teringat kejadian pahit di masa lalu.Flasback on
Seorang wanita muda duduk di sebuah bangku taman rumah sakit. Bayi perempuan cantik nan manis menggeliat dalam dekapannya. Kulit bersih kemerah-merahan turut menghiasi wajah cantiknya.
Senyum merekah terbit di wajah sang wanita, ibu dari bayi cantik itu. Kalimat syukur tak henti-hentinya terucap dari bibirnya.
"Permisi! Maaf apa saya bisa minta tolong?" Tiba-tiba seorang lelaki berdiri di sampingnya, bersama anak laki-laki yang mengintip dari balik jaket.
"Minta tolong apa ya, Pak?" tanyanya dengan tersenyum ramah.
"Ini anak saya, Bu. Kalau tidak keberatan maukah Ibu membantu menjaga anak saya ini barang sebentar saja? Insyaallah anak saya tidak kemana-mana dan tidak nakal," jawab lelaku itu.
"Owh ... bisa, Pak. Saya masih lama juga duduk di sini menunggu suami saya."
"Alhamdulillah, terimakasih banyak, Bu. Maaf sudah merepotkan, saya hanya titip sebentar untuk menebus obat istri saya."
"Iya, Pak. Sama-sama, lagipula sepertinya anak bapak sangat menyukai anak kecil. Dari tadi pandangannya tidak lepas dari putri saya."
"Masyaallah ... anak Ibu perempuan? Cantik sekali. Semoga anak kedua saya nanti juga perempuan."
"Istri Bapak hamil?"
"Iya. Ini tadi periksa kandungan, tetapi karena kondisi istri saya sedang tidak sehat jadi di suruh dokter beristirahat di sini untuk beberapa jam. Hanya saja anak saya ini ingin ikut ambil obat dan ternyata di sana sangat antri. Saat melihat Ibu memangku anaknya, dia minta diantar ke sini, padahal kenal saja tidak" jelas orang itu panjang lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempena 30 (END)
Novela JuvenilKehidupan Nana hanya seputar dengan voli. Lalu bagaimana jika dihadapkan dengan kehidupan pesantren yang serba antri? Begitu pun dengan bermacam kegiatan mengaji yang padat di bulan Ramadan. Juga harus hafal juz 30 selama 30 hari. Apakah seorang Na...