BAB XIX

87 12 4
                                    

Bulan tak selamanya bersinar menerangi malam. Adakalanya tanggal muda dan tanggal tua. Namun ada satu hal yang selalu membuatnya nyaman. Selalu ada bintang yang menemaninya dikala terang atau redup. Walau  seringkali terlupakan, bintang selalu ada di belakang bulan. Sungguh setia bukan? (Gus Kafi).

Masa lalu seringkali menghantui langkah yang tak seberapa panjang. Seperti benang kuat yang tak kasat mata namun mampu menjatuhkan siapa saja yang melintasinya. Berkali-kali terjatuh di tempat yang sama, namun tidak juga mencoba untuk melintas di jalan yang lain. Entah bagaimana dan siapa yang mampu memotong benang itu. Hanya harap tak pasti yang bisa menjadi harapan. (Ustaz Althaf).

♡♡♡


"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabaraktuh."

"Untuk beberapa hari kedepan, saya akan menggantikan Ustaz Althaf selama beliau sakit di semua jadwal pengajiannya, sampai beliau pulih kembali," ucap Gus Kafi sebelum memulai pengajian menggantikan Ustaz Althaf.

"Nggih, Gus."

"Silahkan dimulai setoran seperti biasa, maju sesuai absen atau yang siap dulu?"

"Sesuai absen, Gus."

"Baik. An Nisa. Silahkan!"

Setoran hafalan dilakukan seperti biasa, hanya saja Gus Kafi menggantikan Ustaz Althaf yang masih sakit. Seseorang yang duduk agak belakang dari santri lainnya, terlihat lesu dan tidak bersemangat.

"Assalamualaikum, maaf Gus saya terlambat." Tiba-tiba seseorang mengucap salam yang membuat para santri menoleh karena penasaran siapa yang datang.

"Tidak apa-apa. Silahkan!" ucap Gus Kafi mempersilahkannya masuk.

Orang itu kemudian masuk dan duduk di barisan belakang. Menghampiri seseorang yang sudah tersenyum senang melihat kedatangannya.

"Fir ... kamu udah kembali?" lirih Nana ketika Fira duduk di sebelahnya.

Nana yang sedari tadi lesu kini wajahnya cerah kembali. Menandakan suasana hatinya membaik setelah kedatangan seseorang yang ditunggunya sejak tadi.

"Iya, Na. Sebenarnya sudah dari tadi. Tapi mandi dulu. Eh, sampai kamar malah kamu dah gak ada."

"Hehe ... maaf aku gak tau kalau kamu udah datang."

"Iya, gak papa. Gimana, udah hafal belum al-Baladnya?"

"Ihhh ... belum. Biasanya kan kalau privat ngaji dibantu hafalan sama Ustaz Althaf, tapi kan hari ini nggak ...

Eh? Gimana keadaan Ustaz Althaf? Apa dia baik-baik saja? Apa ada sesuatu yang parah? Apa-?" Ucapan Nana terhenti karena Fira memotongnya sebelum pertanyaannya menjadi beruntun.

"Ciyeee ... khawatir," ledek Fira tetapi tidak menunjukkan ekspresi meledek.

"Eh! Ah ... ng-nggak kok. Cuma tanya aja, lagian kan Ustaz Althaf dah ada yang punya," jawab Nana tidak enak hati, dia tidak sadar sudah berlebihan menanyakan keadaan Ustaz Althaf kepada Fira.

"Emang siapa yang punya, Na?" tanya Fira.

"Ya kamulah, siapa lagi. Semua juga tahu kali, kalau kamu istrinya si Ustaz," cibir Nana.

"Ekhem ... kok nadanya rada-rada jutek ya. Apakah ada yang cembukur?" goda Fira.

"Apa sih markonah. Jangan ngada-ngada deh!"

"Tuh, kan ... makin panas."

"Bodo!"

"Ahahahha ...." Fira tertawa sedikit keras melihat tingkah Nana yang menurutnya menyenangkan untuk digoda.

Sempena 30 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang