BAB XIII

100 14 0
                                    

"Aku hanya manusia biasa
yang tak tau bagaimana perasaan aneh itu tiba-tiba datang tanpa  permisi"

(Gus Kafi)

♡♡♡

Ayah Nana duduk di ruang tamu, mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Biasanya di waktu seperti ini ayah Nana berada di pasar untuk berbelanja bahan-bahan bakso.

Jika hari-hari biasa warung bakso ayah Nana buka disiang hari, ketika dibulan Ramadan warungnya buka sore sampai Maghrib.

Pandangannya jatuh pada sebuah foto yang tergantung indah di dinding ruang tamunya. Foto seorang wanita cantik mengenakan gamis berwarna putih berhiaskan renda berwarna ungu di lengan dan pinggangnya.

Jilbab yang berwarna senada dengan renda bajunya begitu sempurna dan anggun. Senyum merekah bagai bunga yang bermekaran, bibir merah alami dan pipi lesung yang menambah kadar kecantikannya. Mirip dengan seseorang yang sangat dia sayangi melebihi dirinya sendiri saat ini, hanya saja pipi lesungnya tidak ada.

Dalam foto itu wanita itu terlihat begitu bahagia,  sebelah tangannya mengapit erat lengan lelaki tampan di sampingnya. Dan sebelah tangannya lagi mengelus perutnya yang sudah membesar.

Air mata tiba-tiba menetes begitu saja dari mata ayah Nana. Bohong jika dia tidak rindu sosok itu, walau hanya bersama dalam waktu yang terbilang singkat tetapi sungguh rasanya cintanya tidak bisa pudar begitu saja.

Flasback on

"Mas, hari ini Mas Haris harus dandan yang ganteng. Pakailah baju yang sudah aku siapkan, hari ini kita akan menjadi pasangan serasi impian banyak orang. Hihi ..." ucapnya dengan senang.

"Billa, Mas kan paling gak suka pakai baju warna putih."

"Suka nggak suka harus suka!"

"Untung celananya gak ungu juga," gumam sang suami dengan lirih.

"Emang Mas Haris mau?" Walau lirih ternyata masih bisa didengar oleh istrinya. Matanya berbinar bahagia.

"Masyaallah, Bil. Mau ditaruh di mana muka Mas kalau pakai celana begituan? Udah pakai baju putih aja."

Istrinya hanya terkikik geli melihat suaminya yang kesal.
Walau perutnya sudah besar karena usia kandungannya yang sudah berusia tujuh bulan, tetapi tidak menyurutkan semangatnya untuk berjalan jauh.

Suaminya juga heran biasanya orang yang hamil besar akan malas berjalan, tetapi berbeda dengan istrinya yang suka jalan kemana-mana.

Tujuan mereka adalah galeri studio foto. Billa, sang istri mengotot untuk membuat foto kenangan saat dia hamil.

"Kita foto untuk kenang-kenangan buat Mas. Nanti Mas bisa mengenang saat-saat Billa mengandung," ucapnya pada sang suami.

"Gak usah foto juga sebenarnya Mas udah selalu ingat. Lagian kita akan bersama selamanya ngapain buat kenang-kenangan segala? Orangnya aja ada buat apa dikenang pakek gambar?"

"Ishhh ... pokoknya Billa mau. Biar dedek nanti gak lupa sama muka Bundanya yang cantik ini," ucapnya tanpa beban.

"Kamu ngomong apa sih, Bil? Mana mungkin anak kita lupa dengan ibunya sendiri kamu aneh."

"Hehe ... gak papa. Nanti anak kita di sekolahkan di pesantren ya, Mas. Biar pinter ngaji, taat agama, dan salihah."

"Amiin. Iya, Sayang. Kita didik anak kita sama-sama supaya menjadi anak yang salihah dan hafal Alquran."

"Yuk, ah. Udah giliran kita buat ambil foto. Ingat! Gayanya yang romantis dan natural supaya hasilnya bagus dan enak di lihat."

Keduanya menikah bukan karena cinta, tetapi cinta tumbuh lebih besar dan lebih dalam dari yang mereka kira.

Sempena 30 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang