"Melangkah ke depan untuk lebih maju
Jalan ditempat tidak ingin berkembang
Melangkah mundur sebuah kegagalan"
(Nana)♡♡♡
"Walah iya ... bentar, Yah. Nana lupa." Nana turun dari motor dan lari ke dalam rumah.
"Ada-ada saja, padahal sudah Ayah beritahu untuk membiasakan diri berjilbab," ucap ayah Nana sambil menggelengkan kepala.
Walaupun tidak sekolah di pesantren, ayah Nana membiasakan Nana untuk berhijab terutama saat keluar rumah. Saat voli pun ayah Nana selalu mengingatkan untuk tidak melepas hijabnya.
"Nah, udah Yah. Yok berangkat." Nana keluar dari rumah sudah rapi dengan hijabnya dan bersiap menaiki motornya.
"Nana di belakang! Biar ayah yang bawa motornya," titah ayah Nana yang melihat Nana bersiap dikemudi.
"Hehe ... iya, Yah. Padahal gak papa lo, Nana yang bawa."
"Selama Ayah masih bisa mengemudi, Nana harus yang Ayah bonceng."
"Siappp, boskuuu ...." Nana mengangkat tangannya dan menempelkan dikeningnya. Layaknya prajurit memberi hormat kepada komandannya.
Diperjalanan Nana dan ayahnya berbincang-bincang lalu tertawa bahagia. Sambil menikmati udara pagi di desanya. Jarak makam dan rumahnya lumayan jauh, memakan waktu sekitar lima belas menitan.
"Ayah ... Ayah ..." panggil Nana kepada ayahnya.
"Iya, Nduk," jawab ayahnya yang fokus pada jalanan.
"Ayah ingat nggak? Waktu Nana masih belajar berhijab. Ayah mergoki Nana lepas jilbab pas lomba voli," ujar Nana mengenang masa kecilnya.
"Iya, ingat. Dan ayah menghukum Nana dengan Nana harus memakai jilbab selama satu minggu penuh di luar maupun di dalam rumah," jawab ayah Nana tersenyum.
"Iya. Sebenarnya masih ada lagi lo, Yah," ucap Nana yang membuat ayahnya terkejut.
"Kapan?" tanya ayahnya.
"Hehe ... tapi janji jangan marah ya."
"Gak janji."
"Yah ... ayah gak asik ih ...."
"Hhhh ... iya-iya Ayah gak akan marah. Jadi kapan Nana lakuin kaya gitu lagi?"
"Hampir setiap hari dulu waktu SMP, kalau udah lewat tikungan jalan rumah kita. Nana lepas jilbab Nana, trus kalau pulang Nana pakek lagi. Hehe ..." jawab Nana sambil nyengir.
Ayah Nana hanya menghela nafas pelan.
"Ayah kok gak terkejut kaya tadi, Nana kan pengen liat Ayah terkejut gitu trus ngerem mendadak kayak di film-film.""Iya. Ayah ngerem mendadak trus Nana masuk di selokan situ. Mau?"
"Ya nggaklah ... udah cantik gini masa masuk selokan. Buluk dong."
Keduanya tertawa bersama, orang-orang yang dilewatinya menatap heran ayah dan anak itu. Karena memang ayah Nana tidak begitu cepat menjalankan motornya, sehingga orang-orang yang dilewatinya mendengar dengan jelas tawa mereka.
Bahkan mungkin ada yang salah faham, mengira Nana dan ayahnya menertawakan orang yang dilewatinya. Ayah dan anak itu sudah seperti sepasang kekasih yang tengah dilanda asmara saja.
"Nana, sebenarnya Ayah sudah tau kalau Nana sering lepas jilbab. Tapi Ayah yakin pasti suatu saat jilbab itu akan melekat pada diri Nana. Bahkan sampai Nana tidak mau menanggalkannya walau hanya sebentar, sudah menyatu dengan jiwa Nana." Nana bisa melihat senyum tulus dari ayahnya lewat kaca spion motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sempena 30 (END)
Fiksi RemajaKehidupan Nana hanya seputar dengan voli. Lalu bagaimana jika dihadapkan dengan kehidupan pesantren yang serba antri? Begitu pun dengan bermacam kegiatan mengaji yang padat di bulan Ramadan. Juga harus hafal juz 30 selama 30 hari. Apakah seorang Na...