BAB XXXII (END)

193 13 21
                                    

"Cinta yang suci adalah cinta atas ridla Allah"

(Althaf Nabil♡Hazna Nabeela)

♡♡♡

Wanita cantik dengan balutan baju pengantin putih yang simple namun elegan. Terlihat duduk di depan kaca riasnya, tangannya saling bertautan karena menahan gugup.

Jantungnya berdebar tidak karuan, antara bahagia namun juga gelisah. Ah, tidak tahu lagi bagaimana cara menjelaskan perasaannya saat ini, yang pasti beberapa menit kedepan statusnya sudah berganti.

Gema takbir berkumandang dimana-mana, menambah suasana yang meriah dan ceria. Seakan-akan alam juga ikut bahagia atas bersatunya dua insan yang diridai Allah ini.

Wajah ayunya begitu menawan, sungguh seperti bidadari dalam dunia. Karena tidak ada yang tau bagaimana rupa bidadari sebenarnya. Hanya lewat fantasi orang-orang menyebutkannya.

Bukan polesan make up yang membuatnya cantik. Kecantikan alaminyalah yang membuatnya cantik, riasan tipis dan sederhana itu hanya sebagai point tambahan untuk meperindah dirinya.

Bibirnya mengucap kalimat Bismillah berkali-kali. Disertai takbir mengikuti takbir-takbir yang terdengar dari penjuru masjid disekitarnya. Malam ini adalah malam takbir artinya keesokannya adalah hari Raya bagi umat muslim.

Malam ini juga sebuah kalimat suci akad yang akan mengikat kedua insan menjadi satu dalam sebuah ikatan akan dilangsungkan antara dirinya dan sang pujaan hati.

Ustaz Althaf dan Nana. Memutuskan untuk melakukan akad secara sederhana di malam takbir, bersamaan dengan gemuruh gema takbir yang menggetarkan hati.

Setelah lima hari yang lalu Ustaz Althaf melamar Nana, malam ini tepat hari terakhir di bulan Ramadan atau memasuki satu syawal keduanya akan melakukan akad.

Memang terkesan mendadak. Namun siapa sangka ternyata Ustaz Althaf sudah menyiapkan semuanya, bukannya tidak sabar. Tetapi untuk menghindari segala macam kemungkinan yang menjerumuskan kepada kemaksiatan jika terlalu lama.

Sedangkan keduanya sudah saling mengenal satu sama lain. Tidak perlu pacaran sebelum menikah, bukankah akan lebih indah jika pacaran setelah menikah? Selain sudah halal tidak akan ada fitnah atau hal tidak baik lainnya yang akan mengganggunya.

Seorang laki-laki berkopyah putih, berpakaian putih dan barsarung putih. Duduk di ruang tamu Nana bersama dengan keluarganya dan kerabat terdekatnya. Wajahnya tenang dan senyum tipis selalu menghiasi wajah tampannya.

Berbeda dengan luarnya, hatinya juga berdebar tidak karuan. Tetapi dengan lihai dia bisa menutupi kegugupannya itu.
Kyai Hasan, orang yang akan menikahkan laki-laki itu tersenyum bahagia duduk di depannya. Meskipun bukan anak kandungnya tetapi sudah beliau anggap seperti putranya sendiri.

"Jangan gugup, Le," ucap Kyai Hasan menenangkan.

"Hehe ... njih Pak De," jawabnya tersenyum canggung.

"Baca basmallah dulu, Al," ucap laki-laki yang tak kalah tampan di belakangnya.

"Iya, Mas," jawab Ustaz Althaf sembari melempar senyum pada Gus Kafi.

Gus Kafi memang pernah mempunyai rasa pada calon istri saudaranya tetapi itu sudah masa lalu. Perasaan itu sudah dia kubur dalam-dalam. Tidak ada perasaan sedikut pun, karena dia sadar siapa pemilik hati yang sesungguhnya. Dia juga ikut senang karena akhirnya cinta mereka bisa bersatu.

Suara derap langkah terdengar menghampiri tempat duduk Ustaz Althaf, namun dirinya tidak berani untuk menoleh. Sebelum akad terucap dengan benar dan sah, dia belum seutuhnya menjadi miliknya. Walau debaran jantungnya sudah menggedor seakan keluar dari dadanya namun sebisa mungkin dia tetap tenang.

Sempena 30 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang