BAB IV

116 14 2
                                    

"Sebesar dan setua apapun kita
Tetaplah kita masih anak kecil di hadapan Ayah kita"

(Nana)

♡♡♡

"Ayo, Nduk. Sudah selesai belum siap-siapnya?"

"Lah? Ayah kok dah siap aja? Nana belum mandi loh, Yah," jawab Nana menggaruk kepalanya yang entah gatal atau tidak.

"Masyaallah ... la kamu ngapain aja dari tadi? Kan Ayah udah bilang bakda zuhur kita berangkat ke pesantren!"

"Ya Nana kira jam satu siang gitu. Orang ini masih jam 12.10, kan baru aja Zuhurnya."

"Ya udah cepet mandi, Ayah tuggu!"

"Ayah ... Ayah ... saking semangatnya sampai gak sabar kayak gitu. Serasa di usir aku ma Ayah," gumam Nana sambil berbalik.

"Gak usah ghibahin Ayah dibelakang!" tukas ayah Nana mendengar samar ucapan putrinya.

"Enggak, Yah. Kalau ghibah tuh gak cuma satu orang doang, lagian kan Ayah denger jadi bukan ghibah namanya," elak Nana.

"Ada aja alasannya, ya?"

"Hahaha ... ya begitulah." Nana berlalu bersiap untuk mandi.

***

Nana sudah siap untuk berangkat ke pesantren. Tapi ada yang aneh dengan tingkah Nana.

"Masyaallah, cantinya putri Ayah," puji ayah Nana yang membuatnya tersipu malu.

"Tapi, Nduk. Kamu kenapa kok kayak risih gitu? Apa gamis yang Ayah belikan kebesaran? Jangan di tarik-tarik keatas gitu, nanti betisnya keliatan!" lanjut ayah Nana yang melihat putrinya bertingkah aneh.

"Ayah ... ini gak nyaman. Kesrimpet-kesrimpet jalannya. Pakek celana aja ya, biar enak jalannya bisa panjang-panjang," rengek Nana.

"Gak boleh dong. Di pesantren nanti gak boleh pakek celana. Harus pakai rok atau gamis. Lagian itu gamis kamu banyak, Ayah beliin gak pernah dipakai," ujar ayah Nana menanggapi putrinya.

"What? Gak boleh pakek celana? Harus pakek ginian terus dong. Aaaahhh ... gak mau. Ya udah Nana gak jadi berangkat ke pesantren." Nana berbalik masuk kedalam rumah.

Tetapi belum sempat mencapai gagang pintu, ayah Nana sudah mencekal lengan Nana dan membawa Nana masuk ke dalam mobil Pak RT. Ayah Nana minta tolong Pak RT untuk mengantar Nana ke pesantren menggunakan mobilnya.

"Aaaa ... Ayah! Gak mau nanti Nana gerah jalannya ribet!" teriak Nana berontak. Sudah seperti mau diculik saja.

"Nana udah janji sama Ayah. Jadi Nana gak boleh tarik lagi ucapan Nana. Ayo Pak RT kita jalan! Keburu kelinci nakal ini kabur lagi!" ucap ayah Nana yang hanya ditanggapi senyuman oleh Pak RT.

Pak RT sudah hafal betul bagaimana Nana. Dari kecil Nana adalah anak yang periang, dan suka membuat ulah di lingkungan tempat tinggalnya. Kebiasaan Nana yang membuat Pak RT hafal adalah Nana yang memakai hijab dari rumah jika akan pergi, namun di pertengahan jalan pasti hijabnya akan raib entah kemana.

"Nana ... Nana kan sudah besar, Nana udah cantik, udah sukses jadi atlet voli. Sudah waktunya Nana belajar agama. Lagian nggak lama kok, cuma satu bulan," ucap Pak RT sambil melirik Nana yang duduk di kursi penumpang bersama ayahnya.

"Tapi Pak De, Nana sebenernya ragu buat ke pesantren. Apa gak ada belajar yang dari rumah aja. Nana gak mau jauh dari Ayah. Trus nanti kalau Nana gak betah trus kabur lagi gimana? Cuma buat Ayah sedih lagi kan?" ucap Nana dengan kepala menunduk.

Sempena 30 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang