Part 6

368 76 170
                                    

Seperti biasanya, Zea sengaja meminta Sean untuk menurunkannya di pinggir jalan, tak jauh dari sekolah mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seperti biasanya, Zea sengaja meminta Sean untuk menurunkannya di pinggir jalan, tak jauh dari sekolah mereka. Dia tidak ingin penyamarannya sebagai gadis yang cupu dan berasal dari kalangan biasa, menjadi terbongkar.

Mobil Sean berhenti sekitar seratus meter dari sekolah. Tinggal satu belokan dan dua gedung bertingkat yang harus dilalui Zea untuk sampai ke sekolah. Zea bersiap melepaskan seatbelt yang melintang di tubuhnya ketika tangan Sean mencekalnya.

"Kenapa lo selalu nolak jalan bareng gue?" Pertanyaan bernada protes dari Sean membuat Zea mengurungkan niatnya untuk membuka seatbelt.

Zea menarik tangannya dari seatbelt dan menyandarkan punggungnya kembali ke sandaran jok mobil. Menghela napas pelan sembari menatap sahabatnya, Sean.

"Lo sudah punya pacar, Sean. Gue nggak mau Alisha cemburu sama gue."

"Dia gadis yang manis. Nggak mungkin Alisha cemburu sama lo," kilah Sean.

"Lo nggak tahu sih, apa yang Alisha lakukan sama gue di toilet di hari pertama sekolah. Kilatan mata Alisha, nunjukin jika dia cemburu sama gue," keluh Zea dalam hati.

"Itu perasaan lo aja, Sean. Jujur ya, gue nggak paham sama Alisha, kenapa dia cemburu sama gue."

Sean terdiam mendengar jawaban Zea. Sejatinya ia tahu, kenapa Alisha cemburu pada Zea, tapi ia memilih bungkam. Biarlah suatu saat nanti, Zea mengetahui sendiri jawabannya.

Zea yang melihat Sean sedang melamun, menjentikkan jemari di depan wajahnya. Tersenyum saat Sean mengerjapkan kelopak matanya karena terkejut. Lucu dan menggemaskan, pikir Zea. Sean pun ikut tersenyum walau hanya tipis.

"By the way, makasih untuk tumpangannya."

Sean menjawab dengan anggukan kepala singkat. Zea segera melepas seatbelt yang mengekang tubuhnya dan menepuk lengan sahabatnya sebelum keluar dari mobil. Lambaian tangan Zea menutup perjumpaan mereka.

Pintu mobil ditutup dengan sedikit hentakan, membuat sang sopir tahu bahwa salah satu penumpang telah keluar dari mobilnya. Sean menghembuskan napasnya kasar dan memalingkan wajahnya dari Zea.
Tangannya menepuk pundak sang sopir sebagai isyarat untuk kembali melajukan mobil yang mereka tumpangi.

"Mas Sean suka Mbak Zea, ya?"

Sean yang semula mengamati lalu lalang kendaraan dari jendela mobil, kini mengalihkan atensinya ke arah depan. Dengan tatapan ketus, ia meninjau kaca spion di mana wajah Pak Atmo tercermin—di atas plafon jok kemudi.

"Bapak tahu apa?" tanya Sean dengan rasa penasaran.

"Mas, saya juga pernah muda. Bagi seorang lelaki sejati, bukan kata gombalan sebagai senjata. Tetapi, perlakuan yang nyata sebagai andalannya."

"Benar juga, tapi apa hubungannya kata-kata itu sama perasaan gue ke Zea?" tanya Sean dalam hati.

"Sayangnya, jaman sekarang—gombalan dan harta menjadi daya pikat nomer satu. Menduduki puncak klasemen pikiran cowok sebagai jalan alternatif untuk mendapatkan cinta seorang cewek."

The Journey Of Zea ( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang