Setelah bertemu Sean di dalam ruang UGD, Zea kembali ke ruang tunggu. Walaupun kabar bahagia ia terima karena tidak ada luka serius, tapi tak urung hatinya juga merasa sedih. Apalagi saat ia mendengar kata "cacat", yang keluar dari mulut Sean."Bersyukur, gue hanya mengalami retakan di tulang kering. Nggak ada luka terbuka atau luka serius. Tapi, tetep aja butuh perawatan."
"Sabar aja. Gue dan Geng Alfa support lo sampe sembuh." Zea menepuk punggung telapak tangan Sean.
"Janji?" tanya Sean dengan wajah sedikit ragu.
Zea mengangguk pelan. "Janji."
Sean mengangkat salah satu jempol tangannya. "Gue tinggal nunggu dokter buat penanganan selanjutnya. Lo pulang dan istirahat aja." Sean mendorong bahu Zea, menyuruh gadis itu untuk pergi.
"Gue mau di sini."
Sean melotot tajam. "Heh! Lo nggak liat kalo dari tadi para perawat dan dokter jaga liatin kita?"
Pandangan Zea mengedar ke arah ruang UGD, tampak perawat dan dokter jaga sibuk menangani pasien. Tidak ada satupun yang memperhatikannya dan Sean.
"Bodo amat!"
"Nanti beredar kabar 'Anak Dokter Nadia nemenin cowok anggota Geng Motor', nah, gimana, tuh?" bisik Sean dengan nada yang meyakinkan.
"Gue bilang ... bodo amat! Lo bacot terus, gue bilangin ke Mama biar dipanggilin Dokter Anestesi trus dibius. Biar nggak berisik selama seminggu!" ancam Zea dengan ketus.
"Peace." Sean nyengir seraya mengangkat jari telunjuk dan tengahnya secara bersamaan. "Gue lupa, jika di sekolah ... Sean yang berkuasa, tapi di sini ... lo yang berkuasa."
"Nah, tuh, tau!" Zea tertawa kecil.
Tetapi, ia segera menghentikan tawanya saat tatapannya beradu dengan Sean. Cowok itu hanya diam tanpa senyuman.
"Doain gue, semoga kaki gue nggak cacat," keluh Sean seraya mengalihkan pandangannya ke arah kaki kanannya.
Zea membulatkan bola matanya, hatinya tertusuk mendengar ucapan Sean.
Zea mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi seraya berteriak, "Perawat! Ada pasien yang minta disuntik mati! Di-.""Zea!" bentak Sean. Tangannya dengan sigap membekap mulut Zea.
"Apa?"
Sean dan Zea menoleh ke sumber suara. Seorang perawat berdiri dengan wajah tegang. Gurat wajah tanpa kerutan dan bibir yang mengatup rapat, membuat Zea takut dan segera menggelengkan kepalanya pelan.
"Zea! Keluar dari sini!" Suara bentakan Bu Nadia membuat Sean terpaksa melepaskan bekapan tangannya pada mulut Zea.
Tanpa berpamitan pada Sean, Zea melangkah pergi tanpa menoleh lagi ke arah Sean. Ia berjalan menunduk ketika melewati Mamanya, tak ingin menatap netra tajam penuh peringatan yang dilayangkan Bu Nadia.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey Of Zea ( COMPLETED)
Teen Fiction"Zea yang cupu udah siap, petualangan Zea dimulai." - Zea- Zea, gadis cantik yang pemberontak dan pemarah, berpura-pura menjadi cupu. Ingin mencari teman sejati adalah alasan Zea pindah ke sekolah barunya, SMA Angkasa. Teman baru dan musuh baru, mal...