Part 14

235 44 86
                                    

"Maaf

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Maaf."

Ucapan dari Alisha hanya ditanggapi dengan helaan napas panjang oleh Sean.
Menutup kelopak matanya perlahan. Ada rasa tak percaya, jika Alisha telah mengatakan pada Zea bahwa gadis itu adalah cinta pertamanya. Semua sudah terbongkar, setidaknya satu beban telah hilang. Tetapi, semua sudah terlambat.

"Gue kesini hanya ingin mengatakan .... "

Sean membuka kelopak matanya kembali. Melarikan diri ke gugusan kerlap-kerlip cahaya lampu perkotaan yang bersaing dengan gelapnya malam. Pegangan tangannya pada susuran besi pembatas mengerat. Dirinya terlalu malas untuk mendengar penjelasan dari Alisha.

"Jangan katakan apa-apa lagi. Pengakuan lo ke Zea, nggak bisa ngubah apapun. Dia sudah jauh dari jangkauan tangan gue. Zea udah milih seseorang."

Tangan Alisha meraih jemari Sean yang masih berada di susuran besi, dan menggenggamnya. "Sean."

Namun, perlahan cowok itu menarik tangannya dari genggaman tangan Alisha.

"Harusnya lo tutup mulut. Gue diam selama ini dan berusaha jauhin Zea, itu karena gue hargai lo sebagai kekasih gue. Mati-matian gue tekan rasa suka ini ke Zea. Mau lo apa, sih?"

Alisha menundukkan kepalanya. Jemarinya saling meremas. Ada rasa bersalah karena perkataannya pada Zea tempo hari.

"Gue pingin ... kita putus. Gue nggak ingin hubungan kita dibayangi oleh sosok Zea."

Sean menoleh ke arah Alisha. Alisnya bertaut, heran. "Serius? Lo yang minta pacaran dan lo juga yang mutusin gue? Lo sadar, 'kan?"

Alisha tersenyum kecut, kini giliran dia yang memandang ke depan. Menerawang jauh, mencari cara untuk mengolah kosa kata. Ia merasa terlalu banyak berhutang maaf dan penjelasan pada Sean.

"Dulu, gue harap bisa rebut cinta lo dari Zea. Gadis pemarah dengan kelakuan minus, itu menurut gue. Tetapi, kejadian di toilet membuat gue sadar, dia gadis yang luar biasa. Gadis yang tenang, ramah dan menginspirasi."

"Gue emang nggak mau nyuruh lo bergaul sama Zea, karena gue paham sama sifat lo. Gue juga nggak mau memuji sifat dan sikap Zea yang asli, nggak mau buat lo tambah cemburu sama dia."

"Dia yang nyuruh gue untuk tampil cantik di hadapan lo, harus lebih perngertian pada Sean dan nggak ngerepotin. Jujur, gue kaget. Selama ini gue udah anggap Zea sebagai benalu dan musuh. Ternyata dia punya sisi lain di balik sifat pemarahnya."

"Trus, hubungan ini—lanjut atau sampai di sini? Gue setuju pacaran sama lo, bukan untuk lupain Zea, tapi gue kasian sama lo yang rengek minta pacaran terus."

Alisha menoleh ke arah Sean. Tersenyum kikuk seraya berkata, "Gue tahu itu. Nyadar diri, sih, karena selama ini lo nggak pernah mesra sama gue."

"Maaf, Alisha," cicit Sean dengan wajah menyesal.

The Journey Of Zea ( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang