Part 23

148 29 39
                                    

Darren bersiul dan mematut diri di depan cermin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darren bersiul dan mematut diri di depan cermin. Meninjau penampilannya sekali lagi sebelum ia akhirnya melangkah keluar dari kamarnya. Hari ini ia akan menjemput Zea dan mengajaknya untuk ikut berbelanja bersama Geng Alfa.

Tangannya sesekali merapikan kembali kemeja lengan panjangnya. Ia juga merapikan rambutnya yang tersisir rapi. Menuruni anak tangga dengan sedikit berlari kecil. Hatinya sedang berbunga-bunga hari ini.

"Mau kemana, Ren?"

Suara berat itu mampu menghentikan langkah Darren yang sudah menjejaki anak tangga.

"Keluar, Pa," jawab Darren datar tanpa menoleh pada Papanya yang berdiri di puncak tangga. Ia masih setia berdiri membelakangi Papanya.

Merasa percakapan mereka telah usai, Darren melangkahkan kakinya kembali untuk menapaki anak tangga.

"Aku dengar, Sean akan pindah ke Jakarta. Sudah selesai hutang kamu sama dia. Sekarang, giliran kamu harus ikuti perintah Papa."

Berhasil. Suara itu berhasil menghentikan langkah Darren untuk yang kedua kalinya. Ucapan itu mengingatkan Darren akan janji yang telah mereka sepakati sebelumnya. Darren menatap lima anak tangga tersisa di depan kakinya. Menghela napas dalam-dalam sebelum akhirnya ia mengangguk tegas tanpa kosakata.

"Bagus. Pergilah. Nanti kita bicara lagi, Nak."

Darren hanya terdiam. Tidak berniat untuk membalas ucapan Papanya. Hanya kakinya yang terus melangkah hingga sampai di teras rumah.

"Sial! Kenapa gue tadi iyain perintah Papa? Kenapa gue selalu terhipnotis oleh kata-katanya? Sial!" gerutu Darren seraya menendang angin.

Darren memutar kembali memorinya ke beberapa bulan silam, di saat ia harus terjebak situasi rumit dan harus melibatkan Sean. Ada rasa penyesalan mendalam jika mengingat tentang masa lalu itu.

"Kenapa ingatan itu selalu ganggu gue. Gue pingin berubah. Gue nggak mau terjebak masa lalu," teriak Darren dalam hati.

Darren mengusap wajahnya dengan kasar. Ia lalu mendongak ke atas dan menghirup oksegen dengan rakus. Melihat gugusan awan yang mendominasi langit mengingatkan ia akan sosok Zea. Sejak bertemu gadis itu, ia punya hobi baru yaitu berdiri di rooftop sekolah dan menikmati langit dan hiasannya.

"Sedang apa gadis gue, ya?" monolog Darren dengan senyum lengkungnya.

Ia merogoh ponselnya dan menelpon Zea. Setelah nada sambung, akhirnya ia bisa mendengar suara kekasihnya.

"Halo, Sayang," sapaan dengan suara mesra dari Zea, sukses menerbitkan senyum di wajah Darren.

"Halo, Sayang. Gue meluncur ke rumah lo sekarang. Gue —."

"Ren, gue .... " Suara Zea terdengar ragu untuk meneruskan kata-katanya.

"Apa?"

"Gue bareng Sean. Maaf, gue lupa kalo lo juga anggota Geng Alfa."

The Journey Of Zea ( COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang