Sebelas

651 97 57
                                    

Kau tahu bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang biasanya selalu ada di kehidupan kita ?
Rasanya hampa, dulu Junmyeon tak pernah merasakan hal demikian. Meski Joohyun sudah memiliki kekasih, tapi mereka masih bisa menikmati makan malam berdua, menonton konser, menemani Joohyun berbelanja atau bahkan menemani Joohyun ketika wanita itu mengerjakan tugasnya di malam hari.

Namun, satu bulan ini Junmyeon benar-benar merasa jauh dengan Joohyun meskipun rumah mereka masih sama berdampingan. Bukan Junmyeon yang menjauh, namun Joohyun yang menghindar setiap melihat keberadaan Junmyeon.

Junmyeon sudah berusaha dengan keras untuk menemui Joohyun, namun wanita itu selalu menolak. Setiap pesan dan telfon dari Junmyeon pun selalu diabaikan oleh Joohyun. Sebegitu marahnya wanita itu pada Junmyeon.

Jika tahu akan seperti ini jadinya, Junmyeon lebih memilih memendam perasaannya untuk selamanya. Biar hanya dia yang merasakan cinta sepihak, tak apa. Asalkan jangan seperti ini, Junmyeon tak suka. Tak suka bila Joohyun benar-benar melupakannya dan tak membutuhkannya kembali seperti dulu.

Dan saat ini fokus Junmyeon terbelah menjadi dua. Satu pada Joohyun yang mengabaikannya dan satunya pada wanita yang sangat dia cintai di dunia, Ibunya. Ibunya kini kembali terbaring di rumah sakit karena penyakitnya kembali kambuh.

Selama seminggu ini pun Junmyeon berusaha untuk fokus terhadap proyek pembangunan villa di pulau Jeju. Saat ini pria itu bahkan harus turun tangan untuk melihat lokasi pembangunan villa itu sebelum dia mendesain apa yang diinginkan oleh client.

Sesungguhnya berat meninggalkan Ibunya bersama Yerim, namun bagaimana lagi. Jika dia tak bekerja, dia akan mendapatkan uang untuk biaya pengobatan Ibunya darimana. Hanya dirinya yang menjadi penopong kehidupan keluarganya itu.

Junmyeon menjauh dari rekan kerjanya itu ketika dering ponsel terus berbunyi berulang kali, seakan meminta Junmyeon untuk segera menerima panggilan itu. Nama Yerim tertera disana. Junmyeon tak mau berpikiran buruk, pria itu menghembuskan nafasnya sebelum menggeser ikon berwarna hijau itu.

"Yeobseo Yerim ? Ada apa ?"

"Oppa, oppa kapan pulang ?" suara Yerim terdengar bergetar di sebrang sana, bisa dipastikan saat ini Yerim menggerak gerakan kakinya gelisah dan mengigit kukunya.

"Ada apa Yerim ? Oppa pulang besok lusa. Katakan, ada apa ? Eomma tak apa 'kan ?" Junmyeon tak bisa menutup rasa khawatirnya, dia merasa detak jantungnya berdetak dengan cepat.

Kemudian yang terdengar hanya isakan. "Yerim, ada apa ? Kau jangan membuat oppa panik seperti ini."

"Eomma, eomma kritis oppa." perkataan Yerim berhasil membuat Junmyeon mematung seketika, saat keberangkatannya menuju Jeju kesehatan Ibunya itu membaik meskipun masih harus di rawat.

"Oppa Yerim takut, eomma tiba-tiba kejang ketika berbicara dengan Yerim." ujar Yerim, suaranya tersendat-sendat oleh isakannya itu.

Junmyeon mengusap wajahnya kasar, pria itu melihat sekeliling. Pekerjaannya masih belum bisa ditinggal, dia binggung. "Yerim-ah, kau tenang ya. Jangan menangis, kau disana bersama siapa ?"

"Se-sendiri oppa. Oppa, aku benar-benar takut. Aku melihat bagaimana nafas eomma tiba-tiba tersendat."

"Eomma tak apa, kau berdoa semoga eomma lekas siuman dari kritisnya. Sekarang Yerim tenang, Oppa akan berbicara dengan atasan Oppa untuk izin pulang lebih cepat. Kau paham ?" di sebrang sana Yerim hanya menganggukan kepalanya, gadis itu bahkan sesekali menoleh ke arah ruang ICU.

"Sekarang lebih baik kau telfon Joohyun untuk menemanimu ya ?"

"Iya oppa, oppa cepat pulang." Junmyeon mengangguk, kemudian pria itu mengakhiri panggilannya.

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang