empat belas

809 109 103
                                    

To Joohyun,

Aku tidak tahu apakah surat ini akan sampai pada tanganmu dan kau akan membacanya. Tapi ku harap kau membacanya.

Joohyun. Sampai detik ini aku masih belum mengerti mengapa kau begitu marah padaku perihal diriku yang mencintaimu, tidak bisakah kau jelaskan mengapa kau bersikap demikian ?
Aku akan mendengarkan penjelasanmu jika kau mau menjelaskan, namun sampai saat ini pun kau tidak ingin menemuiku.

Aku memang mencintaimu Joohyun, namun aku pun tak mengapa jika cinta ini tak terbalas. Cukup aku yang mencintaimu.

Joohyun, seperti apa yang kau katakan padaku saat itu. Jika kau tak membutuhkanku lagi dan sesuai janji yang pernah kita ucapkan saat masa itu, aku akan memenuhinya. Aku akan pergi ketika kau yang meminta dan kau telah memintanya padaku.

Besok adalah hari pertunanganmu bukan ?
Pertunanganmu dengan pria yang kau cintai, maaf aku tidak bisa hadir dalam acara itu. Jujur, aku tak kuasa melihatmu bersama dengan pria lain. Sebut saja diriku ini pengecut karena tak berani untuk hadir, karena memang pada kenyataannya aku yang pengecut.

Aku akan berusaha untuk melupakanmu.

Berbahagialah bersamanya.

Kim Junmyeon  


Joohyun kembali melipat surat tersebut sembari menangis, menangisi karena sikap egois dan ketidak dewasaan dirinya. Junmyeon pergi karena permintaan dirinya, meminta Junmyeon untuk pergi dari sisinya. Namun saat semua ini benar terwujud, hatinya tak terima. Tak terima jika Junmyeon benar-benar pergi dari hidupnya tanpa memberi tahu kemana dia akan pergi.

"Kau bercanda Junmyeon, kau pasti sembunyi!" Joohyun beranjak dari duduknya, suaranya menggema di kamar Junmyeon. Tanpa pikir panjang Joohyun membuka lemari milik Junmyeon yang ternyata di dalamnya hanya tersisa beberapa pakaian dan Joohyun menyadari jika semua pakaian yang ada di lemari adalah pemberian darinya.

Junnyeon benar-benar akan melupakannya dan hanya mengingat Joohyun sebagai wanita yang tak berperasaan.

Tidak akan ada lagi Junmyeon yang selalu berada disampingnya ketika dia merasa sendiri, tidak ada Junmyeon yang menemaninya makan pada tengah malam, tidak ada lagi Junmyeon yang akan menemaninya menonton konser.

Joohyun pikir jika Junmyeon tidak akan pergi dari kehidupannya, ternyata salah.

Joohyun melangkah dengan lunglai meninggalkan rumah milik keluarga Junmyeon dengan kotak cincin dan surat dalam genggamannya, sesekali wanita itu menenggok ke belakang sebelum berlari masuk ke dalam rumahnya mengabaikan panggilan dari Ibunya dan mengunci diri di dalam kamar.

Wanita itu mengobrak abrik isi laci, mencari benda pipih yang selama ini dia abaikan. Ponsel. Selama beberapa bulan ini Joohyun memang mengganti ponselnya dan juga sim cardnya, bentuk dari penghindaran dirinya dari Junmyeon. Kekanakan memang.

Kedua tangan Joohyun gemetar seraya menekan tombol power pada ponselnya, tak butuh waktu lama ponsel dengan case ungu itu menyala. Tanpa pikir panjang wanita itu pun menghidupkan data selulernya, segala bentuk notifikasi masuk dan didominasi oleh Junmen.

Air mata kembali membasahi pipi Joohyun ketika membaca setiap kakaotalk ataupun pesan yang masuk dalam ponselnya.

Kau masih marah ?

Tidak bisakah kita bertemu ?

Eomma mencarimu, kau tidak ingin berkunjung ?

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang