sembilan

538 89 32
                                    

Setelah mendapatkan telfon dari Joohyun yang menangis, Junmyeon tak berpikir panjang untuk segera menghampiri wanita itu di rumahnya. Sesampai disana Junmyeon langsung mendapatkan hamburan pelukan dari wanita yang hidungnya memerah dan air matanya terus membasahi pipinya itu. Joohyun menunggunya di depan rumah.

Junmyeon mengusap surai panjang itu dengan lembut, namun tangis Joohyun malah semakin memilu. "Kita kesana sekarang ya, tapi kau tenang dulu."

Joohyun mengangguk, wanita itu menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya. Junmyeon nenyunggingkan senyumnya dan mengusap pipi Joohyun dengan lembut. "Naik motor gak papa ?"

Lagi, wanita itu hanya mengangguk. "Sudah pamit sama eomma dan appamu ?"

"Sudah, tapi mereka sedang keluar kota." Junmyeon mengangguk mengerti, kemudian memberikan helm yang biasa Joohyun kenakan ketika bersamanya.

Joohyun menerimanya tanpa banyak bicara dan menaiki motor hitam itu dalam diam. Junmyeon pun hanya sesekali menoleh ke arah Joohyun yang diam sepanjang perjalanan. Angin malam terasa menembus kulit putih milik Junmyeon. Sekitar dua puluh lima menit motor Junmyeon berhasil terparkir di parkiran, pria itu tak menduga jika Joohyun langsung berlari begitu saja setelah memberikan helmnya pada Junmyeon.

Junmyeon pun segera mengejar langkah Joohyun dengan mudah. "Joohyun jangan terburu-buru, tenang."

"Bagaimana aku bisa tenang, sedangkan Sejong ada di ICU!"

"Aku tahu, tapi tenanglah Joohyun."

"Kau tidak tahu bagaimana perasaanku saat mendapatkan kabar jika Sejong kecelakaan Junmyeon, kau tidak merasakan apa yang kurasakan!" sentak Joohyun, beruntungnya saat ini mereka masih cukup jauh dari lobby. Jadi tidak ada yang memperhatikan mereka.

Junmyeon diam. "Aku sangat tahu Joohyun, aku pun merasakannya. Bahkan rasanya jauh lebih sakit dari apa yang kau rasakan. Saat Abeoji meninggal dan semua rasa tanggung jawab itu beralih dalam pikulanku."

Joohyun menatap Junmyeon kemudian menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bermaksud seperti itu Junmyeon."

Pria itu mengangguk. "Aku tahu, jadi kau tenang ya. Kita ke ICU sekarang."

Joohyun mengangguk, kemudian keduanya melangkah. Meskipun Joohyun melangkah di depan Junmyeon, wajah wanita itu pun bahkan terlihat sangat khwatir. Junmyeon masih mengingat jelas bagaimana Joohyun menangis di telfon dan mengatakan jika Sejong mengalamu kecelakaan, tangisannya terdengar pilu sama seperti saat Ibunya dan Yerim menangis kehilangan sosok seorang Ayah sekaligus Suami.

Sangat jahat rasanya karena Junmyeon menginginkan Sejong tak selamat, agar Joohyun kembali bersamanya seperti dulu. Namun pada kenyataannya Sejong selamat dari kecelakaan tunggal itu dan siuman dari komanya setelah dua hari dirawat di rumah sakit.

Selama itu pun Junmyeon selalu mengantar Joohyun ke rumah sakit. Hubungan Joohyun dan Sejong bahkan sangat membaik, kedua orang tua Sejonh mengenal Joohyun dengan baik. Berkali-kali pun Sehun mengatai dirinya bodoh dan pecundang, karena sampai saat ini dirinya belum memberanika diri untuk mengatakan hal yang sesungguhnya.

Bagi Junmyeon, saat ini Joohyun sudah bahagia bersama pria yang dicintainya. Meskipun Junmyeon selalu ada disaat Joohyun butuhkan, namun hati bisa apa ? Hati Joohyun bukanlah untuk dirinya.

Haruskah dirinya menyerah pada keadaan ?

Atau bersikap egois dan mengatakan perasaannya, meskipun Joohyun akan menjauhinya ?

🍁🍁🍁

Waktu seakan berjalan dengan cepat, saat ini bahkan Junmyeon sudah mendapatkan pekerjaan di perusahaan konsultan Arsitek ternama di Korea Selatan milik keluarga Bae meskipun baru berjalan berapa bulan. Dia masuk perusahaan itu tentu tidak dengan jalur orang dalam seperti apa yang orang lain pikirkan, Junmyeon berpesan langsung pada Ayah Joohyun untuk tak membedakan dia dengan yang lain. Dan tentu saja di iyakan oleh Ayah Joohyun, karena beliau percaya jika Junmyeon sangat mampu untuk bekerja di perusahaannya.

My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang