03 - Diana & Fares POV

9.2K 671 118
                                    

**DIANA**

"Sampai kapan kamu mau begini terus, Na? Kamu tuh butuh teman hidup. Kamu gak mungkin bisa hidup sendirian terus-terusan. Gimana kalau Mama dan Ayah udah gak ada? Kamu sama siapa nanti?" Ini pertanyaan Mama di meja makan.

Aku sedang sarapan berdua dengan Mama, sementara Ayah ada di kamarnya, beristirahat. Beliau sedang kurang sehat. Lalu aku, hanya diam, malas menjawab pertanyaan Mama yang begitu terus bunyinya.

"Ayah udah sakit-sakitan, kamu tega banget ya sama Ayah," ucap beliau lagi.

Aku langsung mengerling menatap Mama. "Ma. Kenapa, sih... selalu ini terus yang kalian bicarain? Gak ada topik yang lain, Ma?" Aku sudah emosi, tapi masih berusaha sabar dan pelan. Bagaimana juga, ini mamaku.

"Gak ada, Diana. Gak ada topik lain."

"Lagian aku mau nikah sama siapa? Mama kan tau sendiri aku gak punya pacar," pungkasku mencoba membuat Mama menyerah.

"Yang suka sama kamu banyak, Na. Tapi semua yang datang kamu tolak. Sebenarnya gak susah, Na. Kamu yang bikin susah keadaan kamu sendiri."

Aku memejamkan mata, menghela napas sabar sekaligus mencoba menahan amarah yang sudah berkumpul di dalam dada.

Lalu hanya ada hening yang datang meliputi. Memisahkan pembicaraanku dengan Mama. Aku gak mau membalas omongan Mama lagi, lebih baik diam daripada jadi anak durhaka yang menjawab orangtua terus.

Mama juga sepertinya sudah malas bicara, Mama cuma sibuk dengan makanannya sekarang.

Aku gak pernah mengerti, lebih tepatnya gak habis pikir, kenapa keluargaku gak ada yang mau paham tentang pilihan hidupku yang gak ingin berkeluarga.

Itu kan bukan suatu dosa, aku gak pernah melawan kodrat. Aku hanya ingin menghabiskan hidup dengan diriku sendiri, aku merasa gak membutuhkan kehadiran laki-laki untuk menjadi pendamping hidup. Aku rasa aku mampu, dan aku gak perlu bergantung pada suatu makhluk yang bernama 'laki-laki'.

Bukannya aku menganggap enteng laki-laki. Aku hanya merasa aku gak butuh mereka untuk menjadikan hidupku lebih baik atau menyenangkan, dan ini adalah pilihan hidupku.

Aku gak berkeinginan sama sekali untuk membina cinta apalagi berumah-tangga. Aku gak butuh kasih sayang dari laki-laki, aku gak butuh hidup dengan laki-laki, aku gak butuh berhubungan seks dengan laki-laki. Aku gak butuh semua itu untuk menjadi bahagia.

Bahagia itu luas, bisa didapat dari mana saja. Dan menurutku kebahagiaan adalah pilihan, aku merasa berhak untuk memilih dari mana kebahagiaanku berasal. Yang orang lain bilang membahagiakan belum tentu akan membahagiakan juga untuk orang lain, kan?

Hhhh, rasanya capek sekali!

Aku pernah mengira kalau yang aku rasakan ini cuma karena aku belum siap untuk menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Tapi semakin lama, aku semakin paham tentang diriku.

Aku sama sekali gak tertarik sama laki-laki.

Aku gak membenci laki-laki. Aku hanya memandang sebuah keromantisan antar dua insan adalah sesuatu yang gak terlalu penting. Aku gak berminat untuk ikut terjun ke ranah tersebut. Ranah percintaan.

Aku gak punya trauma apapun, aku cuma... ya gak berminat aja.

🌼🍂🌼🍂

**FARESTA**

Seperti biasa, pagi-pagi jam 8, aku harus membuka toko, merapikan, juga membersihkannya.

Setelah selesai, yang aku lakukan hanya menunggu pembeli di dalam toko. Tapi sesekali aku menunggu di dalam rumah karena rumah dan halaman rumahku bersambung dengan toko, jadi aku gak perlu selalu berjaga di dalam tokonya.

MY ASEXUAL WIFE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang