18 - Es Mulai Mencair

7.3K 629 119
                                    

Sudah 3 hari semenjak peristiwa itu, dan selama 3 hari juga Diana dan Fares berpisah kamar. Diana mendiamkan Fares. Fares mendiamkan Diana.

Diana sudah kehilangan celah bagaimana harus berkomunikasi dengan suaminya lagi. Sejujurnya, Diana mulai bersedih, ia sering frustrasi dan galau sendirian karena semua ini. Namun, tidak tahu harus bertindak bagaimana supaya Fares jadi baik kembali.

Sedangkan Fares, ia pun bingung, namun ia lelah. Amat sangat lelah. Jadi, ia diam saja, tidak bicara pun bertegur sapa dengan istrinya.

Keadaan rumah mereka tak berbeda dengan kuburan. Pulang kerja, Diana langsung masuk ke kamar. Begitu pun Fares. Bangun tidur, mereka pergi bekerja ke tempat kerja masing-masing tanpa ada percakapan apa-apa.

Namun Fares masih bersikap seperti biasa, membuatkan atau membelikan makanan untuk Diana. Meski hatinya tengah terluka, ia tak bisa mengabaikan Diana begitu saja.

Dan Diana, ia tidak berniat untuk lebih menyombongkan diri dengan tidak memakan makanan yang Fares buatkan atau bawakan, ia tetap memakannya meski tanpa bersuara apa-apa.

Pagi ini, pagi-pagi sekali, tepatnya jam 6 pagi, Fares sudah keluar dari rumahnya. Menggunakan sepeda motor menuju sebuah tempat yang sudah sebulan tidak ia kunjungi.

Makam Arini, Bundanya.

Sesampainya di sana, hal pertama yang Fares lakukan adalah mencabuti rumput-rumput liar yang sudah sedikit meninggi di atas makam.

Untuk beberapa saat, Fares mencabuti rumput-rumput itu dengan wajah datar. Namun tiba-tiba, entah ada angin apa, mata dan hidung Fares terasa perih dan kian memanas.

Pandangan matanya mulai buram, terhalang air mata. Namun, ia masih mencabuti rumput-rumput itu dengan wajah yang datar. Sampai akhirnya, panas merangsek dalam mata. Air mata pemuda itu pun tumpah membasahi kedua pipinya. Ia menggigit rahang sejenak, sebelum menyeka mata dan wajahnya dengan lengan.

Selesai mencabuti rumput, Fares memanjatkan doa-doa untuk sang Bunda. Setelah itu, ia mulai memandangi deretan makam yang ada di sana, dengan wajah kuyu nan lelah. Memikirkan tentang dunia ini tak lain hanya tempat singgah sementara. Semua akan berakhir, apa pun itu... semuanya akan berakhir.

Berakhir.

Kepala tertengadah, tatapan kosong mengawang tiada arah. Memandang hening langit luas, menikmati angin sepoi menusuk jiwa. Hampa. Itu yang Fares rasakan.

Ia kembali menunduk, tuk menatap makam wanita yang paling ia cintai di dunia. Tangannya bergerak, mengelus batu nisan sang Bunda, menatapnya dengan datar namun lama-lama menjadi nanar.

"Bunda...." Lirihan manja penuh sesak hati pun menguar. Awal dari pembuka kata yang mengalir pilu membasahi luka.

"Fares sayang banget sama dia... tapi dia gak sayang Fares sama sekali. Dia jijik dan benci sama Fares... dia tega nyuruh Fares selingkuh...," adunya begitu lirih, dengan bola mata yang sudah tenggelam direndami air.

"Bapak bener... meskipun dia mirip Bunda, tapi dia bukan Bunda. Dia bukan Bunda yang sayang sama Fares." Jatuh lagi air-air kesedihan dari manik sendu Fares.

"Bun, Fares capek... Fares egois ya, Bun? Fares cengeng, ya?"

Setelah kalimat bergetar itu, perasaan Fares terasa semakin payah. Air matanya semakin banyak. Sudah tak bisa lagi berkata, hanya tenggelam saja dalam alunan tangis yang begitu sulit dijeda.

"Fares harus gimana, Bun? Fares tulus bantu dia dan keluarganya. Fares juga rela nyembunyiin sikap dia dari Bapak.... Fares tau dia gak ada perasaan sama Fares, tapi apa salah kalau Fares minta dihargai sedikit? Fares juga punya perasaan.... Apa Fares gak berhak disayang, Bun? Bunda udah gak ada, Fares pengen disayang lagi sama seseorang... emangnya gak boleh ya, Bun?"

MY ASEXUAL WIFE ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang