........
Setelah Diana menyelesaikan nasi telur mata sapi plus sosisnya, wanita itu beranjak dari meja makan untuk bersiap-siap berangkat ke kampus. Mengenakan rok span hitam sampai lutut bawah dan kemeja sifon hijau tua motif bunga kecil sebagai atasan.
Sesampainya di teras, suaminya masih di sana. Sudah menyelesaikan makanan juga dan sekarang sedang menghisapi sebatang rokok untuk hidangan penutupnya.
Diana menatap Fares, Fares juga menatap Diana, dengan datar.
"Aku mau ke kampus dulu," ujar Diana duluan, dari jarak satu meter setengah.
Fares mengembuskan nikotinnya, lalu mengangguk saja.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Suara balasan yang agak berbeda. Dingin, tidak seramah biasanya.
Lalu belum selesai Diana mengenakan pantofel berhaknya, Fares sudah masuk ke dalam rumah sambil membawa piring dan gelas kotornya. Diana menatap punggung suaminya yang lama-lama menghilang di dalam rumah, dengan sebuah kesadaran bahwa sikap Fares berubah sejak kejadian tadi malam.
"Dia masih marah?" Tanya Diana dalam hati.
Namun Diana tak terlalu menghiraukan. Setelah selesai memakai sepatu, ia langsung menuju mobilnya dan pergi ke kampus.
🌼🍂🌼🍂
Setelah sudah memasuki dua kelas yang berbeda, akhirnya jam makan siang pun menjemput. Diana tengah berada di ruang dosen sekarang, tetapi belum lapar sebab nasi yang Fares ambilkan tadi pagi lumayan banyak.
"Kalau suami Bu Sri sukanya makan apa?"
"Mas Yanto mah apa aja dimakan sama dia, asal saya yang masak."
Lalu kedua dosen itu tertawa bersamaan.
"Kalau Bu Elin sendiri gimana?"
"Suami saya agak pemilih, dia gak mau makan yang terlalu banyak bawang putih, padahal kan bagus buat tekanan darah, kita kan udah berumur, ya."
Diana mendengarkan percakapan rekan sesama dosennya tersebut dari jarak 2 meter. Hatinya sedikit berdesir kala mendengar percakapan khas ibu-ibu barusan.
Jangankan tahu makanan favorit suaminya, membuatkan atau membelikan makanan untuk suaminya saja Diana malas. Malah suaminya yang selalu memasak untuknya meskipun hanya makanan yang biasa-biasa saja, yang rasanya juga biasa-biasa saja, tidak terlalu enak namun tidak buruk juga.
Diana sebenarnya bisa memasak, dan sebenarnya kemampuan memasaknya lebih di atas dari suaminya. Namun Diana... sungguh malas melakukannya. Menurutnya, melayani suami sungguh merepotkan. Dan selama Fares tidak protes, ia rasa semuanya oke-oke saja.
Diam tidak protes bukan berarti tidak berpikir dan tidak sakit hati, Bu Diana.
Namun, agaknya sulit. Selain malas peka, Diana juga malas melakukan segala hal keromantisan, makanya ia selalu cuek kepada suaminya. Karena, ya... memang tak ada hati pun minat sama sekali.
"Bu Diana." Tiba-tiba Bu Elin, seorang dosen berusia 40-an itu memanggil.
"Iya, Bu?"
"Gimana nih kesan-kesannya pengantin baru?" tanyanya cerah ceria.
"Biasa-biasa aja, kok, Bu." Diana tersenyum datar.
"Masa sih, biasa aja? Pasti asyik kalau pengantin baru mah. Saya aja pingin ngerasain lagi, tapi apa boleh buat, saya udah 10 tahun nikahnya." Kali ini Bu Sri yang berkomentar, lalu terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ASEXUAL WIFE ✔️
RomantizmDiana tidak tertarik baik pada lawan jenis atau sesama jenis. Apalagi kepada yang lebih muda, makin tidak berminat tentu saja. Hingga menginjak usia 32 tahun dan bekerja sebagai dosen pun masih tak ada minat pada asmara. Namun suatu ketika karena su...