Jam 9 malam
Hujan turun dengan derasnya, tak memedulikan manusia-manusia yang dilanda kebasahan saat menyusuri jalan raya. Fares sudah akan menutup tokonya, tapi sebuah motor dengan pengemudi yang berjaket dan berhelm hitam-hijau memarkirkan motornya di depan deretan bunga-bunga yang ia jual.
Ojek online itu juga membawa seorang penumpang wanita. Dan setelah motor itu terparkir, penumpang wanita itu pun turun dari motor, lalu membuka helmnya.
Ternyata Diana Agrailia.
"Faresta, neduh sebentar, ya," ucap wanita itu.
Seketika, debaran jantung Fares terpacu lebih cepat. Maklum, namanya melihat orang yang disukai.
"Iya, iya, Bu silahkan." Fares tersenyum, lalu memberikan sebuah kursi yang tadi sudah ia masukkan ke dalam toko untuk Diana duduki.
"Kamu udah mau tutup ya, Res? Gak apa-apa kalau udah mau tutup, saya cuma mau neduh sebentar aja kok ini," kata yang wanita lagi.
"Enggak, Bu. Belum, kok." Padahal memang sudah mau tutup. Fares-nya saja yang masih ingin memandangi Diana di sana.
Kemudian, Fares pun ikut duduk menemani Diana, sedangkan si supir ojek online meminta izin untuk singgah di warung kopi yang letaknya di samping toko bunga Fares. Maka, tersisalah mereka berdua di depan toko bunga.
"Bu Diana, dari mana?" tanya Fares setelah duduk.
"Dari kampus, ada kelas malam."
"Oooh." Fares mengangguk-angguk.
Duduk dengan jarak satu meter, sudah membuat indera penciuman Diana tersapa oleh aroma yang tak asing.
Faresta, selalu beraroma seperti bunga anggrek. Dan Diana sudah sangat hafal, sebab mantan mahasiswanya itu selalu beraroma seperti itu sejak dulu.
Entah parfum, entah deterjen atau apapun itu. Pokoknya Fares selalu seperti anggrek hidup menurut Diana. Apa jangan-jangan aroma keringat Fares juga berbau anggrek?
Kemudian, Diana pun diam saja. Mulai memainkan ponselnya untuk membunuh waktu, menunggu hujan reda. Sedangkan Fares, sama sekali tidak ingin membunuh waktu karena semakin lama Diana di sana, semakin bagus untuk hatinya.
Waktu pun semakin berlalu. Hanya dihiasi dengan nyanyian hujan, kedua insan itu larut dalam masing-masing diamnya.
"Emm, Bu Diana mau minum apa? Teh hangat mau, Bu?" tanya Fares sopan, memecah keheningan.
Diana lantas mengalihkan pandangannya, dari ponsel menuju wajah Fares. "Eh, gak usah. Kan saya cuma mau neduh, bukan mau namu." Ia berujar santai, lalu tersenyum ringan.
"Oh. Iya, Bu." Lantas, Fares hanya tersenyum saja sambil mulai memainkan jari-jarinya, sebab seonggok gugup tiba-tiba datang menyerang.
"Emm, Bu Diana... saya mau tanya," ucap Fares lagi setelah beberapa saat berlalu.
"Tanya apa?" Diana memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ingin fokus mengobrol dengan si tuan toko.
"Bu Diana... udah punya pacar, ya?" tanya Fares hati-hati.
Tapi pertanyaan ini sungguh random menurut Diana, namun dengan santai ia tersenyum pada Fares. "Enggak, saya gak punya pacar."
Fares menatap Diana dengan tatapan ragu. "Oh, saya kira... yang dateng sama Bu Diana ke sini 2 minggu lalu itu... pacarnya Bu Diana." Fares tersenyum canggung, malu menatap Diana.
Diana mengerjap-ngerjap sejenak. "Oh, Galang. Yang nganter saya beli buket bunga, ya? Bukan, itu abang sepupu saya," jelas Diana.
Kepala Fares sedikit terangkat, kini ia menatap Diana lagi, lantas mendapati wanita itu tengah tersenyum padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ASEXUAL WIFE ✔️
RomanceDiana tidak tertarik baik pada lawan jenis atau sesama jenis. Apalagi kepada yang lebih muda, makin tidak berminat tentu saja. Hingga menginjak usia 32 tahun dan bekerja sebagai dosen pun masih tak ada minat pada asmara. Namun suatu ketika karena su...