Matanya memindai ke arah sekitar, mencoba mengabaikan suara dentuman keras disertai air hujan. Rio berjalan perlahan, melewati sepasang demi sepasang petarung yang sedang memperjuangkan kemenangan.
Air hujan disertai tanah yang basah terinjak keras oleh sepatu hitam besar yang dimilikinya. Bergerigi, besar dan kuat. Cipratan air pun ikut serta mengotori sepatunya. Sial, tapi tak apa.
Sepatu pemberian Naomi di ulang tahunnya tiga tahun yang lalu. Sepatu yang diberikan dengan sebuah ucapanㅡjangan cuma jadi laki-laki yang punya banyak rancangan kemenangan. Rancangan yang lain, kamu juga harus lakuin itu. Demikian Naomi berucap pada saat itu.
Menoleh ke kiri, tidak juga ditemukan. Menoleh ke kanan, masih sama seperti saat ia menoleh ke kiri. Perasaan khawatir yang menjulang tinggi bagai gunung Everest membuatnya tidak bisa menghentikan satu tangan yang menggenggam pedang ke arah lawan, dan kedua kakinya akan tetap berjalan sampai orang yang ia cari di dalam medan pertempuran ditemukan.
Melihat Bimo sudah terbagi menjadi beberapa bagian, Rio pergi dan mencari wanita itu seorang diri. Toh baginya, dibantu pun terasa percuma, pria itu harus menyelesaikan masalah kekeluargaan nya sendiri.
Jubah hitam, tinggi berkisar seratus enam puluh tiga centimeter, suka berjalan dengan sangat cepat, dan pundak tegap rapih terlihat pemberani. Hanya itu ciri-ciri yang dapat ia kenali dibalik jubah hitam besar yang menutupi seluruh tubuh wanita itu.
Terlalu banyak agent mata-mata yang menggunakan warna jubah yang sama, tapi tidak ada satupun yang cocok seperti ciri-ciri yang sudah ia kenali sedari dulu.
Seorang wanita berjalan sendiri dari arah yang berlawanan, ia tidak bersama dengan teman-teman nya. Rio menghampiri wanita itu, dan wanita itu menampilkan raut wajah ketakutan. "Vanya?! Akhirnya!" Tanpa sadar Rio memeluk wanita itu tanpa mau tau sekencang apa dekapan yang ia berikan pada gadis itu.
Ketika Rio melepaskan pelukan yang ia berikan, ia meneliti tiap inci tubuh wanita itu, dan raut wajahnya berubah menjadi raut kebingungan. "Kamu gak terluka, kan?"
Wanita itu menunjukkan bagian kanan leher nya yang terluka mengeluarkan cairan merah mengalir turun ke bawah lehernya. Rio berekspresi marah. "Kasih tau aku prajurit mana yang melukai kamu!"
Wanita itu menunjuk ke samping, seorang petarung yang sedang menatap mereka dengan raut wajah tertekuk bagai diamuk api. "Dia"
Tanpa hitungan menit, pria malang itu berhasil pergi ke surga. Akhirnya, Rio kembali menemui wanita nya lalu menariknya pergi dari daerah perlawanan.
Dengan kotak obat yang sengaja ia bawa, Rio mengobati luka milik Vanya tanpa memperdulikan tatapan aneh yang diberikan wanita itu.
"Aku harus ketemu Archer" Ucapnya.
Rio berusaha menghirup oksigen yang terasa berat ketika mendengar nama seseorang yang sering membuatnya marah. "Kamu suka sama dia?" Tanya Rio setelah selesai mengobati luka milik seorang wanita yang menatapnya penuh permohonan untuk dilepaskan.
"Iya" Jawabnya tanpa ragu.
"Yaudah, tapi kamu harus baik-baik aja. Jangan sungkan beritahu aku kalau ada yang melukai kamu, ya. Biar aku yang maju untuk kamu"
Vanya mengangguk. "Aku pergi"
Rio menatap kepergian wanita itu dengan sedikit mata sayu. Seperti, apakah ia pantas ditinggalkan padahal ia sudah mencoba suatu perbuatan yang baik untuk menghilangkan sedikit kekecewaan yang ada di dalam diri wanita itu?
Rio melangkah pergi karena sudah tidak lagi menatap Vanya sejauh matanya bisa memandang. Tapi kedua alisnya saling bertaut, tangannya yang memegang pedang seakan siap untuk digunakan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARALLEL UNIVERSES
Ficção Científica( TAMAT ) LAGI TAHAP REVISI (supaya tdk aneh² amat). Teori dunia paralel bisa dijelaskan sebagai kehidupan manusia beserta alam semesta secara bersamaan satu sama lain. Yang mencengangkan, masing-masing dunia tidak menyadari kehadiran dunia lainnya...