Seberes mandi dan badan menjadi lebih segar, aku berjalan ke arah balkon kamar sembari membawa buket bunga dengan seulas senyum yang tidak henti-hentinya tercetak jelas di bibirku. Bagaimana aku tidak senang, pasalnya ini untuk pertama kalinya ada seseorang yang mengirimiku bunga bak seorang pemuja rahasia. Aku benar-benar masih penasaran, siapa gerangan yang sudah memberikan bunga wangi tersebut untukku.
Tanganku mengambil selembar kertas yang tadinya terselip di dalam bunga. Lipatan persegi empat aku buka dengan perlahan, lalu mataku menemukan sebuah tulisan tangan yang lebih mirip seperti huruf latin. Namun untungnya aku masih bisa menangkap kata-kata yang terangkai di atas kertas putih itu.
Bunga-bunga indah nan wangi, teruntuk nona manis yang baik hati. Maafkan aku yang mungkin membuat hatimu tak menentu. Ya, kulakukan semua itu agar aku bisa menjaga hatimu. Oh iya, saat ini aku sedang merindukanmu, nona manis. Rindu senyumanmu, rindu ocehan dari mulutmu, dan segenap rindu lain yang tak bisa terungkapkan bahkan melalui ribuan puisi sekaligus.
Kamu pasti kaget kenapa bisa dapat bunga ini. Lantas kamu bertanya-tanya dengan kening berkerut samar, dari siapakah pengirimnya? Dan kamu mulai ge-er bahwa kamu ternyata memiliki secret admirer. Percayalah, aku menulis semua ini sambil menahan ketawa. Dan kamu mulai memanyunkan bibir, siap mengeluarkan jargon andalanmu, seperti Triple O em ji. Lagi-lagi kamu pasti kaget kenapa aku bisa tahu. Kamu mulai geleng-geleng kepala, tanganmu mulai terkepal lantaran sudah penasaran dan bete setengah mati. Hahaha, maafkan aku, jangan dulu kamu remas-remas kertas ini lalu kamu membuangnya atau bahkan membakarnya. Sebentar dulu, lanjut baca sedikit lagi.
Saat ini kamu sudah menebak-nebak berbagai nama yang terkuat sebagai seseorang yang mengirim bunga ini. Percayalah, dari semua nama-nama yang keluar dari mulutmu, seratus persen tidak ada yang benar. Astaga, aku sudah tidak bisa menahan tawa. Kamu jangan ilfil atau jijik kalau menemukan bekas titik air liur di kertas ini, ya. Oh no, mendadak aku jadi ingin mencium bibirmu, nona manis. Tapi tenang, aku masih bisa menahan semua hasrat tak mendasar itu kok. Cukup saja aku mengagumimu dari jauh. Karena sementara ini kamu belum saatnya tahu siapa aku yang sesungguhnya. Namun yang jelas, kini aku sedang senang. Dan hatiku berbunga-bunga.
Selamat melakukan aktivitas, Ayya.
Triple O em ji, ini benar-benar di luar dugaan. Siapa pun pengirimnya, yang jelas pasti dia adalah anak satu sekolah denganku atau orang yang sudah mengenal segala gerak-gerikku. Dan bahasa yang digunakan dalam surat tersebut cukup membuatku tercekat lantaran menggunakan sebutan 'aku-kamu'. Oke, setelah dipikir lebih jauh, di sekolah tidak ada satu pun orang yang menggunakan bahasa tersebut kepadaku. Ya Tuhan, apa jangan-jangan aku sedang dikerjain teman-temanku?
Aku melipat kertas tersebut dan menaruh buket bunga di sisi lain meja belajar, berdampingan dengan fotoku dan Pak Arnold. Kemudian aku mulai mencoba untuk bersikap biasa saja meski kini rasanya jadi kepo maksimal.
"Miko? Apa iya bunga ini dari Miko?" gumamku. "Fiks, besok pulang sekolah gue harus nekat datang ke SMK Taruna Jaya."
Ya, aku tak peduli lagi dengan kata-kata yang terdapat dalam surat tersebut yang menuliskan bahwa nama yang keluar dari mulutku sebagai pengirim bunga tidak akan sama dengan aslinya. Siapa tahu itu hanya taktik belaka yang tak kuketahui motifnya apa.
Sebuah suara deruman motor menyentakkanku seketika. Rupanya Ravenza sudah hendak pergi untuk menjemput Veranda yang baru pulang dari acara Pramuka.
***
"Heksa!" Aku menghentikan langkah Heksa yang sedang berjalan santai di koridor yang menuju kelas.
"Ada apa?" Heksa menoleh, menjawab datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Miracle Love [End] ✔
Teen FictionWajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh. Itulah aku, seorang remaja yang belum pernah merasakan kisah cinta manis layaknya cerita-cerita yang pernah kubaca. Semua itu terlalu indah...