Eps.13 - Dibully Geng Syantik

1.1K 219 330
                                    

Menunggu malam rasanya tak sepanjang ini. Dari balik tirai kamarku, berjuta pesona bintang tampak terang bagai lentera malam. Bersinar sempurna atas kehendak sang Tuhan.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 8, dan aku mengabaikan seruan Mama untuk makan malam. Rasanya sudah tak memiliki rasa lapar saat aku tak lama lagi akan pergi berdua dengan Orion di Waroeng Sandaran meski hanya untuk mengerjakan makalah.

Seberes membersihkan diri, aku memoleskan krim wajah agar sedikit mengurangi noda-noda yang menempel. Untuk pakaian, aku harus tampil dengan girly tentu saja, dengan menggunakan rok selutut yang dipadukan dengan blus bermotif sederhana seperti motif floral.

Aku menarik napas panjang menatap bayanganku di cermin. Berpikir sesaat untuk mengenakan bando sebagai pemanis, namun segera saja aku urungkan, takut jika dandan terlalu berlebihan membuat Orion tak nyaman. Akhirnya aku putuskan untuk tetap menggeraikan rambutku saja.

Aku sedang menutup laptop yang hendak kumasukkan dalam tas ketika mendadak ingatanku terbang mengenai hubungan Vinny dan Bryan. Tak berpikir panjang, aku lekas mengambil ponsel dan menyambungkan telepon ke nomor Vinny.

Tidak harus menunggu lama sambungan segera diangkat oleh Vinny.

"Hallo, Ay? Ada apa?" Aku nyaris tertawa saat mendengar nada suara Vinny yang sedikit gemetar.

"Vinny, santai aja dong. Gue nggak mau ngapa-ngapain lo kok." Aku membekap mulut, tertawa pelan.

"Terus lo telepon ada apa? Tumbenan ... pasti ini soal Bryan ya?"

Tebakan Vinny lagi-lagi kembali membuatku tertawa pelan. "Iya, Vin. Lo pokoknya besok cerita sama gue, Decha dan Erin. Nggak boleh ada yang dilewatin."

Vinny tampak menghela napas. "Harus banget gitu?"

"Wajib, Vinny ... kita kan temen." Aku mendesak.

"Iya, iya."

Karena aku tak suka berlama-lama mengobrol via telepon karena pemborosan, aku memutuskan untuk segera masuk ke inti pembicaraan.

"Oh iya, Vin, satu lagi." Dengan cepat aku mencegah Vinny yang seolah sudah akan memutuskan pembicaraan. "Kalau lo emang lagi deket sama Bryan, tolong ya, lo bilangin ke Bryan kalau gue tuh nggak pernah suka sama dia. Yang waktu itu cuma salah orang. Salah paham. Tolong, Vin, lo bilangin itu ke dia. Gue yakin kalau lo yang ngomong, pasti dia bakal percaya."

Kali ini aku mendengar Vinny yang tertawa. "Ayya, Ayya. Tanpa lo perintah pun, udah gue bilangin kok ke Bryan. Dan yah ... dia percaya dong."

Aku tercekat, melebarkan mata mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Vinny. Demi rembulan yang bertemankan bintang, aku benar-benar bahagia punya sahabat seperti Vinny.

"Vin ... jadi lo udah bilangin ke Bryan?" Mendadak, aku merasa lega lantaran tak akan mendapat serangan menyebalkan dari cowok over percaya diri itu lagi.

"Yuhuu!"

Aku bisa membayangkan wajah manis Vinny di ujung sana. Seketika aku jadi semakin kepo mengapa cewek cantik seperti Vinny bisa tertarik dengan cowok yang radar ketampanannya rendah seperti Bryan itu.

"Vin, sebenarnya apa sih yang membuat lo suka sama Bryan?" tanyaku berusaha hati-hati dan menekankan kata 'suka'.

"Ayya ... Bryan itu nggak seburuk yang lo sangka. Dia tuh baik, terus ... yah ... gimana ya?" Vinny terkekeh.

Tak lama benih-benih haru langsung menyergap seluruh perasaanku.

"Gitu doang?"

"Yah ... ada deh pokoknya. Lagi pula, Ay, lo jangan menilai orang cuma dari satu sudut pandang doang. Apalagi cuma dilihat dari penampilan."

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang