Eps.4 - Who Is Him?

1.4K 330 359
                                    

Aku memberengut kesal. "Gengs, kalian salah paham. Dia bukan cowok yang gue maksud."

Seandainya ini sebuah komik, mungkin di kepala Decha, Vinny dan Erin sudah dipenuhi oleh gelembung-gelembung berisi tanda tanya saat mereka bertiga kompak menatapku yang begitu nelangsa ini.

Sesampainya di ruang kelas, aku bersungut-sungut sebal, selama perjalanan menuju kelas dengan perasaan galau radius terdalam, aku tak menanggapi pertanyaan dari ketiga temanku itu.

Decha yang duduk di sebelahku, segera menatapku meminta penjelasan. Aku hanya mampu mengembuskan napas gusar.

"Rin, tuh saudara lo kerjaannya nge-game sambil makan apa ya? Gendut banget gitu badannya kebanyakan lemak. Udah gitu, dia rese, menyebalkan," ujarku melampiaskan kekesalan. Berusaha tak menghiraukan lagi tanda tanya di benak ketiga temanku. Aku berharap tanda tanya di kepala mereka pecah saat aku tiba-tiba membicarakan cowok gendut yang sangat rese itu.

Erin dan Vinny yang duduk di belakang berdecak bersamaan.

"Jangan gitu dong, Ay. Meskipun dia dingin, gendut dan menyebalkan, tapi dia adalah seorang gamers yang handal. Dia sering memenangi kompetisi game online gitu." Erin menjelaskan.

"Yap, jujur nih ya, maaf bukannya gue ngatain. Bryan emang nggak ganteng, tapi dia lumayan manis kok." Decha menatap Erin, takut-takut jika sepupunya itu ikut tersinggung.

"Ya emang kok dia nggak ganteng," sahut Erin, tertawa pelan.

"Dan satu lagi, Ay. Akun Instagram Bryan di follow sama Jess No Limit. Gila ... keren banget," lanjut Decha lagi, memekik tertahan.

Vinny tak mau kalah, mengangguk-angguk mengiakan. "Iya bener. Gue aja yang dari dulu ngemis follback sama Jess No Limit nggak digubris sama sekali." Vinny sengaja betul menekuk wajahnya.

"Itu penderitaan lo, Vin." Decha menyahut.

"Gue nggak merasa menderita kok. Suer ... gue baik-baik aja meski DM gue dicuekin sama Jess No Limit," sahut Vinny dengan ekspresi polos.

Aku mendesah frutrasi, berpikir mengapa teman-temanku seolah-olah sedang mempromosikan kelebihan Bryan kepadaku. Hello? Memangnya aku tertarik dengan cowok dingin itu?

Menarik napas dalam-dalam, lalu kukeluarkan dengan perlahan.

"Bodo amat ya. Mau dia di-follow Jess No Limit, kek, atau bahkan di-follow Justin Bieber sekalipun gue nggak peduli ... nggak peduli." Aku mengentakkan kaki kesal. "Gue cuma peduli sama cowok yang kemaren."

Ketiga sahabatku saling berpandangan heran. "Makanya lo belum jawab pertanyaan kita tadi. Yang lo maksud cowok kemaren tuh yang mana sih, Ay?" tanya Decha geregetan.

"Dia tuh ...." Rasanya aku tidak bisa menjelaskan lagi dengan pikiran kacau seperti sekarang.

"Lo yakin nggak salah lihat, kan, Ay?" Vinny menatapku, lagi-lagi dengan pandangan prihatin.

Aku segera menggeleng kuat-kuat.

"Ehm ... dia pakai seragam sekolah kita apa gimana?" sambung Erin, seolah sedang mengintrogasiku.

"Nah itu dia masalahnya, gengs. Gue cuma ... cuma inget dia pakai jaket dan pakai sepatu. Gue bener-bener udah terbius sama pesonanya," pungkasku, sengaja menutup kedua telinga bersiap mendengar tawa membahana dari teman-temanku. Namun nampaknya mereka tidak tertawa seperti yang kukira, mata mereka justru berpandangan satu sama lain.

"Fiks deh kayaknya lo cuma halusinasi, Ay." Vinny mengeluarkan argumen. Aku melotot ke arahnya.

"Triple o em ji. Masa sih gue halusinasi sampe segitunya?" tanyaku, nyaris histeris di dalam kelas. Pasalnya cowok tampan mirip Rich Brian yang kutemui kemarin benar-benar nyata, bukan fatamorgana.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang