Eps.40 - Tunangan Pak Arnold

824 124 296
                                    

"Ya... terus apa dong syaratnya?" tanyaku dengan perasaan kurang enak. Curiga betul dengan ekspresi ketiga sobat baikku ini.

Erin menjentikkan jarinya. "Gampang... lo cuma perlu ikuti kita ke salon besok malam tepat satu jam sebelum datang ke acara."

"Triple O em ji... gue nggak salah dengar, kan?" Aku memastikan hal tersebut dengan menatap manik mata ketiga sobatku bergantian.

"Nggak salah sama sekali. Telinga lo masih normal kok, Ay. Lagian ya lo sesekali tuh harus rubah penampilan. Apalagi ini buat ke acaranya Pak Arnold, which is dia pernah menjadi incaran hati lo kan?" ujar Decha menjelaskan.

Aku menghela napas mendengar kata-kata dari Decha, memikirkan kemungkinan buruk jika aku harus pergi ke salon—seperti aku jadi terlalu menor atau semacamnya—tetapi demi pertemanan kami yang sudah hampir 3 tahun, akhirnya aku mengangguk setuju dengan ide tersebut. Lagi pula setelah dipikir-pikir mereka tidak ada salahnya juga. Aku harus tampil lebih beda dari biasanya.

"Ya udah lah gue mau aja daripada kalian nggak mau nemenin gue."

"Ayya... ini kan demi elo juga. Sesekali lo harus tampil perfect. Oke?" Vinny mengerling singkat setelah mengatakan bujuk rayu yang sudah mempan di hatiku itu.

Untuk kedua kalinya aku mengangguk pelan sebelum ketiga sobatku ini berhambur dan memelukku dengan erat.

"Kalian ya, emang ada-ada aja deh." Di sela-sela pelukan aku menggumam.

"Kita akan sulap lo jadi Ayya yang berbeda dari biasanya." Decha mengusap-usap pundakku.

***

Malam Minggu tiba, aku sudah dijemput oleh ketiga sobatku tepat pukul 5 sore untuk dibawa ke salah satu salon kecantikan langganan Decha. Sobatku yang satu itu memang nomor satu jika menyangkut soal kecantikan. Dia ahlinya di bidang fashion maupun hairstylist. Tak terhitung berapa kali selama berteman denganku Decha menyarankan aku untuk mengganti gaya rambut dan melakukan perawatan kulit. Untuk soal perawatan, aku pernah setuju dengan usulnya itu demi menghilangkan jerawat-jerawat di wajah. Namun selang beberapa minggu saja jerawat nakal itu kembali tumbuh dan aku sudah menyerah untuk melakukan perawatan tersebut dikarenakan hanya akan membuang-buang duit saja. Alhasil, aku hanya mengandalkan beberapa krim produk yang dijual online maupun beli dari tantenya Vinny.

Dalam kurun waktu satu jam, kami akhirnya keluar dari salon dengan penampilan benar-benar baru, khususnya diriku. Malam ini, rambutku yang tadinya panjang di bawah bahu dirombak menjadi sedikit lebih pendek dengan sentuhan highlight yang membuat rambutku tampak mirip artis-artis di TV. Oke, alih-alih lebih percaya diri, malam ini penampilanku justru membuat tambah grogi. Bagaimana kalau aku lebih terlihat seperti ondel-ondel?

"Triple O em ji, Ayya... lo jangan mikir yang macam-macam, oke? Sekarang lo cantik banget, beda dari biasanya. Gue yakin kalau ada cowok-cowok di acaranya Pak Arnold, mereka pasti bakal terpesona sama lo, Ay," puji Decha dengan penuh kagum, namun cenderung berlebihan.

Aku hanya memutar bola mata, memilih tak mengindahkan pujian Decha. Bisa saja sobatku itu meyakinkan penampilanku.

Vinny dan Erin segera mengangguk-angguk. "Betul Ay, coba aja lo kayak gini dari dulu," ujar Erin yang sedang memilih sebuah dress di lemari kamarnya untuk aku kenakan. Oke, bukannya aku tidak punya gaun sendiri atau mengemis minta gaun punya Erin, tetapi Erin sendiri yang dengan senang hati ingin meminjamkan dress terbaiknya khusus untukku malam ini.

"Tapi gue jadi nervous, gimana dong?" kataku sambil menahan sedikit rasa gatal pada rambutku.

"Maklum aja, ini kan pertama kalinya lo ubah gaya rambut lo." Vinny menimpali.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang