Kamar milik Erin yang lumayan luas itu menjadi markas kami untuk mengerjakan tugas makalahku secara bersama-sama. Setelah memakan waktu beberapa jam dari siang hingga adzan maghrib berkumandang, akhirnya kami berhasil merampungkan makalah itu dengan sempurna. Syukurlah, tinggal esok hari saja file makalah ini dibawa ke percetakan untuk di-print sekaligus jilid.
Kini, kami berempat segera membersihkan bekas-bekas makanan di seluruh penjuru kamar Erin sebelum kami memutuskan untuk antri mandi. Setelah ini, kami akan langsung berangkat ke Pasar Malam yang tentu saja sudah dibuka. Mengenai soal pakaian, Erin dengan senang hati meminjamkan kami koleksi baju kasualnya yang untung saja muat di badan kami.
Aku baru saja keluar dari kamar mandi ketika dering ponsel terdengar. Nama Orion terpampang di monitor. Ya Tuhan, aku masih belum percaya sepenuhnya bahwa aku sudah jadian dengan cowok kece itu. Aku melilitkan handuk di atas kepala sebelum menjawab telepon tersebut.
"Hallo, Yon?" Suaraku sengaja dibuat semanis mungkin. Erin yang sedang memilah-milah sepatu sampai menoleh dengan raut wajah terkejut.
"Ay, gimana jadinya? Lo jadi berangkat bareng temen-temen lo atau gue jemput aja?"
Oke, ada rasa senang yang menyelinap di dada. Seandainya aku tidak janji dengan sobat-sobatku untuk berangkat bersama, pasti aku sudah loncat-loncat seperti pocong di atas kasur milik Erin karena akan dijemput Orion pertama kalinya sebagai seorang pacar. Namun, sebelum semua itu terjadi aku sudah mengusir khayalan memalukan tersebut dari pikiranku.
"Gue ...." Sempat terpikir olehku untuk menggunakan bahasa aku-kamu, tetapi Orion sendiri tetap memakai gue-lo sehingga aku tidak mau gegabah terlalu muluk mengganti panggilan. "... gue tetep bareng temen-temen gue dong. Kita lagi siap-siap nih." Aku melirik ke arah Erin dan Vinny yang sedang duduk di depan kaca rias, memoles sebuah bedak ke wajah manisnya. Sementara Decha sedang berada di kamar mandi.
"Baiklah kalau gitu. Gue sama anak-anak yang lain otewe duluan ya. Sampai ketemu nanti di PM, Ay."
Untuk sekarang rasanya panggilan 'Ay' dari Orion terdengar jauh lebih berbeda, seolah hal tersebut mengandung gumpalan gula.
Sepertinya malam ini akan menjadi malam terindah, khususnya bagi diriku yang seumur-umur belum pernah merasakan punya soulmate. Dan sekarang, Orion hadir dalam hidupku menempati posisi menjadi pacar pertamaku. Tentu saja harapanku bukan hanya yang pertama namun juga yang terakhir.
Setelah acara dandan ini-itu yang memerlukan waktu cukup lama, akhirnya kami segera keluar rumah Erin menuju sebuah Avanza yang sudah menyala mesinnya. Sopir ayah Erin akan mengantar kami ke lokasi tujuan.
"Waduh ... pada wangi-wangi banget ini para Nona." Sopir ayah Erin yang bernama Pak Agus menyambut kedatangan kami, beliau sedang mengelap kaca depan mobil dan tersenyum ramah.
"Parfum satu botol habis buat kita berempat, Pak," tukas Erin seraya terkekeh pelan. Tentu saja pernyataan itu tidak benar.
"Anak-anak, tolong pulangnya jangan terlalu larut. Kalau sampai jam sepuluh belum pada pulang, Mama bakal laporin kalian ke orangtua masing-masing," ujar Tante Desy, mama dari Erin, yang tiba-tiba keluar dari arah rumah. Matanya menatap aku, Vinny dan Decha dengan sorot penuh keibuan. Sebenarnya kami berempat selalu menyebut 'Mama' kepada ibu kami masing-masing. Secara tidak langsung, kami memiliki 4 ibu yang baik hati, selalu perhatian dan sudah menganggap kami anak sendiri.
"Oke, Ma, kita pulangnya nggak sampai malam kok," sahutku, yang segera diangguki Decha dan Vinny, sebelum kami menyalami tangan Tante Desy.
Di dalam perjalanan menuju lokasi, aku sempat terpikir pulang terlebih dahulu untuk mengambil hoodie cokelat kebesaran yang sempat membuat mulut Orion mengeluarkan pujian untukku kala itu. Namun, sepertinya kami juga sudah terlalu terlambat datang ke PM sehingga membuatku mengurungkan niat tersebut. Bukan apa-apa, meskipun aku tidak cantik dan memiliki jerawat, setidaknya aku hanya ingin tetap terlihat lucu dan menggemaskan di mata Orion dengan menggunakan jaket hoodie itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Miracle Love [End] ✔
Roman pour AdolescentsWajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh. Itulah aku, seorang remaja yang belum pernah merasakan kisah cinta manis layaknya cerita-cerita yang pernah kubaca. Semua itu terlalu indah...