Untung saja tulang punggungku masih bisa terselamatkan lantaran saat di tengah undakan tangga, Vegas dan Zaki memaksaku untuk berdiri. Namun, penderitaan bukan berarti berakhir sampai di situ. Tubuhku segera diangkat, Vegas bagian memegangi kedua tanganku sementara Zaki berhasil mengangkat kedua kakiku dengan erat, nyaris membuat celanaku melorot saat aku berusaha menendang perut Zaki. Ya Tuhan, semoga saja celana dalamku tidak kelihatan oleh mata mereka.
Dengan usaha keras dan upaya membawa tubuhku, Zaki dan Vegas terus turun ke bawah tempat yang semakin lama semakin lengang dan berhawa dingin yang mencekam.
Akhirnya tangga itu berujung di sebuah ruangan yang terlihat seperti gudang. Banyak kardus-kardus bertumpuk di sisi ruangan, kursi-kursi kayu yang sudah lapuk, sofa bekas yang sudah terkoyak dan banyak barang-barang bekasan lainnya. Tubuhku dilempar di sebuah kursi kayu yang sudah disiapkan Mandan sebelumnya. Rasanya aku ingin teriak, ingin lenyap sekarang juga.
Air mataku tak menghalangi ketiga cowok kasar tersebut untuk mengikat tali di sekujur badanku, membuat aku tak bisa bergerak sama sekali. Ya Tuhan, apa yang akan mereka lakukan?
Tak lama kemudian selepas mereka melakukan ikat-mengikat di tubuhku, lakban di mulutku dilepas kencang hingga membuat rasa sakit dalam sekejap menyerang area bibirku.
"Mau kalian apa?" Aku menangis semakin kencang. "Orion tolongin gue!" seruku dengan nyaring.
"Diam lo!" Zaki berteriak. "Nggak usah mengharapkan Orion."
Seperti dihasut setan, Vegas menyeringai dan menatapku dengan pandangan menggoda. "Ngomong-ngomong, ternyata lo seksi juga ya."
"Sebaiknya kita apakan dulu nih, Gas?" tanya Mandan seraya memain-mainkan tongkat bisbol. Astaga, untuk apa tongkat itu?
"Lumayan kalau kita pakai dulu, tapi... gimana sama Orion?"
"Udah, pakai aja sepuas kalian. Gue nggak peduli kok."
Sebuah suara yang sangat kukenal membuat mataku yang semula terpejam karena merasa takut kini terbuka lebar. Aku melihat Orion berdiri di undakan tangga, menyeringai jahat seraya mengepulkan asap rokok dari mulutnya. Ya Tuhan, sejak kapan Orion merokok? Dan itu sama sekali tampak bukan Orion yang kukenal.
"Orion tolongin gue, Yon." Aku berseru, masih berharap Orion menolongku dari jeratan teman-temannya ini.
"Apa? Tolong? Hahaha ngimpi aja sono. Bukannya lo suka ngimpi, ngehalu?" Orion tertawa lebar, menapaki tangga demi tangga menuju ke bawah.
"Jadi, maksud lo apa?" tanyaku dengan air mata bercucuran. Entah sampai kapan produksi air mataku terus mengalir dengan lancar. Rasanya tak henti-hentinya turun. Dan hei, bukankah harusnya kisah ini merupakan kisah penuh tawa? Lantas kenapa aku harus mengalami kesedihan hati yang menyesakkan dada seperti ini? Oke, rupanya aku sadar. Hidup ini tidak melulu tentang tawa, tentang suka, tentang cinta yang indah, tentang semua apa yang telah kuimpikan. Melainkan hidup ini seringkali dibumbui oleh luka, duka, dan linangan air mata.
"Dengerin baik-baik. Mulai sekarang gue sama lo putus! Ngerti?" kata Orion, memutari kursi tempat aku diikat.
"Ta-tapi kenapa?" Aku tidak tahu bila akhirnya seperti ini.
"Karena... sebenarnya selama ini gue nggak pernah suka dan cinta sama lo. Mana mungkin sih gue jatuh hati sama cewek cupu kayak lo? Gue cuma cinta sama duit-duit lo doang, gue cuma cinta sama reputasi dan popularitas gue doang." Orion berkata dengan wajah yang hanya terpaut beberapa sentimeter di depanku, mengepulkan asap rokok yang begitu menyesakkan dada.
Aku menggeleng-geleng tak percaya, lantas aku terbatuk-batuk lantaran terkena kepulan asap dari mulut Orion itu.
"Lo... lo pasti bohong kan, Yon?" tanyaku dengan isak tangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Miracle Love [End] ✔
Ficção AdolescenteWajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh. Itulah aku, seorang remaja yang belum pernah merasakan kisah cinta manis layaknya cerita-cerita yang pernah kubaca. Semua itu terlalu indah...