Eps.27 - Bertengkar di Toilet

915 153 226
                                    

Hari Senin pagi tampaknya suasana sekolah mulai ramai, hal ini dikarenakan mereka tidak berani kedapatan absen atau terlambat mengikuti upacara bendera. Pasalnya, sesuai peraturan baru dari pihak sekolah pada dua minggu lalu, barangsiapa yang tidak mengikuti upacara karena terlambat atau kabur, maka mereka akan tetap diperintahkan untuk melakukan upacara sesi kedua dengan mereka sendiri sebagai petugasnya. Entahlah, aku tidak terlalu paham sistemnya seperti apa lantaran aku belum pernah merasakan hukuman tersebut.

Selain itu, hari ini pula menjadi hari yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidupku. Apa pun yang terjadi, kejadian tersebut akan selalu membekas di ingatan memori. Sebuah kejadian yang tak kuduga sebelumnya, kejadian yang akan mengubah hari-hariku ke depannya.

Aku berjalan seorang diri di koridor menuju kelas. Mataku memperhatikan sekitar untuk memastikan tidak terpergok oleh Orion. Ya, paska kejadian kemarin saat aku berharap Orion akan menembakku, hari ini aku bertekad untuk tidak bertemu dengannya dulu. Bukan apa-apa, aku hanya ingin menenangkan dan introspeksi diri bahwa cowok tampan seperti Orion takkan mungkin menyukai cewek cupu sepertiku. Selama ini dia hanya menganggapku sahabat saja, padahal itu sudah merupakan kebahagiaan yang tak terkira. Namun, namanya juga sudah berharap lebih, perasaanku tetap saja sakit saat harapan tersebut pupus dan ternyata harapan itu juga semu. Selain itu, aku teramat yakin bahwa Orion sedang pelan-pelan menghindariku karena ilfil dengan perkataanku kemarin tentang 'I Love You', jadi sudah bulat keputusanku untuk tidak bertemu dengannya dulu sementara waktu.

Sembari berjalan ke kelas yang tinggal beberapa meter lagi, aku mengembuskan napas perlahan untuk menenangkan diri dari pikiran-pikiran yang memenuhi kepala. Tenang, Ayya, hal tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dipikirkan terlalu dalam. Itu adalah hal wajar.

Belum sampai kakiku menginjak depan pintu kelas, tiba-tiba dari arah belakang tangan seseorang menahan lenganku dan refleks membuatku terkejut lalu berbalik arah. Begitu aku berhadapan dengan sang pemilik tangan, aku melebarkan mata saat mendapati Cherry yang berdiri di depanku.

"Lo-"

"Ikut gue!"

Belum sempat aku meneruskan kata-kata, Cherry segera menarik pergelangan tanganku dan berjalan mengarah ke belakang kelas. Aku berusaha tetap tenang meski merasa keder juga dengan aksi pembullyan apa lagi yang akan dilakukan Cherry terhadapku setelah ini.

"Ayya, gue emang tahu ya kalau Orion udah konfirmasi soal vidio itu bahwa nggak ada kaitannya dengan dia milih gue atau lo. Tapi tetep aja, gue jadi malu ke sekolah karena anak-anak ternyata merendahkan gue. Lo sadar kan kalau ini semua gara-gara lo."

Cherry segera berbicara begitu kami sampai di bangunan belakang kelas, di dekat bak sampah yang berbau asap. Air mata Cherry berlinang deras, tampak membasahi kedua pipinya yang putih mulus. Seolah-olah Cherry merupakan orang yang paling menderita di muka dunia. Demi serigala berbulu domba, aku tidak begitu yakin bahwa air mata tersebut merupakan air mata kesedihan yang sungguhan.

Di satu sisi perkataan Cherry memang benar kalau Orion sudah konfirmasi melalui story Instagram mengenai video tersebut. Aku tak menampik dan aku tak berkomentar apa pun mengenai status tersebut.

Aku mendengus pelan, lalu menatap Cherry dengan berani. "Eh Cherry ... lo jangan pikir seolah-olah yang paling sengsara dong. Lo tahu kan gue juga kena dampaknya yang lebih parah daripada lo? Gue difitnah yang macem-macem sama anak-anak. Lo pikir itu enak?"

Saat ini aku tak peduli membentak-bentak, aku hanya berharap tidak ada oknum guru yang mendapati dua muridnya sedang adu mulut ini.

Cherry terperangah mendapat jawaban dariku. "Eh Ayya, kok lo jadi bentak-bentak gue, harusnya lo tuh minta maaf!"

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang