Aku memalingkan wajah, tertawa sinis. "Kapten futsal abal-abal? Triple o em ji ... Orion tuh nggak abal-abal."
Arraja mencibir mendengar pertanyaanku. "Gue cuma nanya, sejak kapan lo dekat sama tuh cowok?"
Aku memutar bola mata jengah sebelum menjawab, "Sejak kapan lo jadi kepo urusan gue?"
Arraja menyeringai. "Hati-hati aja lo dekat sama dia ."
"Kenapa mesti hati-hati? Perlu lo ketahui, dibanding elo ... Orion jauh lebih manis dan baik," tukasku, menunjuk Arraja dengan diselingi tatapan tak suka.
"Oh ya?" Arraja memicingkan mata. Membungkukkan badan agar seimbang dengan tinggi badanku. Astaga, apa-apaan itu?
Sebelum berbalik arah, aku menoyor kepala Arraja. "Bodo amat!"
Aku sempat mendengar umpatan pelan dari mulut Arraja. Tak memedulikan itu, cepat-cepat aku berlari menuju ke ruang guru untuk menemui Pak Raiz.
"Woy! Gue kasihan aja sama Orion, harus deket sama cewek dekil kayak lo!" seru Arraja, yang berhasil membuat langkahku terhenti tepat di depan pintu ruang guru.
Aku memutar badan, lantas menatap Arraja penuh kebencian. Air mata tiba-tiba nyaris menitik, namun aku segera menguatkan hati agar cairan ini tak mudah goyah dan jatuh.
Tak bisa dipungkiri, perkataan pedas dari Arraja seolah menyengat dan menyentil perasaanku. Lantas aku jadi berpikir, apakah cowok seperti Orion yang tampan bersedia melirikku yang cupu ini? Mungkin hanya keajaiban cinta yang akan menjawabnya suatu hari nanti.
***
Ternyata hukuman yang diberikan Pak Raiz untuk aku dan Arraja adalah membersihkan debu dan sarang laba-laba yang sudah meluas di rak buku perpustakaan beserta langit-langitnya.
Merasa tak penting lagi membuang-buang waktu, aku cepat berjalan setengah lari menuju perpustakaan, meninggalkan Arraja. Selama ini memang Arraja sering menyakiti aku, namun tak sesakit perkataannya tadi. Memangnya cewek sepertiku begitu tak ada nilainya di mata seorang cowok seperti Arraja? Ah entahlah, semua itu terlalu penat untuk dipikirkan dalam cuaca terik seperti ini.
Aku menyeka peluh di dahi setelah berhasil memasuki perpustakaan yang lengang. Tanpa menunggu apa pun lagi, aku segera mengambil sapu di sudut ruangan berikut kemocengnya.
Pikiranku segera mengenyahkan hal-hal yang membuat penat. Dengan gesit, aku menyapu-nyapukan kemoceng pada barisan buku-buku yang sepertinya tak pernah berpindah tempat, akibatnya debu-debu dengan santainya bersarang di sana.
"Serius, lo harus hati-hati sama tuh cowok." Suara Arraja dari belakang menghentikan aktivitasku. Menarik napas dalam-dalam, aku benar-benar tak habis pikir dengan sikap Arraja.
"Bodo amat, gue nggak pedu-"
Saat aku hendak berbalik badan menghadap Arraja, tangan cowok tersebut segera membekapku menggunakan masker. Tentu saja dengan cepat aku menepisnya secara kasar.
"Tuh, pakai masker!" Arraja melempar masker ke arahku yang tak bisa kutangkap.
Tanpa berkata apa-apa lagi, raja jahil titisan neraka itu berjalan menuju sekat yang lain.
"Arraja!" Raja berhenti melangkah, lantas kepalanya berputar, menghadapku. "Apa alasan gue harus hati-hati sama Orion?"
Aku menunggu jawaban darinya, tapi justru dia hanya mengedikkan bahu tak peduli. Dengan gaya angkuh, Arraja berbalik seraya mengenakan maskernya. Hal tersebut berhasil membuatku gregetan sekaligus bertanya-tanya. Lantas aku menyugesti diri bahwa perkataan Arraja hanyalah bualan semata untuk penjebakan yang akan digunakan untuk mengerjaiku lagi. Dan aku percaya, bahwa Orion merupakan cowok baik-baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Miracle Love [End] ✔
Novela JuvenilWajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh. Itulah aku, seorang remaja yang belum pernah merasakan kisah cinta manis layaknya cerita-cerita yang pernah kubaca. Semua itu terlalu indah...