Eps.45 - Penculikan

779 122 235
                                    

"Lo... lo nggak apa-apa?"

Kepalaku menoleh ke arah Heksa, lalu menyahut, "Bukan urusan lo!"

Dengan cepat, aku beranjak pergi, tak memedulikan cowok itu. "Ayya tunggu!"

Lenganku berhasil ditahan oleh Heksa, membuatku berbalik badan menghadapnya. "Apa sih, Hek?"

"Apa Orion ngelakuin sesuatu sama lo?" tanya Heksa dengan pandangan, astaga, terlihat iba di sudut matanya.

"Aduh Heksa, peduli apa sih lo?" Aku berdecak kesal, merasa tak menyangka jika Heksa termasuk orang yang kepo urusan orang lain. "Lagian ngapain juga sih lo jam segini masih di sekolah? Lo ngikutin gue?"

"Gue nggak ngikutin lo kok. Gue habis ada urusan sama Bu Dhini. Jadi, gue sama Darwin dipanggil beliau buat membicarakan soal lomba lari maraton antar SMA-SMK sekabupaten, Ay. Gue sama Darwin terpilih jadi perwakilan SMA kita," jelas Heksa dengan wajah berseri-seri. Oh jadi seperti itu alasan dia dan Darwin masih berkeliaran di sekolah.

"Wah selamat deh. Lo emang paling jago kalau urusan lari. Ya... lo dan Darwin kalau pas pelajaran olahraga pasti yang terdepan larinya," sahutku.

Heksa mengangguk mantap. "Makasih, Ay."

Aku menjawab dengan anggukan ringan. Tumben sekali Heksa mengucap kata terima kasih.

"Ay, gue... melihat ada kesedihan di mata lo. Lo... pasti ada masalah ya sama Orion?" tebak Heksa. Kata-katanya memaksaku untuk mengusap ujung mata.

"Heksa, lo sekarang udah alih profesi jadi pembaca ekspresi orang? Atau jadi dukun? Dan sejak kapan lo peduli sama gue? Biasanya lo selalu mengolok-ngolok gue, memaki-maki gue, membully gue. Terus kenapa sekarang...?" Aku mengedikkan bahu.

"Lo nggak pulang bareng Orion?" tanya Heksa, tak menggubris omonganku.

"Mendadak orang-orang jadi aneh, jadi berubah. Ada apa sih sama kalian semua? Apa sekarang dunia sedang nge-prank gue? Apa sekarang semesta lagi mempermainkan hati gue?"

"Ayya, gue tahu lo lagi ada masalah. Kalau lo bersedia cerita, gue siap dengerin."

"Demi tujuh turunan dan tujuh tanjakan? Gue masih belum percaya seorang Heksa bisa berkata demikian."

Heksa mengernyitkan dahi.

"Udahlah, Heksa, gue capek, gue mau pulang. Sampai ketemu lagi dan semoga sukses buat lombanya."

Tanganku melambai singkat, berjalan menjauh meninggalkan Heksa.

"Ayya, gue pengin lo tahu satu hal!"

Seruan Heksa berhasil menghentikan langkahku. Aku berbalik badan, lalu terkesiap saat tak mendapati Heksa di tempat semula. Ke mana perginya sobat Arraja itu?

"Heksa!" Aku berseru, namun tampaknya Heksa sudah berlari atau bersembunyi entah di mana. Dasar cowok tidak jelas. Tahu satu hal tentang apa?

***

Taman hatiku untuk saat ini begitu tandus manakala sang pemiliknya sedang panas lantaran cemburu hanya karena masalah sepele. Aku benar-benar berharap hal tersebut cepat terselesaikan sehingga hubunganku dengan Orion kembali membaik seperti awal-awal kami jadian.

Pukul 21.00 sebuah klakson motor berbunyi di depan rumah. Orion sudah datang menjemput untuk membawaku ke suatu tempat yang belum aku mengerti. Rasanya ada sedikit hal yang mengganjal di hati, terlebih mengingat sikap Orion yang sedang dalam keadaan panas.

Aku keluar rumah, langsung disodorkan sebuah helm dari Orion.

"Ayo buruan pakai!" ucap Orion sembari menyuruhku untuk segera naik ke boncengan motornya.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang