Eps.22 - Surat Untuk Dia

997 166 227
                                    

"Gue nggak bisa langsung gitu ...," sahutku dengan lesu. "Maksud gue, gue nggak mungkin kan menolak kebaikan seseorang? Lagian masa gue harus tiba-tiba ngejauh dari dia? Itu bakal nyinggung perasaannya dia dong." Aku nyaris mewek, lalu segera mungkin kutahan mati-matian agar tak meneteskan air mata yang otomatis mengundang ingus juga.

Vinny dan Erin tampak bergeming sesaat. Lalu keduanya menghela napas secara bersamaan, membuatku menoleh ke kiri dan kanan dengan heran. "Kenapa?"

"Ya terserah lo sih. Itu hak lo," komentar Erin akhirnya, matanya lurus menatap ponsel.

"Lagian gue heran deh. Cuma masalah gini aja dibesar-besarin." Aku merebut ponsel Erin, lalu mengecek akun Instagram cewek yang memposting video tersebut.

"Ya lo yang cari masalah juga sih, Ay ...." Vinny membekap mulut, tak jadi berbicara lebih lanjut. Apalagi mendapat lirikan dariku yang cukup maut.

Aku kembali memusatkan perhatian ke depan layar ponsel. Cukup tercengang dengan akun bernama Erliana Sherly itu yang memiliki pengikut 1,1 juta. Pantas saja video itu viral, karena fans cewek tersebut cukup banyak.

"Tapi Ay, lo harus percaya kalau kita tuh sayang sama lo. Kita nggak mau terjadi sesuatu sama lo," kata Erin sembari meraih ponselnya kembali.

Perkataannya berhasil membuatku terharu lalu dengan otomatis membawa ingatanku untuk berniat meminta maaf kepadanya.

"Thanks ya. Tadi kalian udah bantuin gue hadapin anak-anak The Barbies," ucapku dengan tulus, lalu merangkul pundak kedua sahabatku itu.

"Rin, gue juga minta maaf ya soal sikap gue yang kemaren terlalu sensi. Seperti sekarang, kemaren gue cuma nggak terima kalian ngata-ngatain Orion tanpa tahu lebih jelas. Gue bener-bener sori, Rin." Aku menatap Erin dengan penuh rasa bersalah.

"It's okay, Ay. Sekarang terserah lo aja deh, langkah apa yang akan lo ambil."

Mendengar itu, tanpa sadar bibirku melengkung tipis saat teringat surat cinta yang akan kuberikan untuk Pak Arnold nanti.

"Kenapa, Ay. Kok jadi lo senyum-senyum gitu?" Vinny bertanya curiga.

"Ngomong-ngomong kok Decha belum sampai ya? Eh by the way, ternyata sekarang udah masuk jam pelajaran." Aku mengecek arloji yang menandakan waktu belajar telah masuk. Namun sepertinya kelas kami kedapatan jam kosong.

"Ih kok ngalihin topik pembicaraan sih? Jawab dulu dong." Vinny memasang muka kepo.

"Jawab apa sih?"

"Jawab ... apa yang membuat lo senyum-senyum sendiri tadi. Apa jangan-jangan .... Triple O em ji, lo udah jadian ya sama Orion?"

Meski perkataan Erin tidak keras, tapi cukup menarik perhatian beberapa orang, dan sialnya, orang itu adalah Arraja. Cowok tersebut yang sedang sibuk dengan ponsel dan game-nya tiba-tiba menoleh ke arah kami. Sialan, apa raja jahil itu punya sensor pendengaran yang tajam? Pasalnya suasana kelas juga sedang cukup ramai, dan Arraja—astaga tumben sekali dia duduk di barisan depan—segera menemukan mataku. Namun sepersekian detik, pandangannya segera dialihkan kembali. Dasar cowok aneh!

"Engga, bukan gitu, Rin. Gue belum jadian kok sama Orion. Tapi jujur aja nih ya, gue udah bertekad dengan satu hal." Aku menggigit bibir, memutuskan untuk menceritakan tentang suratku kepada Vinny dan Erin.

"Apa?" tanya Erin dan Vinny kompak, rautnya menunjukkan kekepoan yang super tinggi.

"Nanti gue cerita kalau udah ada Decha," tukasku, tersenyum jahil saat melihat ekspresi Vinny dan Erin yang menekuk wajahnya karena kesal.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang