Terkadang aku ingin menjadi seperti bulan di langit malam yang berpasangan dengan bintang gemintang. Ingin seperti fajar pagi hari yang berpasangan dengan senja jingga. Atau ingin pula menjadi seperti awan di langit biru bersama bias mentari yang bercahaya.
Semua berpasangan, semua tampak memesona dan semua tampak sempurna. Namun tidak dengan diriku. Selama memasuki masa remaja, aku tak pernah sekalipun merasakan yang namanya berpasangan dengan kekasih hati. Setiap hari kulewati hanya seorang diri lantas menatap orang-orang bergelayut manja yang di mabuk cinta dengan perasaan iri.
Sadar satu hal bahwa diriku memang mudah jatuh cinta, mudah terpesona dengan manusia-manusia bertampang keren. Akan tetapi semua itu tak membuatku memiliki tambatan hati seperti yang jiwa ini inginkan, karena aku bukanlah manusia yang terlahir dengan sejuta pesona.
Namun selama sang surya masih terbit dari timur, harapanku tak akan pernah luntur. Harapan untuk memiliki sebuah cinta yang sederhana namun terkesan sempurna, dengan seseorang yang sepantasnya kudamba.
Selama sang saka merah putih masih akan tetap berkibar, harapanku tak akan pernah pudar. Harapan untuk menjalani kisah romansa remaja
dengan seseorang yang tulus menerimaku apa adanya.Dan inilah aku, remaja yang akan memulai cerita manis maupun pahit ketika mengalami jatuh cinta untuk kesekian kali. Lagi dan lagi.
Sejauh mata memandang, angkasa raya tampak bersih kebiru-biruan tanpa gumpalan awan sedikit pun yang terpampang. Ah ... alangkah indahnya bumiku tersayang.
Hari ini aku kembali resmi bersekolah setelah satu minggu cuti dikarenakan dua hari yang lalu ada acara keluarga di rumah Eyang yang terletak di Banten, sementara sisanya aku merasa tidak enak badan seperti flu dan batuk-batuk.
Entah kenapa aku sangat bersemangat menyambut pagi untuk memulai hari. Bahkan sarapan dengan menu telor mata sapi buatan Mama sengaja kutinggalkan demi ingin cepat-cepat sampai ke sekolah tercinta. Astaga, barusan aku menyebut apa? Sekolah tercinta? Oke baiklah mungkin efek absen satu minggu membuatku rindu dengan gedung tempat mencari ilmu itu.
Setelah turun dari bus yang mengantar sampai terminal terdekat, aku berjalan dengan santai menuju gerbang SMA Negeri 25. Sambil bersenandung pelan dan menata rambut yang sedikit bergelombang, benakku melayang akan mimpi yang semalam. Dalam mimpi, aku melihat seekor ular yang besar berwarna putih sedang bergulung di sofa ruang keluarga. Aku tidak bohong, dalam mimpi aku begitu terpesona dengan ular cantik itu sampai-sampai aku ingin membawanya ke dalam dekapan. Tapi dalam dunia nyata, jangan berharap aku bersedia melihat reptil yang satu itu. Memikirkan hal tersebut, aku jadi tersenyum-senyum sendiri. Konon katanya, kalau kita mimpi seputar ular, jodoh kita sudah dekat. Lantas apa benar jodohku sudah ada di sekitar? Ya, aku tahu aku masih anak kelas XII. Tapi tidak ada salahnya, bukan, jika aku, Ayya Rachelia seorang gadis remaja biasa yang tidak cantik, berharap jodohku sudah dekat?
Aku menyusuri koridor pinggir lapangan yang dipenuhi anak-anak cowok yang sedang bermain sepak bola. Aku tak mengindahkan mereka, sebab itu hal yang tidak penting bagiku, terlebih dalam kelompok tersebut, ada musuh abadiku sejak kelas X. Aku tetap berjalan dengan langkah ringan menuju kelas, siap bertemu Decha dan sahabat-sahabatku yang lain. Namun entah apa yang terjadi, tiba-tiba sebuah bola dari arah lapangan melesat dengan kecepatan penuh ke arahku. Sepersekian detik, bola sepak tersebut tepat sasaran mengenai wajahku yang sedang berjerawat ini.
Samar-samar aku mendengar gelak tawa di tengah lapangan saat aku perlahan duduk bersimpuh seraya menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Hingga tak berapa lama, dengan menahan rasa sakit, pelan-pelan aku membuka mata dan seketika sepasang sepatu converse tertangkap indra penglihatan. Orang tersebut berdiri tegak di hadapanku. Perlahan aku mendongak dan mendapati .... Ya Tuhan, siapakah dia? Pangeran berkuda putih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Miracle Love [End] ✔
Fiksi RemajaWajah berjerawat, berotak biasa saja dan tidak memiliki kelebihan apa pun selain gemar mengoleksi uang receh. Itulah aku, seorang remaja yang belum pernah merasakan kisah cinta manis layaknya cerita-cerita yang pernah kubaca. Semua itu terlalu indah...