Eps.52 - Panggung Pelaminan (Epilog)

1K 156 303
                                    

𝐄𝐏𝐈𝐋𝐎𝐆

"Saya terima nikah dan kawinnya Jenny Anggraini binti Jafar Anggoro dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"

Pak Arnold dengan lantang, tegas dan lancar mengucapkan ikrar suci di depan penghulu, para saksi dan juga tamu hadirin yang menyaksikan prosesi akad nikah tersebut.

Acara pernikahan dan resepsi itu berlangsung di tepi pantai Ancol Beach City Wedding dengan mengusung konsep yang fresh dan cerah agar kesan santai di pantai tidak hilang. Berbagai dekorasi pohon, balon-balon dan bunga-bunga segar tertata rapi sesuai rancangan dari Wedding Organizer.

Putih. Tema warna utama yang dipilih Jenny dan Arnold dalam rangka hari bersejarah mereka. Namun, semua tamu undangan tentu saja tidak diwajibkan memakai pakaian serba putih.

Resmi menjadi pasangan suami istri setelah ijab kabul berlangsung, semua hadirin mendoakan kedua mempelai dengan khidmat. Tak kuasa menahan tangis, ayahanda Jenny yang duduk tak jauh dari putrinya segera beranjak berdiri dan memeluknya dalam dekapan erat.

"Semoga kamu bahagia, Nak," bisik ayahanda di telinga putrinya. "Tugas ayah sudah selesai." Jenny berusaha untuk tidak menangis saat ini. Ia hanya mengangguk mantap dan mengusap-usap punggung ayahnya dengan segenap rasa.

Sementara di kursi para hadirin yang banyak datang, gadis remaja yang dahulu pernah naksir dengan Arnold sedang sibuk mengusap ujung-ujung mata dengan tisunya.

"Eh Ayya, udah dong nggak usah norak dan lebay gitu. Pakai nangis segala." Arraja yang duduk di sebelahnya berkata dengan intonasi sebal.

"Apaan sih lo? Gue tuh terharu tau, nggak?" sahut Ayya dengan sesenggukan.

Arraja menghela napas berat. "Terharu sih terharu, tapi insyaf dong, lo udah habisin satu kotak tisu! Parah."

Ayya melirik cowok di sebelahnya itu dengan tatapan tajam. "Heh, lo tuh yang lebay, gue nggak ada habisin satu kotak tisu."

Ya benar, Ayya memang tak menghabiskan satu kotak tisu, melainkan berlembar-lembar tisu yang sudah dibuang sia-sia hanya untuk mengelap air mata dan ingus.

Arraja bergidik geli, memilih tak menanggapi lagi omongan Ayya.

"Triple O em ji, Pak Arnold dan Mbak Jenny serasi banget ya, udah kayak Raja dan Ratu." Vinny yang duduk di sebelah kanan Ayya berceletuk penuh kagum sembari menatap lurus ke depan, ke arah mempelai yang sedang bersiap untuk sesi pemotretan.

"Lo nggak salah kok, Vin, mereka kan sekarang memang jadi raja dan ratu. Hari ini... dunia berasa milik mereka," tukas Decha yang ikutan berkomentar.

Erin pun yang sedang sibuk merekam ke depan dengan kamera smarthphone-nya mengangguk setuju. "I agree. Mereka memang pasangan serasi. Someday, wedding party gue diadain di tepi pantai juga kali ya."

"Yee... belum apa-apa udah mengkhayal jauh lo, Rin." Decha tertawa, menyenggol bahu Erin yang hanya terkekeh.

Mendengar obrolan ketiga sobatnya, seketika Ayya ingin kembali menangis. Entah kenapa cewek yang jerawatnya sudah mulai menipis itu tiba-tiba jadi teringat waktu pertama kali berjumpa dengan Pak Arnold. Ketika itu, wajah Ayya baru saja terkena lemparan bola yang disengaja dari Arraja.

"Hei, kamu nggak apa-apa?" Cowok itu berjongkok, menatap Ayya intens. "Pasti ini gara-gara Raja."

"Hah?" Ayya terperangah, tak menangkap maksud perkataannya. "Eh ... kalau kamu raja, aku pasti ratunya."

Mengingat itu, Ayya kembali mengusap air matanya yang kembali meleleh.

"Buseet... lo nangis lagi? Udah lah hentikan, Ay. Mata lo bengkak jadi kayak mata gajah." Arraja geleng-geleng kepala tak habis pikir.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang