Eps.47 - Titik Terang Kala Hujan

779 130 227
                                    

Mungkin karena kedatangan aparat kepolisian, ruangan utama kelab yang tadinya dipenuhi orang-orang sedang dugem kini lengang, sunyi dan tak menyisakan satu manusia pun. Pemandangan tempat sekitar berubah menjadi berantakan dengan pecahan gelas di sana-sini, juga kursi yang terbalik-balik tidak jelas.

Tentu saja hal tersebut memudahkanku untuk terus berlari menuju pintu keluar. Dengan terus mengeluarkan air mata, kakiku melangkah, menembus malam yang diguyur hujan deras. Kecewa yang mendera hati tak menghiraukan langkahku untuk mencari tempat berteduh. Biarkanlah, biarkan air mataku menyatu dengan air hujan, berharap bisa sedikit menyembuhkan luka.

"Lo bener, Ay, di dunia ini nggak pernah ada Miko. Dia cuma fiktif, dia cuma teman bohongan lo, Ay. Semua ini... gue lakukan demi untuk lo, Ay."

Terkuak. Jadi selama ini Miko memang bukan sosok nyata, melainkan dia sosok orang lain yang bahkan sudah kunobatkan sendiri sebagai musuh abadiku. Pantas saja aku tak menemukan dia begitu datang ke SMK Taruna Jaya. Padahal aku sudah terlanjur suka berteman dengan Miko, aku sudah kelewat suka dengan segala sifat lugu Miko, meski kami hanya kenal sepintas. Namun rupanya semua itu hanya kebohongan belaka. Lantas, apa motif Arraja melakukan ini? Sengaja mempermainkan perasaanku. Aku yakin setelah ini dia akan tertawa-tawa lebar dan membullyku habis-habisan karena aku sudah berhasil terperangkap dalam jebakannya.

Ya Tuhan, kenapa Kau ciptakan makhluk manis tetapi berhati busuk seperti Orion dan juga Arraja?

Aku berjalan di bawah guyuran hujan, bingung menentukan arah langkah hendak ke mana.

Aku bersimpuh di pinggir jalan, memeluk diri dalam linangan hujan. Seraya kembali terputar di memori ingatan saat Miko memberikan sneakers yang ternyata memang milik Arraja. Dia rela memberikan sepatu tersebut untukku. Lalu, aku juga teringat dengan kata-katanya tentang Arraja yang sebenarnya peduli terhadapku tetapi ia menunjukkan dengan cara yang beda. Dengan cara membullyku. Tanpa kusadari, ternyata dia sedang membicarakan diri sendiri kala itu. Ya Tuhan, harus kuakui, pantas saja selama ini aku cukup mengenal suara Miko yang agak mirip dengan Arraja, tetapi hebatnya Arraja bisa berakting sedemikian rupa sehingga aku tak bisa mencurigai hal tersebut.

Aku mengusap wajah yang terkena rintikan hujan yang kian deras. Namun, seseorang dari belakang memayungiku. Kepalaku memutar dan mendapati Heksa yang berdiri dengan seulas senyum yang terkulum di bibirnya.

"Ngapain lo ngejar gue, Hek?" kataku seraya bangkit berdiri. Hendak pergi melanjutkan langkah.

"Ay, lo harus tahu penjelasan tentang alasan kenapa Arraja rela ngelakuin semua itu." Heksa menahan lenganku, berusaha memayungiku dan memandangku dengan lembut. "Karena, itu demi elo, Ay."

Aku menggeleng keras. "Iya demi gue, supaya gue merasakan sakit dan kecewa. Dia itu jahat sama gue, Hek. Gue yakin ini cuma permainan dia doang buat melukai hati gue."

"Ayya, percaya sama gue, plis. Arraja tuh nggak seperti yang lo bayangkan. Dia itu pedu-"

"Stop, Heksa! Gue nggak percaya! Bilangin sama sobat lo itu, dia menang, udah berhasil membodohi gue," kataku seraya tersedu-sedu.

"Ay... lo perlu penjelasan..."

"Nggak! Gue nggak percaya." Aku menutup kedua telinga dengan tangan.

Heksa tampak frustrasi, menghela napas berat. "Lo bisa nggak sih jangan motong dulu omongan gue?!" bentak cowok itu tanpa kusangka.

Aku semakin terisak, percikan air hujan masih saja mengenai sebagian tubuhku yang basah kuyup.

"Iya gue tahu, Ay, sangat tahu perasaan lo. Tapi inilah kenyataannya."

"Terus? Gue harus ngapain?" tanyaku dengan suara parau.

Be My Miracle Love [End] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang